Share

BAB 5

Author: Favreaa
last update Last Updated: 2025-01-01 19:10:34

Yaya menghapus air matanya. Dia kembali tertawa. Menertawai kebodohannya selama ini. Ayah maju dan mendekati putrinya. Memegang kedua bahu sang putri.

"Yaya, mungkin ini berat bagimu, Nak. Tapi lebih baik gagal sekarang dari pada nanti saat kamu telah berkeluarga. Cinta itu tak bisa dipaksakan. Kamu harus ikhlas melepaskan Rian untuk Ellen. Mungkin dia bukan jodohmu," ucap Ayah mencoba menghibur.

Kembali Yaya tertawa mendengar ucapan ayahnya. Apakah hanya ini yang bisa ayahnya lakukan.

"Jangan takut, Yah. Aku telah ikhlas melepaskan Rian untuk Ellen. Aku juga bersyukur karena Tuhan membukakan mataku sebelum kami menikah. Bagiku Rian tak pantas mendapatkan cintaku yang tulus. Sampah cocoknya dengan sampah!" ucap Yaya dengan penuh penekanan.

Mendengar ucapan Yaya, tentu saja Ellen tak terima. Dia dikatakan sampah, baginya ini satu penghinaan. Dia menatap kakaknya itu dengan tajam.

"Orang yang kau katakan sampah ini sedang mengandung anak dari tunanganmu. Kau yang pantas dikatakan sampah, karena telah di buang tunanganmu," balas Ellen dengan suara lantang.

Yaya bertepuk tangan mendengar ucapan adiknya. Semakin terbuka siapa Rian, semakin kuat hatinya untuk melupakan pria itu. Sudah cukup kebodohannya selama ini.

Yaya pikir selama ini dia satu-satunya wanita di hati sang kekasih. Namun, ternyata dia hanyalah salah satunya. Dia pikir selama ini dia ratunya, tapi ternyata Rian banyak selirnya.

"Hebat, sudah sejauh ini ternyata hubungan kalian. Pantas kamu kebelet kawin, karena telah berbadan dua. Semoga kau tak menyesal karena telah melakukan ini padaku. Kalian berdua, semoga tidak akan mendapatkan karma atas perbuatanmu!"

Setelah mengucapkan itu, Yaya langsung berjalan masuk ke kamar. Jika dia paksakan tetap berdiri di sana, takut pertahanannya goyah. Dia pasti akan menangis. Dia tak mau terlihat rapuh. Dia harus kuat. Rian tak pantas ditangisi.

Saat ini, Yaya justru berterima kasih karena telah dibukakan matanya. Dia dia buta karena cinta. Ternyata pria itu tak pantas dipertahankan. Melakukan perbuatan-perbuatan hina yang hanya pantas dilakukan suami istri.

Yaya terduduk di lantai kamar. Akhirnya tangisan gadis itu pecah. Merasa sendiri, tak ada tempat untuk dia mengadu.

"Duhai hati, kamu baik-baik saja'kan? Tidak seharusnya aku pertanyakan itu. Menangis saja. Tak apa menangislah. Kadang tak baik menahan emosi yang seharusnya dikeluarkan. Namun, jika bisa jangan sampai ada yang tahu kamu menangis. Mungkin Tuhan sengaja memisahkan kamu dengannya agar kamu tidak terluka terlalu dalam. Cobalah berprasangka baik atas apa yang terjadi. InsyaAllah akan manis meskipun tak bersama dia yang kamu idamkan selama ini. Barangkali di bagian bumi sana ada seseorang yang mendoakan kamu meskipun tak tahu namamu," gumam Yaya dalam hatinya.

Yaya masih terus menangis. Dia berharap ini adalah tangisan terakhir untuk pria itu. Yaya menangis, hingga dia merasa lelah dan akhirnya tertidur di lantai kamar.

**

Pagi harinya, Yaya mandi. Setelah itu tanpa sarapan dan pamitan dia pergi dari rumah. Sebelum ke kantor, dia ingin nyekar ke makam ibunya.

Yaya berencana akan meminta pindah dari perusahaan saat ini ke kota yang lebih besar. Beruntung dia telah wisuda. Selama ini gadis itu kuliah sambil kerja. Dia kuliah dengan biaya sendiri.

Yaya menyempatkan membeli bunga sebelum ke makam ibunya. Sampai di tempat, dia langsung menuju kuburan sang ibunda. Yaya jongkok di samping kuburan itu. Mengusap batu nisan yang bertulis nama ibunya.

"Bu, aku datang lagi. Mungkin setelah ini aku akan jarang mengunjungi ibu. Aku akan pindah ke kota. Apa kabar Ibu di sana. Aku doakan ibu selalu bahagia. Bu, aku sangat merindukanmu. Tanpamu hidup ini begitu sulit. Tak ada tempatku mengadu. Tapi ibu jangan kuatir, aku anak yang kuat. Aku bisa melewati semua ini. Ibu tenang di sana. Aku merindukanmu, ibu."

Tanpa bisa di cegah air mata Yaya jatuh membasahi pipinya. Sejak kepergian sang ibu, ayahnya tidak peduli lagi padanya. Apa lagi sejak dia menikah dengan ibunya Ellen.

"Ibu, saat ini putrimu sangat lelah. Bolehkah pinjam hati mu sebentar saja, Bu. Ajarkan aku bagaimana menjadi kuat seperti dirimu, Bu. Hati ini rasanya sakit sekali, Bu. Ingin sekali aku menangis di pangkuan mu dan berkata, Maaf, Bu, aku tak sekuat dirimu."

Tangis Yaya makin terdengar. Dadanya terasa sesak. Dia harus menghadapi semua seorang diri. Berharap ayah akan membelanya, tapi itu hanya angannya saja.

Cukup lama Yaya menangis. Dia lalu berdiri setelah mengirimkan doa. Rasanya berat meninggalkan makam sang ibu.

Setelah dari makam, Yaya langsung ke kantor. Sebenarnya sudah lama dia ditawari untuk kerja di kantor pusat dengan gaji dua kali lipat, tapi dia menolak karena tak mau jauh dari kekasihnya.

Di rumah orang tuanya, tampak Rian dan keluarganya duduk bersama. Ayah ingin pernikahan di percepat. Jika rencananya Yaya akan menikah satu bulan lagi, maka pernikahan Ellen dipercepat minggu depan.

"Mas, kamu datangi tempat Kak Yaya menyewa tenda dan pelaminan, katakan pernikahan dimajukan minggu depan" ucap Ellen.

"Ellen benar, Rian. Sebaiknya pernikahan kalian dipercepat agar tak ada yang curiga jika Ellen sudah hamil sebelum menikah," ujar Ayah.

"Ayah, aku tak enak jika menggunakan semua yang telah di sewa dan dibayar Yaya. Bagaimana jika pernikahan ini secara sederhana saja sesuai uang tabungan milikku," ucap Rian.

"Mas, bukankah kamu juga ikut membayar!" seru Ellen.

"Tapi lebih banyak uang Yaya. Aku malu jika menggunakan itu semua," balas Rian.

"Kenapa malu? Bukankah Yaya itu kakaknya Ellen. Dia tak akan marah. Perhitungan sekali jika dia melarang. Padahal dibatalkan juga, uang tak akan dikembalikan!" seru Ibu.

Mereka berempat berdebat mengenai pemakaian tenda dan pelaminan serta katering yang telah Yaya bayar untuk pernikahannya. Walau Rian agak keberatan tapi dia tak bisa membantah keinginan kedua orang tua.

Saat mereka sedang berunding, Yaya pulang. Dia melhat motor terparkir di halaman. Gadis itu menarik napas dalam. Dia tak boleh menghindar, nanti pasti dikira masih mengharapkan pria itu.

Yaya melangkahkan kakinya memasuki rumah, bertepatan dengan Ellen yang mengatakan jika pernikahan akan di langsungkan minggu depan.

"Aku mau pernikahan dilangsungkan Minggu depan. Ayah harus mengurus surat pernikahanku secepatnya. Bukankah ayah banyak kenalan di Kantor Urusan Agama itu?" tanya Ellen.

Dada Yaya terasa sesak mendengar ucapan Elle. Bukan karena mendengar pernikahan mereka yang akan dilangsungkan minggu depan, tapi karena mendengar jika ayahnya banyak kenalan di Kantor Urusan Agama.

Saat dia minta tolong untuk mengurus pernikahannya kemarin, ayahnya menolak dan dia terpaksa mengurus berdua dengan Rian saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BATAL NIKAH   BAB 30

    Bima terdiam mendengar pertanyaan ibu Maura. Tak tahu harus menjawab apa. Jika berkata jujur, pasti nama Yaya yang akan jelek. Apa lagi dia sudah tahu bagaimana perilaku sang ibu tiri. Tadi Joe telah menyelidiki dengan bertanya pada beberapa tetangga mereka."Apa Nak Bima dan Yaya telah menikah?" Kembali ibu Maura mengajukan pertanyaan.Yaya yang baru datang dengan Arabella setelah mengantar makanan untuk tetangganya yang telah baik dan memberikan kabar, langsung tersenyum sinis mendengar pertanyaan ibu tirinya itu."Kenapa Ibu ingin tau, apakah itu ada pengaruhnya buat kehidupan Ibu? Menikah atau pun belum, aku tak pernah minta tolong dengan Ibu, jadi berhenti ingin tau tentang kehidupanku!" seru Yaya.Ibu Maura cukup terkejut mendengar ucapan Yaya. Dia pikir gadis itu akan diam saja seperti di rumah sakit. Dia ingin menarik perhatian Bima setelah melihat mobil dan royalnya pria itu. Buat ustad sekelas kampung saja dia memberikan uang jutaan."Jangan berkata begitu, Yaya. Walau aku i

  • BATAL NIKAH   BAB 29

    Jenazah ayah terbaring di tengah ruang tamu. Yaya masih terus menangis. Arabella yang selalu berada di samping gadis itu selalu menghapus air matanya. Sambil sesekali mencium pipinya.Banyak tetangga memandangi gadis itu. Mungkin dalam hati mereka bertanya, siapa gadis cilik yang nempel dengannya. Sementara itu Bima dan Joe duduk di halaman rumah Yaya di bawah tenda sederhana.Dengan berjalan perlahan Ellen mendekati dua pria itu. Dia membawa baki berisi dua gelas teh hangat dan kue."Silakan minum, Mas. Pasti capek perjalanan menuju ke sini," ucap Ellen dengan centilnya.Bima tak menanggapi ucapan Ellen, justru membuang muka. Hanya Joe yang mencoba tersenyum."Terima kasih," ucap Joe."Apakah Mas tak ingin masuk?" tanya Ellen. Joe menjawab dengan gelengan kepala.Saat ini jenazah sedang di mandikan. Setelah tu kembali di bawa ke ruang tamu. Saat kain kafan akan ditutup, Yaya mendekati jenazah. Dia meninggalkan Arabella sebentar. Untung bocah itu mau di tinggal."Ayah, ini terakhir ka

  • BATAL NIKAH   BAB 28

    Yaya mengangkat wajahnya dan melihat Arabella berlari mendekati. Di belakang bocah itu ada Bima dan Joe. Gadis itu merentangkan tangannya agar sang bocah masuk dalam pelukannya. Saat ini dia memang butuh pelukan walau hanya dari anak kecil. Tangis Yaya pecah saat Arabella telah berada dalam pelukannya. Membuat bocah itu ikut menangis. "Mami bohong. Mami mau tinggalin aku'kan?" tanya Arabella di sela tangisnya. "Mami ada perlu, Sayang," jawab Yaya di sela Isak tangisnya. Tadi siang, sepulang sekolah, gadis cilik itu meminta bertemu Yaya sesuai janji Oma dan papinya. Saat dibilang Yaya tak ada di perusahaan karena pulang kampung dia tantrum dan tak mau makan. Hingga malam tak juga menyentuh nasi. Akhirnya Bu Rangga, meminta sang putra mengantar cucunya bertemu Yaya. Pria itu terpaksa mencari tahu alamatnya dari file di perusahaan. Jam sepuluh malam mereka berangkat. Bu Rangga tak mengizinkan dia

  • BATAL NIKAH   BAB 27

    Yaya akhirnya mendapat izin masuk walau sebenarnya jam besuk telah selesai. Dia meletakan tas di bangku tunggu. Berjalan masuk dengan perlahan.Ketika dia masuk ke ruangan itu, dia hampir tidak bisa mengenali ayahnya. Wajahnya pucat dan lesu, terhubung dengan berbagai alat yang membuatnya tampak rapuh dan rentan. Tangis Yaya tak dapat lagi dia tahan. Air mata jatuh membasahi pipinya."Ayah, bangunlah. Aku tak sanggup melihat ayah begini. Walau ayah tak menyayangiku, itu lebih baik dari pada melihatmu begini," rengek Yaya sambil mengusap matanya yang berair.Tiba-tiba, ayahnya Yaya terlihat bergerak perlahan. Matanya yang terpejam sepertinya mencoba membuka sedikit demi sedikit. Yaya langsung mendekatinya."Ayah, maafkan aku," ucap Yaya terisak.Ayahnya Yaya tampak berusaha tersenyum. Tangannya terangkat perlahan seperti ingin bersalaman. Gadis itu meraihnya dan menggenggamnya. Dia lalu menciumnya."Maaf, karena aku baru bisa pulang," ujar Yaya dengan suara terbata karena menangis.Air

  • BATAL NIKAH   BAB 26

    Yaya akhirnya memutuskan pulang kampung. Bersyukur juga dia bisa menenangkan Arabella. Bocah itu tak merengek lagi minta ikut karena dijanjikan akan bertemu lagi besok dan seterusnya setelah pulang sekolah.Bima memberikan cuti seminggu. Kebetulan Yaya memang telah satu tahun bekerja di perusahaannya.Yaya termenung dalam bus yang membawanya pulang. Satu tahun sudah dia meninggalkan kampung halamannya. Hari raya saja dia tak pulang.Ketika hampir sampai di kampung, gadis itu menarik napas dalam untuk menenangkan gejolak dalam dadanya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Dia gugup, walau telah satu tahun berlalu luka itu belum sembuh dengan sempurna.Yaya memang memberikan nomornya pada salah satu tetangga. Tujuannya memang untuk bertanya tentang ayah. Walau sebesar apa pun kecewanya pada sang ayah, tapi tak bisa menutupi rasa cintanya.Sampai di terminal, Yaya langsung menuju rumah dengan menggunakan ojek. Dia hanya membawa tas kecil dengan

  • BATAL NIKAH   BAB 25

    Yaya menggandeng tangan bocah cilik itu menuju ke ruang kerja atasannya. Saat sampai di depan ruang itu, Yaya mengetuknya. Hingga terdengar suara sahutan barulah gadis itu masuk. Di dalam ruangan tampak Joe sedang sibuk dengan laptopnya.Gadis itu tersenyum dengan Joe dan Bima. Dia lalu mendekati meja kerja atasannya itu."Pak, Ara minta di antarkan ke ruang ini.""Ya, Yaya. Sekali lagi aku minta maaf karena telah merepotkan kamu," ucap Bima."Tak perlu minta maaf, Pak. Ara tak ada mengganggu saya," balas Yaya.Bima berdiri dari duduknya dan mendekati Arabella lalu menggendong. Yaya tersenyum melihat itu. Dipikirnya sang bocah pasti sudah mau di tinggalkan. Dia lalu pamit."Pak, kalau begitu saya pamit dulu," ucap Yaya."Ya, Yaya." Bima hanya menjawab dengan singkat.Yaya lalu berbalik dan berjalan menuju pintu keluar, tapi menjelang sampai diambang pintu terdengar teriakan Arabella. Dia menangis minta ikut. Gad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status