Share

Mereka Bersekongkol

Penulis: Tyarasani
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-16 03:48:29

Yang belum subscribe, bisa tolong subscribe dulu ya, biar sama-sama semangat.

Selamat membaca!

****

"Mau kemana sepagi ini?" tanya Mas Helmi ketika melihat Dinda telah cantik dan berpakaian rapi.

"Ke toko, Mas." Dinda menjawab singkat.

"Untuk apa? Lagipula, toko baik-baik saja dan tak ada masalah. Kamu di rumah, biar Mas saja yang handle semuanya!" sahut Helmi lagi tak suka.

"Emh, kamu, kan sering bolak-balik Jakarta, apalagi kamu sering menginap di sana. Yang di Bandung biar aku saja yang handle. Lagipula, aku harus tahu betul model apa yang sedang trandy sekarang ini." Dinda beralasan.

'Tentu saja aku harus bermain cantik untuk menghempaskan benalu sepertimu, Mas!'

"Kan, ada Hana. Dia bisa menangani semuanya, Dinda!" Dalih Helmi terdengar mulai sewot.

"Mas, Hana itu hanya kerja dan dia di bayar untuk itu! Apa salahnya aku sebagai istri dari pemilik toko ingin ikut serta dalam membesarkan toko kita?" ucap Dinda. Kali ini dengan intonasi tinggi karena berpura-pura baik di depan orang yang sudah ketahuan berkhianat itu tidak mudah.

"Dinda, Aku tak mau kamu kelelahan. Kamu itu istriku sudah selayaknya aku memperlakukanmu bagai ratu, diam di rumah saja!" elak Helmi. Ia terus beralasan untuk menentang kemauan istrinya.

'Hahaha, Ratu di rumah saja. Lalu di luar sana kamu menghabiskan uang serta waktumu untuk berzina. Astagfirullah!'

"Mas, cukup aku tidak mau berdebat denganmu kali ini! Aku sudah membuat keputusan untuk kembali mengelola toko dan kamu tak perlu bersikeras untuk melarangku. Kamu fokus saja pada toko yang  di Jakarta!" Setelah berkata begitu, Dinda segera berlalu dari hadapannya.

"Din, Dinda!"

Teriakan Helmi tak di indahkan sama sekali oleh Dinda. Perempuan yang telah membersamainya selama 15 tahun itu telah berani mengacuhkan perintahnya.

****

"Selamat pagi, Ibu!" sapa Hana, sambil mengangguk hormat kepadaku.

Dinda menatapnya cukup lama. Andai saja ia punya bukti Hana ada andil dalam perselingkuhan suaminya, Dinda akan memecatnya secara tak hormat sekarang juga.

"Selamat pagi juga, Hana. Oya, setengah jam lagi tolong antarkan laporan keuangan tiga bulan yang lalu ke ruangan Bapak, ya!" perintah Dinda pada Hana.

"Baik, Bu." 

Setengah jam kemudian, Hana masuk setelah mengetuk pintu ruangan. Dinda mempersilakannya duduk terlebih dahulu, lalu Hana menyodorkan berkas-berkas itu pada Dinda.

"Hana, kemarin aku melihatmu berpelukan dengan perempuan yang datang bersama Mas Helmi kemari ...." Dinda sengaja menjeda ucapannya, lalu memperhatikan raut wajah Hana yang tiba-tiba berubah gelagapan dan salah tingkah di hadapan atasannya.

"Bisa kamu jelaskan padaku, siapa perempuan itu?" Dinda melanjutkan ucapannya, sembari menatapnya dengan penuh penekanan.

Hana Bergeming, jemarinya memainkan ujung kemeja yang di kenakannya.

"Hana, kamu tahu? Kamu sudah lama ikut denganku, aku memberikan kepercayaan penuh sama kamu, tapi kenapa ketika ada masalah seperti ini kamu tak bisa kasih tahu saya?" cecar Dinda. Emosi yang sedari ia redam hampir saja pecah bersamaan dengan air mata yang terjatuh di sudut matanya. Ia segera menghapus air mata yang sempat jatuh itu dengan cepat sebelum Hana melihatnya.

"Hana, Aku tahu ibumu sedang sakit keras, gajimu sebagian besar kamu habiskan untuk membayar obat-obatan. Lalu, bagaimana kamu akan membayarnya jika aku memberhentikan kamu dari pekerjaan ini?" lanjut Dinda lagi.

Ia terpaksa mengancamnya, agar dia tak bungkam terus-terusan. Dinda butuh penjelasan darinya, karena Dinda sangat yakin, Hana tahu banyak tentang skandal suaminya dengan perempuan muda berambut pendek itu.

"Ibu, aku mohon jangan pecat aku!" ucap Hana pelan, sambil menatap atasannya.

"Baik, katakan semuanya yang kamu tahu sekarang juga, Hana!" gertak Dinda dengan suara lantang.

"Perempuan itu, sebenarnya anak dari orang yang meninggal gara-gara pak Helmi, Bu. Menurut pengakuan pak Helmi, ia tak sengaja menabraknya enam bulan yang lalu. Kasus itu berakhir damai dengan syarat pak Helmi harus menikahi putrinya." Hana menjelaskan dengan pelan.

'Tabrakan?'

Seketika saja Dinda teringat kejadian enam bulan yang lalu, suaminya pulang dengan mobil yang penyok bagian depannya.

"Kamu kenapa, Mas?" tanya Dinda panik.

"Mobilku menabrak tiang listrik, Din. Aku ngantuk, jadi tak konsentrasi mengemudi," jawab Helmi. Ia terlihat sangat kacau.

"Buat apa bayar sopir kalau kamu lebih senang pergi sendiri? Jadinya seperti ini, kan!" gerutu Dinda. Tangannya dengan lihai mengompres kening Helmi yang sedikit lecet dan membiru.

"Besok minta pak Dahlan untuk menjual mobil ini, ya, Din! Aku nggak mau memakainya lagi." Helmi memijit keningnya, seperti gelisah.

"Loh, kok, langsung dijual? Kan, masih bisa di perbaiki dulu." Dinda mengernyitkan kening dan sedikit curiga. Aneh saja, Helmi langsung memutuskan untuk menjual mobilnya. Padahal, mobil itu salah satu mobil kesayangannya.

"Dinda, pernah dengar nggak cerita tentang mobil yang pernah kecelakaan, selanjutnya akan terus kecelakaan, bahkan memakan korban. Aku nggak mau kamu, atau anak-anak kita mengalami itu." Helmi menjelaskan dengan terburu-buru.

"Mitos itu, Mas! Yang pernah kudengar kalau kendaraan yang habis kecelakaan sampai ada korban jiwa , baru di sebut mobil bayangan dan di percaya akan kecelakaan terus," sahut Dinda.

"Sekarang juga kecelakaan, aku nabrak tiang listrik. Apa harus aku mati dulu baru kamu akan setuju untuk menjual mobil ini?" ujar Helmi dengan nada tinggi.

"Loh, kok, malah ngomongnya kemana-mana, sih? cuma gara-gara mitos doang. Terserah kamu, kalau mau jual mobilnya silakan saja!" timpal Dinda. Ia malas memperpanjang perdebatan itu.

****

'Apa itu ada hubungannya dengan penjelasan dari Hana?" 

"Bu, Bu Dinda," panggil Hana.

Dinda berusaha mengingat-ingat kejadian janggal sekitar enam bulan yang lalu.

"Bu, apa Ibu baik-baik saja?" tanya Hana, wajahnya tampak khawatir.

"Ya, aku baik-baik saja. Apa kamu tahu hubungan mereka sejauh apa? Apa mereka sudah menikah, Hana?" tanya Dinda mulai kehilangan rasa sabarnya.

"Kalau masalah itu aku tidak tahu," jawab Hana.

"Ya sudah, kamu kembali bekerja saja!" titah Dinda pada Hana.

Tadinya, hari pertama Dinda datang ke toko, ia ingin mengecek laporan keuangan. Namun, ketika mendengar penjelasan Hana, niat itu tiba-tiba memudar.

'Jika memang, Helmi menabrak orang tua dari perempuan muda itu, apa perempuan itu tahu tentang kecelakaan bapaknya yang di sebabkan oleh Mas Helmi? Rasanya mustahil.'

Dinda harus bergerak cepat, jangan sampai Helmi kadung curiga dengan apa yang sedang di selidikinya saat ini.

Dinda memutuskan untuk pulang saja. Namun ketika Dinda hendak beranjak, tiba-tiba ia merasakan ingin buang air kecil dan segera bergegas ke toilet umum. Dinda baru saja masuk ke toilet, ia mendengar sayup-sayup suara seseorang sedang berbicara lewat sambungan telepon.

"Bapak tenang saja, aku yakin Bu Dinda pasti percaya." 

"Ok, jangan lupa transferannya, ya, Pak!"

Degh.

'Apa dia menyebut namaku?'

Dinda yakin sekali itu Hana. Hana sedang menelepon seseorang dan ia memanggilnya Bapak!

'Apa itu Helmi?'

Dinda perlahan membuka pintu toilet, namun tak ada siapapun di sana. Bahkan, semua pintu toilet dalam keadaan terbuka. ia bergegas keluar mencoba menyusul Hana barangkali dia ke toilet hanya sekadar untuk menelepon saja.

Dari kejauhan, Dinda melihat Hana berjalan menuju toko. Ia yakin sekali perempuan yang tadi menelepon di toilet itu adalah Hana.

'Awas kamu, Hana! Kamu berani main-main denganku dan bersekongkol dengan Mas Helmi!'

Dinda bergegas meninggalkan toko dan menuju parkiran. Tidak apa- apa ia belum punya bukti tentang Hana yang telah bersekongkol dengan suaminya, tapi ia sudah tahu Hana selicik apa?

Brug!

Seorang lelaki muda menabrak Dinda yang sedang berjalan. Lalu, lelaki itu segera bangun dan mengambil tas milik Dinda. Setelah itu, ia kembali berlari.

Dinda yang seperti terhipnotis mulai sadar kalau tasnya di ambil lelaki itu, ia berteriak meminta pertolongan dan berusaha mengejar orang itu.

"Jamred! Jamred! Tolong, tasku di jamred orang itu!"

Dinda berteriak-teriak. Namun, sayang lelaki itu telah menghilang dari pandangannya.

Dinda menghela napas, kesialan menimpanya bertubi-tubi. Ketika rumah tangganya sedang ada masalah, dan satu-satunya bukti yang akan memberatkan Helmi di pengadilan raib seketika.

________________..

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Saripa Santi
mauka ku rasa kasi pelajaran hana
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Hijrah

    ****"Mariah, kamukah itu?" Dinda mengernyitkan keningnya, melihat Mariah yang berdiri di depannya, jelas banyak berubah dengan Mariah yang di kenalnya selama ini."Iya, ini aku, Mbak!" ucap Mariah sambil tersenyum.Dinda terdiam. Ia khawatir Mariah akan melakukan hal yang membahayakannya seperti dulu."Mbak jangan takut, aku sengaja datang ke sini untuk meminta maaf sama Mbak Dinda!" ucapnya lagi.Dinda masih bergeming. Mariah menurunkan anak kecil itu dari gendongannya hingga anak itu duduk beralaskan rumput taman. Kemudian Mariah menurunkan tubuhnya sampai berjongkok. Tidak sampai di situ, Mariah seperti hendak bersujud tepat di kakipermpuan yang dulu telah di sakitinya."Mar, Bangun, Mar! Kamu  mau ngapain, Mar?" teriak Dinda. Ia mundur beberapa langkah demi menghindari Mariah yang masih bersimpuh."Mbak Dinda, Maafkan aku! Aku memang salah sudah merebu

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Akhir Yang Bahagia Untuk Dinda

    ****"Dua minggu lagi aku akan menikahi Dinda, Ma. Aku harap, Mama bisa menerima keputusan ini dengan hati yang lapang!" ucap Bram. "Hm, apa kamu sudah pikirkan baik-baik? Masalahnya, Helmi mengidap penyakit kelam*in. Ada kemungkinan Dinda juga sudah tertular, Bram!" sahut Wulan."Beberapa hari lalu, Dinda sudah melakukan cek darah di sebuah klinik. Alhamdulilah, hasilnya negatif.""Apa? Jadi Dinda baik-baik saja?" seru Helmi. Ia baru saja datang dan ikut bergabung dengan Wulan dan Bram."Ya, Dinda negatif, Hel!""Lalu, dari mana sumber penyakit ini? Karena akhir-akhir ini aku tidak pernah melakukan hubungan itu dengan perempuan manapun!" umpat Helmi kesal."Coba kamu ingat-ingat lagi! Mungkin kamu pernah transfusi darah atau menggunakan jarum suntik yang tidak steril? Karena penularan penyakit itu tidak melulu dari hubungan badan saja, Hel!""Aku bukan pem

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Dua Minggu Lagi

    ****"Bram, silakan duduk!" sambut Abi Ahmad terdengar ramah.Bram mengangguk dan mengikuti perintah Abi Ahmad. Ia sedikit demi sedikit berusaha mengurai kegugupannya di depan orang tuanya Dinda.Bibi datang dengan nampan berisi minuman di tangannya. Dinda dengan cekatan membantu pekerjaan ART-nya.'Sungguh, calon istri idaman!' puji Bram dalam hati."Maksud kedatangan Nak Bram sudah kami dengar dari Dinda. Namun, kali ini kami ingin mendengarnya langsung dari Nak Bram. Apa keberatan?" Pertanyaan Abi Ahmad mampu meluluh lantakkan pertahanan Bram untuk tetap tenang di depan orang tua kekasihnya. Namun, detik kemudian Bram berhasil menguasai dirinya kembali."Bismillahirrohmanirrohim, saya datang kesini karena saya ingin meminta restu dari Abi dan Umi. Saya mencintai Adinda dan berniat menikahinya dalam waktu dekat. Itupun jika Abi dan Umi memberikan restu."Singkat, padat dan j

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Menghadap Keluarga

    ****Samudra bertamu dengan membawa kabar baik untuk Dinda, ia akan melakukan pernikahan dengan Amel dalam waktu dekat ini."Selamat, ya, Sam. Akhirnya kamu menemukan cinta sejatimu di rumahku!" kelakar Dinda setelah memberi ucapan selamat untuk Samudra."Haha, kamu bisa aja, Din! Tapi ... Maaf,nih, mungkin setelah aku menikahi Amel, Amel akan berhenti bekerja sebagi baby sitternya Alif. Kamu nggak pa-pa, kan?" tanya Samudra ragu-ragu."Nggak pa-pa, Sam. Lagipula, aku sudah memprediksikan ini. Mana mungkin istri seorang pengusaha masih bekerja jadi baby sitter di rumahku?" sahut Dinda."Makasih, untuk pengertiannya, Din. Kamu memang sahabat terbaikku!""Sama-sama, tapi jangan lupa kamu harus jaga Amel layaknya berlian!" tegas Dinda."Siap!"Dinda semringah melihat lembaran undangan berwarna cream di tangannya. Nama Amelia dan Samudra tertulis di sana dengan indah. Ia jadi membayangkan bagaimana pernikahannya nanti dengan Samudra? Apa harus meriah atau han

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Amera Hilang

    ****"Hai, Om Bram!" Alif menyambut Bram dengan sangat ramah. Bahkan, kadang-kadang ia tak akan sungkan untuk memeluk lelaki dewasa itu."Apa kabarmu? Bagaimana sekolahmu?" tanya Bram pada bocah itu."Kabarku baik dan sekolahku sangat menyenangkan. Aku sudah bilang pada teman-temanku, kalau Om Bram sebentar lagi menjadi papaku!" Dengan polosnya Alif bercerita."Wow! Alif di ajarin siapa cerita-cerita begitu?" Dinda tampak bertanduk mendengar cerita dua lelaki beda usia di depannya."Memangnya nggak boleh, ya, Bunda?" Alif balik bertanya, tatapannya berubah menjadi sendu."Sutt!" Bram memberi kode isyarat."Em, boleh. Tapi cuma ke teman dekat saja ,ya!" jawab Dinda sedikit terpaksa karena kode dari Bram."Siapa teman dekatnya Alif?" Bram menyela pembicaraan antara Dinda dan Alif."Itu, anaknya Bu RT. Namanya Salwa, Om." 

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Negatif

    ****"Pak, bangun, Pak! Ini sudah siang, Pak Helmi sudah melewatkan sarapan dan minum obat setengah jam yang lalu." Rena memberanikan diri untuk membangunkan Helmi."Hoam!" Helmi menguap sambil menggeliat. Entah kenapa akhir-akhir ini ia sering mengantuk padahal semalam tidurnya sangat nyenyak."Ini sarapan dan obatnya saya taruh di sini, ya!" ucap Rena lagi. Lalu, ia kembali keluar kamar karena ada pekerjaan yang harus di selesaikannya.Helmi berjalan tertatih, tangannya bertumpu pada tembok.  Ia melakukan terapi sendirian. Dari tempat tidur ke kamar mandi saja, Helmi membutuhkan waktu yang lumayan lama, karena kakinya terasa sangat lemas."Argh, andai saja aku tak ceroboh,tak mungkin aku akan menderita seperti ini!" gerutu Helmi. Dengan penuh perjuangan, akhirnya ia sampai juga di kamar mandi.Di dapur Rena berpapasan dengan Wulan, jangankan menyapa dengan ramah, sekadar senyum pun tidak.

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Menikahlah Dengan Dia

    ****Seminggu kemudian dari kejadian Bram mengenalkan Dinda sebagai calon istrinya, kesehatan Helmi kembali menurun. Kepalanya yang sering tiba-tiba sakit dan demam tinggi sering menyerangnya malam-malam. Beruntung ia sudah mendapatkan orang yang bersedia untuk merawat serta mengurus semua keperluannya. Dari mulai makan, menyiapkan pakaian, juga hal-hal kecil lainnya."Hel, apa kamu yakin ingin mengurus Amera sedangkan kondisi kamu saja seperti ini?" tanya Wulan. Ia tiba-tiba masuk kamar dengan wajah yang kusut. Pasti gara-gara belum di kasih jatah bulanan."Terus kalau bukan kita yang urus, mau siapa lagi, Ma?" Helmi balik menatap mamanya."Ya, misal di titip di panti asuhan. Kita bisa menjenguknya kapanpun kita mau. Iya, kan?" ucap Wulan sambil menunduk.Sebenarnya ia tak enak memberi ide seperti ini kepada Helmi. Apalagi, dulu ia sangat menginginkan cucu perempuan dari Helmi. Tetapi ketika Helmi

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Calon Istriku

    *****Sore hari, Helmi pulang ke rumah. Baru saja ia sampai di ruang tamu, Wulan menyambutnya dengan bibir yang mengerucut."Hel, bagaimana kabar si Amera? Apa sudah ada kemajuan hari ini?" tanya Wulan dengan mata yang sedikit mendelik."Belum, Ma.""Harus berapa lama lagi dia di rawat di NICU? Lama-lama bisa tekor persediaan uang kita, tabungan Mama sudah mulai berkurang, loh!" sungut Wulan, tampak sedikit kesal."Sabar, ya,Ma. Kita berdo'a untuk Amera agar berat badannya cepat stabil dan bisa di rawat di rumah saja.""Pasti," sahut Wulan datar."Aku mandi dulu, ya, Ma.""Hm!"Helmi mengayuh roda kursi yang ia duduki dengan dua tangannya. Ia harus belajar mandiri, apalagi nanti kalau Amera sudah pulang ke rumah, ia harus bisa mengurus diri sendiri dan mengasuh Amera sekaligus.Helmi mengguyur tubuhnya yang terasa lengket dengan air hangat. Aroma sabun mandi yang menyegarkan menguar dari t

  • BALASAN UNTUK SUAMIKU   Ungkapan Cinta

    ****Bram tampak segar sore ini, setelah mandi dan bersiap-siap ia segera melangkah ke kamar putrinya dengan cepat."Kamu sudah siap, Laura?" teriak Bram sambil mengetuk pintu kamar putrinya yang mulai beranjak remaja."Sedikit lagi, Pa!" teriaknya dari dalam tanpa membukakan pintu untuk papanya."Huh, perempuan sama saja! Masih bocah atau dewasa sama saja, sama-sama suka lama kalau dandan!" gerutu Bram di depan pintu kamar anaknya."Papa tunggu di depan saja, ya!" "Iya, Pa."Bram berjalan ke depan dengan gontai sambil bersiul-siul. Wajahnya kali ini tampak riang tak sekusut sebelumnya, berharap apa yang telah di susun rapi dengan putrinya berjalan sesuai dengan keinginannya.Setengah jam kemudian, Laura menghampirinya sambil senyum-senyum. Dandanan Laura kali ini bikin sakit mata. Bagaimana tidak? Dia memakai rok selutut warna kuning, di padukan dengan atasan k

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status