"Mungkin dosa dia terlalu banyak dikantor ini. Denger-denger sih, pak Andre menggelapkan uang perusahaan dan juga beliau ketauan berselingkuh."Aku tidak heran dengan informasi yang diberikan bu Mita. Diri ini sering melihat Andre menghambur-hamburkan uang. Pernah terpikir olehku, dari mana kekayaan karyawan sekelas mas Andre kalau bukan dari korupsi? "Mungkin, uang perusahaan habis untuk berfoya-foya dengan selingkuhannya atau untuk menutup mulut istri sahnya, biar gak melapor ke atasan, karena kalau ketahuan ada karyawan yang berselingkuh pasti di pecat." Ujar Mita memelankan suaranya tetapi sangat jelas terdengar di telingaku. "Betulkah begitu, Bu?" tanyaku tidak percaya.Sebenarnya bukan sekali dua kali aku melihat mas Andre check in di hotel dengan wanita simpanannya tetapi entah kenapa, aku masih juga tidak percaya mendengar berita pengkhianatan itu.Lelaki berusia tiga puluh tahun itu belum juga berubah, seharusnya dia bersyukur, sangat disayangi oleh mertuanya. Beda dengan
"Nanti akan tau sendiri siapa itu Haris." ucap pak Arman tenang."Kita ke ruang meeting." titah pak Arman seraya bangkit dari kursinya dan menuju ke ruangan meeting yang berada diujung lorong.Setelah kejadian tadi pagi aku jadi merasa malu menjadi bahan gosip karyawan dikantor. Aku melangkah canggung dibawah tatapan mata banyak orang. Namun aku berusaha tampil percaya diri.Ruang meeting seluruhnya berdinding kaca dan diisi dengan sebuah meja kayu panjang berwarna coklat mengkilap dengan dua puluh kursi di masing-masing sisi menjadi bagian utama ruangan."Pak Bayu, duduk disini. Sebentar ya, kita tunggu yang lainnya masuk semua." Pak Arman menarik kursi yang berada di kepala meja.Setahuku itu kursi untuk pemimpin rapat. Kenapa pak Arman menyuruh aku duduk dikursi tersebut? Aku tidak sanggup lagi untuk berfikir, kepala ini rasanya mau meledak saja, begitu banyak kejutan-kejutan yang aku terima hari ini.Satu per satu karyawan masuk ke ruangan meeting, tidak terkecuali mas Andre. Tata
Hari ini seharian aku habiskan waktuku di kamar untuk mempelajari berkas-berkas yang diberikan oleh pak Herman. Terlalu banyak kejanggalan dalam dokumen tersebut. Ternyata banyak kecurangan yang dilakukan mereka selama ini. Pantas saja mas Andre tidak pernah kehabisan uang. Ternyata dari sini asal uangnya lelaki yang selalu dielu-elukan mertuaku. Yang konon katanya kaya tujuh turunan. Begitulah ulah maling berdasi. Hidup selalu dipuja-puji. Berpakaian selalu rapi dan bersih. Memakai dasi, berwibawa dan selalu dihormati padahal hidup dari hasil mencuri. Gaya elit, kemana-mana memakai mobil. Gak kena panas dan hujan. Dan selalu disegani dan dihormati. Siapa sangka kerjaannya dari mencuri uang negara, sangat hina dan menurutku lebih hina dari aku yang selalu di katai sebagai benalu. Walaupun uang perusahan yang di tilep tetap juga namanya tikus. Tikus kantor ini namanya. Aku tidak main-main dalam memberantas kecurangan di perusahaan yang dipinpin pak Herman. Makanya aku harus punya bu
"Nay, ayo kita pulang. Tinggalkan laki-laki yang tidak bertanggung jawab itu." Tiba-tiba saja ibu mertua sudah masuk ke kamar tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu. Kedatangan beliau telah membuat kami berdua sangat kaget. Karena tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba saja beliau ingin menjemput Naya, istriku. "Untuk apa Naya pulang ke rumah sementara Naya punya suami, biarlah Naya disini saja. Tugas istri hanya tunduk dan patuh kepada suami. Jadi kemana saja mas Bayu pergi, Naya akan selalu ikut untuk mendampinginya, Bu." Ucap Naya berusaha membela aku sebagai suaminya. "Suami yang bagaimana sekarang yang wajib kita patuhi? Kamu menyiksa diri, Nay. Lelaki benalu seperti itu kamu bela? Naya ... Naya. Kau sudah di guna-gunai sama parasit itu. Percaya sama Ibu. Anak itu hanya menjadi sampah saja dalam rumah tangga kalian." Hinaan ibu mertua entah yang keberapa kali tetap saja ku terima dengan lapang dada. "Selama ini Naya tidak pernah merasakan jika mas Bayu sebagai sampah, Bu
"Ibu, saya berjanji akan selalu membahagiakan Naya." Janjiku pada wanita paruh baya yang telah melahirkan istriku tersebut."Jangan menggombal kamu. Emang apa yang sudah kamu berikan untuk anakku?" tanyanya dengan tatapan penuh amarah."Ibu tanya saja sama Naya. Apa yang sudah saya berikan untuknya." Kualihkan pandanganku pada wanita yang telah membersamaiku selama setahun belakangan ini."Bu, Naya sudah dewasa. Naya tau mana yang baik atau yang buruk untuk Naya. Dan Ibu lihat sendiri anak ibu bahagia hidup bersama mas Bayu," ucap Naya."Kamu sudah babak belur begitu kamu bilang bahagia, Naya? Kamu sudah kurang waras nampaknya, Nak!" cerocos mertua. Beliau mulai menyimpan semua barang di atas meja dan memasukkannya ke dalam tas."Ayo ayo pulang. Jangan melawan. Kamu harus dengar Ibu. Bentar Ibu suruh buka infus sama perawat ya?" Sesudah mengatakan itu ibu keluar dari ruangan untuk menjumpai petugas rumah sakit. Tidak lama kemudian tersengar suara beliau sedang memarahi salah satu petu
"Hmph!! Tolong!!" Walaupun mulut ini dilakban tapi aku tetap berusaha berteriak. Mana tahu ada orang lewat yang mendengar teriakanku. Walaupun itu sangat mustahil. Tapi apa salahnya berusaha. Sementara mas Bayu tergeletak tidak sadarkan diri ditanah dengan bersimbah darah. "Hphm!! Tolong!!" teriakanku rasanya sia-sia. Karena mulut ditutup lakban, suara aku pun tidak kedengaran. "Naya ... Bayu ... Tohir! Kalian dimana?" Terdengar suara seseorang memanggil namaku. "Hmph." Air mata jatuh berderai saat melihat mas Bayu sudah satu jam lebih tidak sadarkan diri. Apakah dia sudah tiada, mengingat begitu kerasnya para penjahat itu menghantam kepala lelaki yang telah membersamaiku selama setahun belakangan ini. "Bayu ..." "Naya ..." "Tohir ..." mereka terus saja memanggil-manggil nama kami bertiga. Terdengar juga suara sepatu yang sedang berpencar mengelilingi gubuk tempat dimana kami disekap saat ini. "Mungkin mereka di dalam gubuk ini, Pak." Aku mendengar seperti suara pak Arman
"Ini bayaranmu. Dan aku minta kamu segera pergi meninggalkan kota ini. Aku tidak mau kamu ditangkapa polisi dan membongkar semua rencanaku." Ujarku seraya melempar segepok uang ke arah Aris dan dia langsung saja menangkapnya. "Baik, Pak ... saya akan meninggalkan kota ini dan akan pulang kedesa. Disana saya akan membuka usaha dengan uang yang bapak berikan ini." Jawab Aris gugup karena seumur hidupnya belum pernah menerima uang segini banyaknya."Iya ... tapi kamu tunggu dulu disini, jangan keluar. Di luar masih banyak aparat keamanan yang sedang bertugas. Kamu keluar nanti aja menjelang magrib. Biasanya jam segitu mereka sedang beristirahat." Saranku pada lelaki tiga puluhan tahun itu."Baik, Pak." Jawab lelaki itu mengangguk pasti."Dan seandainya kamu tertangkap, jangan kau bawa-bawa namaku apalagi sampai mengatakan itu suruhan dari aku ya! Aku gak mau terlibat, karena kau itu sudah kuberikan uang yang banyak. Jadi tidak ada lagi sangkut paut denganmu. Dengar?" Ucapku tegas.Lelak
Pov Andre"Hari ini memang cepat pulang, Ma. Itu semua akibat ulah Bayu makanya seluruh karyawan dipulangkan. Pak Herman sangat malu karena anak angkatnya berbuat hal yang sangat menjijikkan begitu." Ujarku berbohong. Padahal aku sengaja minta izin cepat pulang hanya untuk menyampaikan berita yang aku karang sendiri. "Menjijikkan bagaimana. Maksud kamu apa, Nak?" Tanya ibu mertua dengan wajah keheranan."Bayu ... menantu kesayangan Ibu. Bikin malu keluarga kita aja. Mau ditaroh dimana lah muka kita ini. Melly gak berani keluar rumah. Malu." Ujar Melly dengan wajah cemberut. Dia sangat malu jika masalah ini sampai terdengar ditelinga para tetangga, pasti mereka akan menjadi buah bibir para tetangga."Kenapa dengan Bayu? Ada apa lagi sama anak sampah itu. Kalian kalau ngomong jangan setengah-setengah, bikin Ibu penasaran aja. Emang kalian mau Ibu mati penasaran ya?" Ujar ibu mertua kesal.Dengan wajah memerah ibu mertua bangun dan berjalan ke dapur. Nampaknya beliau sedang menuang air