"Mama!" teriak Alana bangun dari tidurnya dan melihat jam di detik yang sama. Sudah pukul dua dini hari, rupanya dia ketiduran di sana.Gadis itu terjaga karena memimpikan ibunya meraung meminta tolong. Hati Alana gelisah, dia berusaha menelepon sang ibu, tetapi ponselnya tidak aktif. Terlalu larut jika dia berangkat ke klinik sekarang apalagi Alana tidak tahu apakah Rasya sudah kembali atau belum.Bagaimana jika dia keluar dari kamar mencari Rasya? Ah, tidak. Alana ingat kalau kehadirannya di sana harus dirahasiakan. Mungkin dia akan menuai kontroversi atau ada alasan lain. Saat menunggu, entah kenapa waktu bergerak begitu lambat. Alana melempar bantal kesal ke lantai berharap fajar segera tiba.Tiba-tiba pintu kamarnya terketuk. Alana dilema apakah harus dibuka atau dibiarkan saja? Dia menggigit bibir bawahnya, merasa gugup seolah sosok di balik pintu adalah malaikat maut. Tenggorokannya bagai tersekat sampai ada SMS dari Rasya meminta dibukakan pintu kamar.[Kamu nggak bakal macam-
Dalam hitungan detik, mereka sudah berdiri di ambang pintu dan menemukan sosok laki-laki tengah membuka laci demi laci seperti sedang mencari sesuatu. Alana menggeram, dia baru menyadari kalau rumahnya kemasukan pencuri begitu melihat sosok itu ternyata memakai topeng. Maka dengan penuh berani, dia berteriak lantang, "mau apa kamu, hah?!"Lelaki pencuri itu menghentikan gerakannya, kemudian berdiri mendekati Ranti yang ketakutan di tempat tidurnya. "Diam di tempat atau aku bunuh wanita tua ini!"Alana memicingkan mata, dia merasa tahu siapa pemilik suara itu meskipun masih tidak yakin. Sementara Rasya sendiri langsung melayangkan tendangan keras di bagian dada kiri si pencuri sehingga dia tersungkur ke belakang. Dia memegang kepalanya karena terbentur di tembok.Detik selanjutnya, Rasya mencengkram kerah baju lelaki itu dengan sekuat tenaga. "Katakan, siapa yang menyuruhmu ke sini, hah?!"Tidak ada jawaban semakin memancing amarah Rasya. Dia terus membentak dan menampar wajah lelaki i
"Bu Siti? Ngapain di sini?" tanya Alana ketika dia melihat ke luar kamar. Albian ternyata masih di sana meskipun posisinya sudah tidak diikat."Astagfirullah, dosa apa aku di masa lalu sampai harus tetanggaan sama kamu, Na. Lihat, saat mamamu lagi sakit, kamu malah bawa dua laki-laki sekaligus ke sini padahal tadi malam juga nggak nyusul ke klinik. Sekarang jawab, kamu sudah masak?""Belum.""Oh my God!" pekik Siti dramatis.Wanita kurus yang selalu terlihat menor itu mendelik kesal pada Albian dan juga Rasya sebelum akhirnya tenggelam di balik pintu kamar Ranti. Dia sengaja datang ke sana membawa makanan agar tahu berita panas lagi.Sementara di luar kamar, Alana mengusir Albian sebelum nenek sihir tadi kembali mengeluarkan bualan atau hinaan yang menyakiti hati. Meskipun sedikit sulit, akhirnya lelaki itu pergi juga. Alana sadar, sebentar lagi dirinya akan menjadi trending topik.Bagaimana tidak, di lingkungan mereka, siapa yang paling sering memberi berita baru dan panas layak dise
"Iya, Ma. Rasya ada di luar, tapi mama jangan salah paham–""Jangan salah paham gimana? Belum kelar masalah sama Albian, sekarang kamu bawa Rasya ke sini. Kamu apa nggak mikir omongan tetangga?" Entah kenapa, Ranti merasa perutnya terasa nyeri. Akan tetapi, dia berusaha menahan agar tidak ketahuan Alana.Bukan tidak mau dirawat anak sendiri, Ranti hanya ingin memberi pelajaran padanya. Dia berharap Alana berhenti dekat dengan lelaki. Meskipun Rasya itu baik, tetap tidak menutup kemungkinan untuk ikut merusak Alana. Bukankah awalnya setan pun termasuk penghuni surga?"Ma, Rasya itu beda. Dia nggak kayak Albian yang .... Hem, intinya Rasya bukan laki-laki busuk, Ma. Percaya sama aku, lagian kami nggak pacaran, cuma kerja sama biar mereka tahu rasanya ditinggalkan dan dibuang.""Mau apa pun alasannya, kamu nggak boleh dekat sama laki-laki!" tegas Ranti mengalihkan pandangannya.Ibu mana yang tidak sakit hati mengetahui anaknya dibuang dalam keadaan hamil sebelum menikah? Ranti kecewa, in
"Oh, jadi kamu mau fitnah aku?" Bella tersenyum pongah. Sekarang dia tahu kalau Alana sedang pura-pura demi menjatuhkan namanya."Fitnah? Kenapa aku harus fitnah kamu? Bel, kita itu sahabat, tetapi apa gunanya kalau kamu aja cuma manfaatin aku? Selama ini aku diam karena sayang sama kamu, ternyata kamu nggak cuma morotin uang aku ... tetapi ngegoda suami aku!"Bella berdiri hendak menampar Alana, untung saja ada pelanggan cafe yang mencoba melerai. Dia memberi nasihat agar Bella hidup lurus ke depannya. Tentu saja gadis itu mengelak semua tuduhan Alana dan apakah mereka percaya? Tidak, sama sekali tidak. Sudah hal lumrah jika pencuri berusaha untuk sembunyi."Aku sebenarnya nggak pengen bahas masalah itu di sini, tapi kelakuan kamu semakin menjadi. Baju aku disiram padahal baru kebeli, tenang aja aku nggak bakal mempermasalahkan ini. Cuma aku tetap kecewa sama kamu, gara-gara aku nagih hutang kamu udah berubah. Kamu jangan mau jadi gadis bodoh yang biayain hidup pacar kamu, Bel!""Sia
Alana berusaha menormalkan degupan dalam dadanya. Dia yakin bisa melawan mereka bertiga. Dengan susah payah, Alana tersenyum angkuh seolah semuanya baik-baik saja. Jika tidak demikian, yakinlah Hesti akan semakin berhasrat untuk menjatuhkannya."Rupanya si Bunting rupanya udah pulang. Mungkin dia ayahnya?" Hesti tertawa kecil sambil mengikis jarak menyusul mereka berdua padahal matahari sore begitu terik, membakar kulit."Kalau bukan dia, siapa lagi, Tan? Enak aja dia mau mengkambinghitamkan Albian. Kalau masih cinta mah nggak mungkin selingkuh," tambah Nia sedikit ketus."Lah, jadi Alana ini selingkuh, toh? Apa jangan-jangan dia selingkuh karena Alana pengen ditidurin, tapi Al nggak mau? Aduh, anak jaman sekarang emang nggak tahu adat ya, Jeng!" Siti bahkan tidak mau kalah.Alana hanya diam, dia mencoba memikirkan kalimat yang pantas untuk mereka bertiga. Dia ingin terlihat berkelas melawan orang yang tidak begitu penting kecuali Alana mendapat serangan. Bukankah tersenyum bisa menam
"Menikah?" Alana memutar badan menghadap ibunya kembali dengan tampang malas. "Dalam keadaan hamil begini, siapa yang mau nerima, Ma?""Mama bilang sudah punya calon, jadi kamu tinggal mengiyakan. Setelah mama sembuh, kita urus pernikahan itu!"Kepala Alana mendadak sakit kepala mendengar pengakuan sang ibu. Gadis itu tidak peduli siapa yang akan menjadi calonnya karena Alana tahu, sulit menemukan lelaki yang mau menerima kekurangannya.Apalagi kalau ternyata dia lelaki tua, berbau tanah dan jelek. Walaupun lelaki itu saudagar paling kaya kalau jelek dan tua, Alana tentu saja menolak. Dia bukan gadis matre, maka dari itu menerima keadaan Albian apa adanya yang ternyata berujung pengkhianatan."Nggak," jawab Alana setelah lama berpikir."Alana!" bentak Ranti balik, meskipun suaranya tertahan, dia tidak boleh kalah sama anak sendiri."Mama, aku nggak mau nikah sama calon mama itu. Aku bakal cari suami sendiri, menikah itu butuh cinta dan kalau menikah karena menyembunyikan kehamilan ini
Tepat pukul delapan pagi, Alana sudah siap berangkat ke kontrakan Bella. Hari ini penampilannya tetap terlihat cantik meskipun memakai celana jeans dengan atasan kaos putih. Tentu saja Alana harus berpakaian seperti itu karena ada kemungkinan mereka berdebat panjang, dia tidak ingin kesulitan melawan hanya karena memakai rok.Pintu baru terbuka sepuluh senti, tetapi Alana harus kembali menoleh ke belakang. Dia melihat ibunya berdiri di pintu kamar, kemudian berusaha mencapai kursi. Alana tetap diam menunggu apa yang akan ibunya sampaikan meskipun sebenarnya dia sangat buru-buru karena sudah janjian dengan orang suruhan Rasya."Kamu mau ke mana?""Keluar sama teman, Ma, sebentar doang." Alana menjawab sedikit malas.Apa dia keterlaluan? Mungkin iya, tetapi ada urusan yang begitu mendesak. Jika saja boleh, Alana sendiri tidak ingin menjadi anak durhaka. Namun, ada masalah yang membuatnya harus membantah. Entahlah, Alana sendiri sebenarnya kasihan pada sang ibu yang harus dia tinggal lag