Share

Bab 4. Korban Perampokan

Penulis: Trinagi
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-03 00:41:13

"Tolong ... tolong." Dari kejauhan terdengar suara seseorang minta tolong. Naya menatapku dengan wajah pucat pasi, nampaknya dia sangat ketakutan.

"Mas, kita harus segera pergi dari sini. Tempat ini tidak aman bagi kita." Naya menarik paksa tanganku untuk segera menjauh pergi dari sini.

Belum selesai Naya berbicara tiba-tiba datang seorang bapak tua menghampiri kami yang masih terpaku di taman kota.

"Nak, bisa minta tolong?" Seorang bapak tua dengan pakaian compang camping datang dengan tergopoh-gopoh, beliau menjumpai kami berdua yang masih kebingungan dengan apa yang terjadi.

"Insya Allah, jika kami mampu, pasti akan kami bantu," ujar Naya sambil menyuruh si bapak itu untuk duduk. 

"Saya dirampok dan ponsel untuk menghubungi anak saya pun diambil oleh mereka." ujarnya sendu.

Tubuhnya gemetar terlihat bulir bening menetes membasahi kedua pipinya.

"Apa yang bisa saya bantu, Pak?" tanyaku dengan menatap manik mata tuanya.

"Saya gak tau mau pulang kemana, Nak. Nomor ponsel anak saya pun saya gak hapal!"

Tidak mungkin juga aku mengajak dia ikut kami, sementara tempat tinggal kami saat ini saja belum jelas.

"Bapak, sudah makan?" tanyaku pada pria yang memakai baju compang camping dan baunya sangat mengganggu indera penciuman. 

"Belum. Saya tadi mau ke rumah anak saya dengan naik taksi. Turun disini sebentar tujuan saya mau berbelanja ke market, membeli oleh-oleh untuk cucu saya. Eh tau-taunya dompet saya raib semua, nasi dan oleh-oleh akhirnya gak jadi saya beli," jelasnya kemudian.

"Jadi Bapak belum makan?" tanyaku memastikan.

Sementara jam sudah menunjukkan angka 17.00 sementara bapak tua tersebut belum makan sesuap pun. Sungguh miris nasibnya.

"Belum. Setiap warung yang bapak datangi, mereka pasti mengusir. Mungkin mereka mengira saya ini perampok yang menyamar menjadi pengemis," ujar bapak yang belakangan aku mengetahui namanya Herman.

"Ya udah. Bapak tunggu disini sebentar ya?" Aku segera berlari ke arah warung nasi dan membeli dua bungkus nasi. Satu bungkus untuk pak Herman dan satu lagi untuk aku dan Naya. Kebetulan kami juga belum makan dari tadi.

Uang di dompet yang tidak seberapa terpaksa kubelikan nasi rendang karena kasihan melihat kakek itu sangat lemah. Sementara untuk kami berdua nasi putih saja sudah cukup.

Setelah membeli dua bungkus nasi dan air minum segera aku kembali ke tempat Naya dan si kakek itu berada.

Mereka berdua masih asyik mengobrol saat aku sampai di taman.

"Ini, Pak. Dimakan. Siap makan saya antar Bapak pulang," ujarku seraya menyodorkan satu bungkus nasi lengkap dengan lauknya.

"Terima kasih, Nak." Beliau meraih bungkusan dengan tangan gemetar.

"Sama-sama. Kami duduk dibawah pohon itu ya, Pak." Jariku menunjuk ke arah bangku yang berada agak jauh dari tempat kami duduk sekarang.

Aku dan Naya sengaja menjauh dari bapak tersebut, karena malu jika bapak itu melihat kami makan nasi putih hanya dengan garam saja.

"Alhamdulillah, semoga besok kita ada rejeki untuk beli nasi padang ya, Sayang." Kulirik wanitaku, dia hanya tersenyum saja.

"Tenang saja, Mas. Bulan depan kita beli ya? Tinggu Adek gajian," cicit Naya. Dia tidak menyadari bahwa buku tabungan dan ATM  sudah dikuasai oleh ibunya.

"Tapi ATM sudah sama ibu. Bagaimana Adek mau belanja?" kelakar aku.

"Oh ya ... ya. Lupa," ucap Naya sembari menepuk jidatnya. Kami pun tertawa serentak. Menertawakan nasib ini tepatnya. Kemudian terdiam tidak berkata apa-apa lagi. Sibuk dengan pikiran masing-masing.

Dari kejauhan aku melihat di bapak berjalan menuju ke arah kami, tapi tiba-tiba saja beliau terjatuh dan tidak sadarkan. Segera aku berlari ke tempak bapak Herman jatuh.

"Pak ... Pak. Bangun, Pak." Kugoyangkan tubuh bapak itu lembut tetapi tidak ada respon.

Kulihat darah mengucur deras dari kepalanya. Mungkin akibat terbentur dengan batu waktu terjatuh tadi.

"Periksa nadinya, Mas. Semoga masih berdenyut." Aku pun segera memeriksa nadi pak Herman sesuai perintah Naya.

"Ayo kita bawa saja ke rumah sakit. Jangan di lama-lamain, Mas. Takut kehabisan darah," titah Naya dengan wajah pucat. Wanitaku sangat takut jika melihat darah apalagi darah orang yang kecelakaan begini.

"Bentar ya, Mas panggil becak dulu." 

Aku berdiri di bahu jalan menunggu becak. Tidak sampai satu menit ada becak lewat dan aku menyetopnya.

"Bang, di sana ada pasien kecelakaan. Minta tolong antarkan ke rumah sakit terdekat disini." Mohonku pada pria paruh baya itu.

Setelah sampai ke lokasi kejadian, segera kami membawa bapak tua tersebut. Semoga beliau bisa terselamatkan.

"Adek yang mengurus di rumah sakit, ya. Nanti Mas menyusul. Sekarang Mas mau melapor ke kantor polisi dulu." Naya mengangguk setuju. Aku takut juga diseret ke penjara seandainya terjadi apa-apa terhadap bapak tua itu. Takut dituduh sebagai orang yang mencelakai beliau. Walaupun beliau jatuh sendiri, tapi karena tidak ada bukti yang kuat, pasti akan memberatkan aku dan Naya nantinya.

Tidak berapa jauh dari taman kota terdapat kantor pos polisi. Aku melaporkan pada salah satu anggota yang sedang berjaga disitu, kronologi bagaimana bisa berjumpa pak Herman hingga dia pingsan.

Setelah memberikan keterangan di kantor polisi, aku di perbolehkan pulang. Sekarang kasus yang dialami pak Herman sudah ditangani oleh pihak keamanan. Tinggal tunggu saja proses berikutnya.

Keluar dari kantor polisi, aku kembali menuju ke rumah sakit untuk menjumpai Naya dan juga korban perampokan tadi. 

"Bapak, apa kabarnya. Sudah enakan?" tanyaku saat berada di ruang rawat inap rumah sakit tempat pak Herman di rawat.

"Sudah baikan, Nak. Terima kasih banyak atas semua pertolongan kalian terhadap Bapak. Kalau kalian tidak ada entah bagaimana nasib bapak saat ini," ujar lelaki bertubuh gempal itu.

"Jangan ngomong begitu, Pak. Semua itu terjadi atas kehendak Allah, takdir yang mempertemukan kita," ucapku seraya duduk dibibir ranjang.

"Maafkan bapak yamg sudah merepotkan kalian berdua, Nak. Oh iya. Kalian berdua mau kemana membawa-bawa tas sebesar itu?"

"Hmmm." Aku dan Naya saling pandang. Ingin mengatakan yang sejujurnya tetapi hati ini malu. 

"Tadi kami mau mencari rumah sewa, Pak," ucap Naya sambil menarik kursi kecil disisi ranjang pasien dan mendudukkannya.

"Anak Bapak belum dikabari bahwa ayahnya sedang dirawat?" tanyaku mengalihkan pembicaraan.

"Udah ditelpon sama pihak rumah sakit. Mungkin besok menjelang subuh baru sampai ke sini," jelas lelaki berambut cepak tersebut sembari mengangkat tubuhnya untuk duduk.

"Bapak mau duduk?" tanyaku seraya membantu beliau duduk dan menyender di dinding kamar.

"Bukan, Nak. Bapak mau ke kamar mandi." ujarnya tertunduk. Tangannya masih terpasang infus sehingga menghambat gerak tubuhnya.

"Ayo, saya bantu," tawarku seraya memegang botol infus dan mengangkat setinggi kepala.

"Gak usah, Nak. Bapak masih tahan sampe Arman datang," jawabnya.

"Jangan gitu, Pak. Jangan tahan-tahan kencing, nanti kencing batu," ucapku seraya mengangkat tubuhnya dan membawanya ke kamar mandi, sementara botol infus dipegang oleh Naya.

"Bapak gak enak karena merepotkan kamu terus, Nak," ucapnya.

"Bapak tenang ajalah. Kami gak merasa di repotkan," ujarku seraya menurunkan pak Herman dari gendongan dan menutup pintu kamar mandi.

"Kalau udah siap panggil aja, Pak."

"Iya," jawabnya kemudian.

Setelah keluar dari kamar mandi, Pak Herman kembali tidur. Mungkin pengaruh obat penenang yang diberikan oleh dokter tadi sore.

Tak lama kemudian masuklah ke ruangan seorang lelaki dan dua orang wanita. Seorang wanita tua dan satu lagi masih muda, mungkin juga anaknya.

"Papa. Kenapa bisa begini!" Tangis pilu wanita berjilbab maroon pecah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab. 105. Selesai

    Tiga bulan telah berlalu. "Kak, tadi malam pak Bayu melamar kakak untuk menjadi istrinya. Beliau sangat menginginkan kakak menjadi ibu sambung bagi putra semata wayangnya," ujarku pada kakak ipar yang sedang membuat sarapan untuk sekeluarga. "Kamu jawab apa?" tanyanya seraya terus mengaduk nasi diatas penggorengan. "Bayu belum berani membuat keputusan. Semua keputusan Bayu serahkan kepada Kakak. Kan yang menjalani rumah tangga bersama pak Abdi, Kakak. Bukan Bayu," ujarku seraya duduk diatas kursi meja makan Pagi-pagi aku telah bertandang ke rumah mertua untuk menyampaikan berita gembira ini. Menurut aku sih kabar gembira. Karena akhirnya kak Melly dilamar oleh pak Bayu yang merupakan seorang perwira polisi. Setelah rumah kami selesai dibangun, kami bertiga pindah ke rumah baru. Sementara kak Melly dan ibu mertua tetap bertahan di rumah sewa, begitu juga pak Abdi. Jadi mereka tetap bertentangga sampai sekarang. "Kakak tidak mau, Bay. Kakak masih betah menjanda," jawab kak Melly.

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 104. Keinginan Aldo.

    Melly"Tante, kenapa tidak mau menikah dengan ayahku. Apa ayahku terlalu jelek sehingga tante tidak mau menjadi istrinya?" tanya Aldo memelas.Bukan aku tidak mau menjadi istri dari pak Abdi. Tapi bagaimana ya? Pak Abdi sendiri tidak pernah membahas masalah itu. Masak aku duluan yang harus nyosor beliau? Dimana harga diri aku sebagai wanita. Walaupun seorang janda aku juga punya harga diri. Tidak mudah obral sana sini."Tante tidak bisa menikah dengan polisi. Tante takut melihat lelaki berseragam coklat. Bisa-bisa Tante pipis di celana karena ketakutan," ujarku berbohong. Pak Abdi hanya melihat sekilas saja, kemudian melempar pandangannya keluar kamar hotel. "Ayah Aldo tidak jahat, Tante. Ayolah Tante menikah dengan ayah Aldo. Kalau tidak mau, Aldo bunuh diri!" Ancam bocah lima tahun itu. Kemudian dia berlari ke luar penginapan. Baru saja sampai penginapan dia sudah banyak drama, padahal capeknya saja belum hilang."Aldo!" Teriak pak Abdi seraya mengejar jagoannya yang hendak menyebe

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 103. Andre Diringkus Kembali

    "Bajingan kamu," teriak Andre. Tangannya memegang sebilah belati dan melempar ke arahku. Bersyukur tidak mengenai tubuh ini karena sempat mengelaknya. "Jangan kau harap akan keluar hidup-hidup dari sini." Ancam mas Andre dengan melancarkan tendangan demi tendangan ke arahku sehingga mengenai perut ini. Bugh Sebuah tendangan mengenai dada membuat tubuh ini limbung dan hampir saja terjatuh jika saja tidak segera aku pegangan ke dinding. Sebelum dia melancarkan kembali aksinya, para aparat keamanan sudah mengepung sehingga membuat dia tidak bisa berkutik lagi. Aku segera mundur dan polisi pun melaksanakan tugasnya. "Bedebah kau, pengkhianat. Kau menjebakku dengan pura-pura menjadi kurir. Dasar bajingan!" Segala sumpah serapah keluar dari mulut busuk mas Andre. Dia sangat sakit hati karena telah dijebak tetapi dia tidak sadar jika perbuatannya dengan menjebak aku dengan Risma lebih sakit lagi. "Kamu tidak kenapa-kenapa kan, Bay?" tanya pak Abdi. Dia bertanya dengan nafas tersengal-s

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 102. Ternyata Andre

    "Tadi malam wanita yang bernama Sofia menelpon aku. Dia mengancam akan menyebarkan foto bugil kita berdua jika kita tidak jadi menikahi!" ucapan Risma membuat emosiku naik keubun-ubun."Jadi, dalangnya Sofi?" tanyaku dan dijawab dengan anggukan oleh wanita yang telah dijebak denganku dikamar hotel itu."Kamu kenal wanita itu?" tanya Risma takut-takut."Aku gak terlalu kenal sama dia tapi setauku, Sofi sahabat dekat dengan Andre, mantan kakak ipar," beberku. Kurasa ini ada hubungannya dengan Andre. Mungkin juga dia sudah keluar dari tahanan dan pasti sedang merencanakan kehancuran aku dan Naya. Aku tidak akan tinggal diam atas perlakuan mereka itu. Akan kutuntut siapapun dia, walaupun sampai ke lobang semut. Tidak akan kubiarkan mereka bebas menikmati udara segar diluar sana."Tapi kenapa aku yang dijadikan korban disini?" tanya Risma dengan suara serak."Kebetulan saja kamu ada disitu," jawabku dengan tangan mengepal kuat, buku-buku jariku memutih sangking kuatnya. Jika ada Andre di

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 101. Pelakunya Adalah

    "Kau harus menikah dengan Bayu." titah Sopia."Kau tau sendiri 'kan. Bayu itu sudah punya anak dan istri. Aku tidak sudi berbagi suami. Aku tidak mau menjadi pelakor dalam rumah tangga orang," tandasku."Sekarang pilihan semuanya kuserahkan padamu. Menikah dengan Bayu dan namamu akan bersih. Video syur kamu akan ku hapus tetapi ... " suara Sopia terputus dan aku merasakan ada yang tidak beres dengan perkataannnya."Tetapi apa." Aku semakin penasaran dengan wanita berhati srigala ini. Yang jelas aku sudah dijebak oleh mereka."Jika kamu menolaknya siap - siap aja kamu menerima hinaan dan cacian karena foto syur kamu dengan Bayu akan aku sebarkan.""Kamu manusia paling jahat berhati iblis.""Hahaha ... sekarang kamu pilih mana. Aku tidak akan memaksamu. Semua ku serahkan kepadamu," ujar Sofia seraya memutuskan panggilannya.Aku harus mengikuti perintah Sofia sebelum foto itu disebar. Diri ini menjadi curiga kenapa bisa aku dan Bayu bisa berada sekamar hotel. Berarti Sofia yang telah mem

  • BANGKITNYA SANG MENANTU HINA   Bab 100. Siapa Pelakunya?

    "AAAAARRRRGGGGHHHH." Aku menyugar kasar rambut ini. Apa yang telah terjadi tadi malam. Kenapa diri ini bisa berada di kamar hotel bersama wanita? Siapa yang telah membawa aku berdua dengan Risma kemari?Dan ...Wanita ini kenapa tidak menolak saat dibawa ke hotel dan tidur dengan orang yang tidak dikenal sama sekali. Atau ini semua hasil perbuatan Risma? Otakku terus bertanya - tanya.Masih teringat terakhir aku minum jus orange dan aku masih sadar, sesudah itu kepala ini terasa sangat pusing dan tiba - tiba saja pandangan ikut gelap. Hmmm ... apakah ada orang yang sengaja menjebakku dengan menaroh sesuatu dalam minuman?"Aku gak mau tau. Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu terhadap aku.""Risma ... aku gak kenal kamu. Dan aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi tadi malam. Aku yakin kamu telah menjebak aku. Kamu kan yang menaruh obat dalam minumanku?" Tuduhku kepada wanita yang baru kukenal tetapi telah membuat hancur duniaku. Apa yang akan terjadi jika Naya mengetahui

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status