Share

BAB 3

Author: Favreaa
last update Last Updated: 2025-01-01 19:08:09

Rian mengejar Yaya yang telah keluar dari kafe. Ditahannya tangan gadis itu agar tak berjalan lebih jauh lagi.

"Tunggu, Yaya. Kita belum selesai bicara," ucap Rian.

Yaya mencoba menepis tangan Rian, tapi kekuatannya tak sebanding dengan pria itu.

Sehingga dia akhirnya mengalah.

Rian mengajak Yaya duduk di bawah sebuah pohon yang berada di parkiran. Namun, gadis itu tak mau. Dia memilih tetap berdiri.

Akhirnya Rian mengalah.

"Yaya, jika aku boleh memilih, pasti aku akan memilih menikah denganmu. Aku masih sangat mencintaimu. Aku khilaf. Sekali lagi maafkan aku" ucap Rian.

"Apa kamu pikir dengan kata maaf semua akan kembali. Semua sudah terjadi, tak ada yang bisa merubahnya!" seru Yaya dengan suara sedikit meninggi.

Rian menarik napas dalam. Tak tahu harus mengatakan apa lagi. Semua stok kata seolah habis. Dia tahu, semua kata-kata yang keluar dari bibirnya tak akan bisa membuat Yaya percaya lagi. Namun, dia masih berharap jika gadis itu bisa menerima keputusannya menikahi Ellen.

"Yaya, aku ingin mengatakan siapa wanita yang telah berhasil menggodaku. Aku memang pecundang seperti yang kamu katakan. Begitu mudahnya tergoda dengan bujuk rayunya. Seharusnya aku tegas menolaknya," ucap Rian.

Kembali Yaya tertawa dengan sinis. Semua telah terjadi baru pria itu mengatakan penyesalan. Dia tak percaya lagi dengan omong kosong itu.

"Apa kamu pikir dengan mengatakan siapa wanita itu akan merubah pendapat aku tentang kamu? Jika wanita itu tau kita akan menikah, tapi tetap masuk ke kehidupanmu, itu berarti kamu dan dia sama-sama pecundang. Kalian pantas bersama!" seru yaya.

"Yaya, aku ingin kamu tau jika wanita itu ...."

"Maaf, Mas. Makanan Anda tadi belum di bayar. Anda di minta menemui atasan kami," ucap salah satu pelayan restoran.

Rian langsung menepuk jidatnya. Dia juga tak menyadari jika tadi langsung pergi padahal belum membayar apa yang mereka makan.

"Nanti aku masuk lagi untuk membayarnya. Beri aku waktu, aku mau mengobrol sebentar," jawab Rian.

"Maaf, Mas. Kami tak bisa memberikan waktu. Jika Anda ingin bicara, selesaikan dulu pembayaran. Kalau nanti Anda kabur, kami yang akan menanggung semuanya," jawab pelayan yang lain. Mereka ada tiga orang.

Pelayan kafe mungkin berpikir jika Rian sengaja minta ulur waktu agar bisa kabur. Sehingga mereka tak mau pergi dari hadapan pria itu.

"Aku tak akan kabur!" seru Rian dengan suara agak lantang.

Perdebatan antara keduanya, memberikan kesempatan buat Yaya pergi. Saat Rian berdebat, dia langsung kabur. Mendekati motornya dan melakukan dengan segera.

Rian yang mendengar suara mesin motor langsung menoleh, dan terkejut melihat Yaya yang sudah melaju. Dia lalu menggerutu dalam hati.

"Sial, gara-gara pelayan ini aku harus kehilangan kesempatan bicara dengan Yaya," umpat Rian.

Setelah melihat motor Yaya makin menjauh, akhirnya Rian terpaksa mengikuti kemauan pelayan tersebut. Berjalan menuju satu ruangan. Mungkin ruang manajer mereka.

Yaya menjalankan motornya perlahan.

Tangisan gadis itu akhirnya pecah. Dari tadi dia telah berusaha menahan air matanya. Tak ingin terlihat lemah di hadapan pria yang telah menyakiti hatinya itu.

Tiba-tiba terdengar guruh bersahutan, pertanda hujan akan turun, tapi Yaya tetap mengendarai motornya.

"Di antara sakit yang paling menyakitkan adalah menahan air mata agar tidak jatuh. Mencintai kamu itu seperti bermain hujan. Awalnya aku senang, tapi akhirnya aku sakit"

Yaya mengendarai motornya menembus hujan deras yang turun begitu lebat. Air matanya yang jatuh di pipi bercampur dengan air hujan yang membasahi wajahnya. Setiap tetesan air yang jatuh menyapu luka-luka hati Yaya yang terpendam dalam dirinya.

Terkadang, Yaya bisa merasakan setiap tetes hujan yang jatuh di atas kepalanya seperti membasuh dan menyegarkan jiwa yang terluka. la merasa bahwa hujan adalah penghibur setia yang mampu meluapkan rasa sakit yang tak terucap di dalam hatinya.

Tiap helai rambut basahnya mengingatkan Yaya akan masa saat awal dia kenalan dan pacaran dengan Rian. Rasa sakit dan kekecewaan yang seolah hilang terbawa oleh tiap tetes hujan yang membasahi wajahnya. Keheningan di bawah guyuran air hujan memberikan kesempatan bagi Yaya untuk merenung dan melupakan sejenak perasaan yang begitu membebani.

Motor yang dikendarainya semakin melaju, menerjang setiap rintangan yang terjadi di jalan. Sesekali, bahunya terasa tercengang oleh angin kencang yang bertiup dengan kekuatan. Namun, Yaya tak pernah merasa terhenti maupun lelah. la merasa motor dan hujan menjadi teman terbaiknya dalam perjalanan untuk menyembuhkan luka hati.

Setiap kilometer yang dilewatinya, semakin jauh membawa luka di hatinya terdorong pergi oleh hujan yang semakin deras. Udara yang sejuk membasahi tubuhnya membantu Yaya untuk menyadari bahwa Rian tak pantas ditangisi. Lelaki pecundang dan pengkhianat itu harus mendapatkan pembalasan yang setimpal. Hujan mengajarinya arti keberanian, bahwa dalam setiap patahan ada kesempatan untuk tumbuh kembali.

Akhirnya, Yaya sampai di tempat tujuannya. Dia menepikan motornya dan menatap awan mendung yang masih terus membasuh bumi. Teriring dengan hembusan angin, Yaya merasa bagian terdalam dari luka hatinya telah terhapus dalam keheningan hujan tersebut.

Yaya masuk ke rumah. Saat itu ayah, ibu dan adiknya sedang berkumpul. Mereka hanya menatap kedatangan gadis itu sekilas dan kembali pada kegiatan tadi.

Kehadirannya tak diharapkan mereka.

Saat Yaya ingin melangkah lebih jauh memasuki rumahnya, suara seseorang menghentikan gerak kakinya.

"Dari mana aja kamu? Pulang kerja bukannya langsung kembali ke rumah, justru pergi kelayapan entah kemana!" seru ibu tirinya.

"Pel rumah ini kalau lantainya basah karena ulahmu yang seperti anak kecil, pakai mandi hujan segala!" seru ibu tirinya itu.

Yaya tak pedulikan omongan mereka, dia dengan berlari masuk ke rumah menuju kamarnya. Tak mau hujan membuatnya sakit. Bisa besar kepala pria itu jika dirinya sakit.

Setelah mengganti bajunya, Yaya langsung mengambil undangan yang telah tercetak. Kembali dadanya terasa sesak membaca tulisan di undangan itu.

Yaya berjalan keluar kamar menuju dapur. Dia lalu membuang undangan ke tong sampah. Yaya yang ingin mengambil air minum melihat itu lalu mendekati kakaknya.

"Apa yang Kakak buang itu?" tanya Ellen dengan kaki yang terus melangkah menuju tong sampah. Melihat undangan yang terbuang itu, adiknya itu tertawa.

"Sudah aku katakan jangan percaya pada pria. Kakak aja yang kebucinan, mau-maunya membuang uang buat pria!" seru Ellen.

Yaya terdiam mendengar ucapan dari Ellen. Kata-katanya itu seolah mengisyaratkan bahwa dia tahu sesuatu tentang Rian.

"Apa kamu tau tentang perselingkuhan yang Mas Erik lakukan?" tanya Yaya.

"Tentu saja," jawab Ellen singkat.

"Apakah Kakak mengenal wanita itu?" tanya Yaya lagi.

"Sangat mengenalnya!" seru Ellen.

"Katakan siapa wanita itu, Dek?" tanya Yaya.

Siap tak siap dia harus siap menghadapi semua ini. Dengan dia menangis, keadaan tak akan berubah.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BATAL NIKAH   BAB 30

    Bima terdiam mendengar pertanyaan ibu Maura. Tak tahu harus menjawab apa. Jika berkata jujur, pasti nama Yaya yang akan jelek. Apa lagi dia sudah tahu bagaimana perilaku sang ibu tiri. Tadi Joe telah menyelidiki dengan bertanya pada beberapa tetangga mereka."Apa Nak Bima dan Yaya telah menikah?" Kembali ibu Maura mengajukan pertanyaan.Yaya yang baru datang dengan Arabella setelah mengantar makanan untuk tetangganya yang telah baik dan memberikan kabar, langsung tersenyum sinis mendengar pertanyaan ibu tirinya itu."Kenapa Ibu ingin tau, apakah itu ada pengaruhnya buat kehidupan Ibu? Menikah atau pun belum, aku tak pernah minta tolong dengan Ibu, jadi berhenti ingin tau tentang kehidupanku!" seru Yaya.Ibu Maura cukup terkejut mendengar ucapan Yaya. Dia pikir gadis itu akan diam saja seperti di rumah sakit. Dia ingin menarik perhatian Bima setelah melihat mobil dan royalnya pria itu. Buat ustad sekelas kampung saja dia memberikan uang jutaan."Jangan berkata begitu, Yaya. Walau aku i

  • BATAL NIKAH   BAB 29

    Jenazah ayah terbaring di tengah ruang tamu. Yaya masih terus menangis. Arabella yang selalu berada di samping gadis itu selalu menghapus air matanya. Sambil sesekali mencium pipinya.Banyak tetangga memandangi gadis itu. Mungkin dalam hati mereka bertanya, siapa gadis cilik yang nempel dengannya. Sementara itu Bima dan Joe duduk di halaman rumah Yaya di bawah tenda sederhana.Dengan berjalan perlahan Ellen mendekati dua pria itu. Dia membawa baki berisi dua gelas teh hangat dan kue."Silakan minum, Mas. Pasti capek perjalanan menuju ke sini," ucap Ellen dengan centilnya.Bima tak menanggapi ucapan Ellen, justru membuang muka. Hanya Joe yang mencoba tersenyum."Terima kasih," ucap Joe."Apakah Mas tak ingin masuk?" tanya Ellen. Joe menjawab dengan gelengan kepala.Saat ini jenazah sedang di mandikan. Setelah tu kembali di bawa ke ruang tamu. Saat kain kafan akan ditutup, Yaya mendekati jenazah. Dia meninggalkan Arabella sebentar. Untung bocah itu mau di tinggal."Ayah, ini terakhir ka

  • BATAL NIKAH   BAB 28

    Yaya mengangkat wajahnya dan melihat Arabella berlari mendekati. Di belakang bocah itu ada Bima dan Joe. Gadis itu merentangkan tangannya agar sang bocah masuk dalam pelukannya. Saat ini dia memang butuh pelukan walau hanya dari anak kecil. Tangis Yaya pecah saat Arabella telah berada dalam pelukannya. Membuat bocah itu ikut menangis. "Mami bohong. Mami mau tinggalin aku'kan?" tanya Arabella di sela tangisnya. "Mami ada perlu, Sayang," jawab Yaya di sela Isak tangisnya. Tadi siang, sepulang sekolah, gadis cilik itu meminta bertemu Yaya sesuai janji Oma dan papinya. Saat dibilang Yaya tak ada di perusahaan karena pulang kampung dia tantrum dan tak mau makan. Hingga malam tak juga menyentuh nasi. Akhirnya Bu Rangga, meminta sang putra mengantar cucunya bertemu Yaya. Pria itu terpaksa mencari tahu alamatnya dari file di perusahaan. Jam sepuluh malam mereka berangkat. Bu Rangga tak mengizinkan dia

  • BATAL NIKAH   BAB 27

    Yaya akhirnya mendapat izin masuk walau sebenarnya jam besuk telah selesai. Dia meletakan tas di bangku tunggu. Berjalan masuk dengan perlahan.Ketika dia masuk ke ruangan itu, dia hampir tidak bisa mengenali ayahnya. Wajahnya pucat dan lesu, terhubung dengan berbagai alat yang membuatnya tampak rapuh dan rentan. Tangis Yaya tak dapat lagi dia tahan. Air mata jatuh membasahi pipinya."Ayah, bangunlah. Aku tak sanggup melihat ayah begini. Walau ayah tak menyayangiku, itu lebih baik dari pada melihatmu begini," rengek Yaya sambil mengusap matanya yang berair.Tiba-tiba, ayahnya Yaya terlihat bergerak perlahan. Matanya yang terpejam sepertinya mencoba membuka sedikit demi sedikit. Yaya langsung mendekatinya."Ayah, maafkan aku," ucap Yaya terisak.Ayahnya Yaya tampak berusaha tersenyum. Tangannya terangkat perlahan seperti ingin bersalaman. Gadis itu meraihnya dan menggenggamnya. Dia lalu menciumnya."Maaf, karena aku baru bisa pulang," ujar Yaya dengan suara terbata karena menangis.Air

  • BATAL NIKAH   BAB 26

    Yaya akhirnya memutuskan pulang kampung. Bersyukur juga dia bisa menenangkan Arabella. Bocah itu tak merengek lagi minta ikut karena dijanjikan akan bertemu lagi besok dan seterusnya setelah pulang sekolah.Bima memberikan cuti seminggu. Kebetulan Yaya memang telah satu tahun bekerja di perusahaannya.Yaya termenung dalam bus yang membawanya pulang. Satu tahun sudah dia meninggalkan kampung halamannya. Hari raya saja dia tak pulang.Ketika hampir sampai di kampung, gadis itu menarik napas dalam untuk menenangkan gejolak dalam dadanya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Dia gugup, walau telah satu tahun berlalu luka itu belum sembuh dengan sempurna.Yaya memang memberikan nomornya pada salah satu tetangga. Tujuannya memang untuk bertanya tentang ayah. Walau sebesar apa pun kecewanya pada sang ayah, tapi tak bisa menutupi rasa cintanya.Sampai di terminal, Yaya langsung menuju rumah dengan menggunakan ojek. Dia hanya membawa tas kecil dengan

  • BATAL NIKAH   BAB 25

    Yaya menggandeng tangan bocah cilik itu menuju ke ruang kerja atasannya. Saat sampai di depan ruang itu, Yaya mengetuknya. Hingga terdengar suara sahutan barulah gadis itu masuk. Di dalam ruangan tampak Joe sedang sibuk dengan laptopnya.Gadis itu tersenyum dengan Joe dan Bima. Dia lalu mendekati meja kerja atasannya itu."Pak, Ara minta di antarkan ke ruang ini.""Ya, Yaya. Sekali lagi aku minta maaf karena telah merepotkan kamu," ucap Bima."Tak perlu minta maaf, Pak. Ara tak ada mengganggu saya," balas Yaya.Bima berdiri dari duduknya dan mendekati Arabella lalu menggendong. Yaya tersenyum melihat itu. Dipikirnya sang bocah pasti sudah mau di tinggalkan. Dia lalu pamit."Pak, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Yaya."Ya, Yaya." Bima hanya menjawab dengan singkat.Yaya lalu berbalik dan berjalan menuju pintu keluar, tapi menjelang sampai diambang pintu terdengar teriakan Arabella. Dia menangis minta ikut. Gad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status