"Indri, aku, aku. . ."Linda tergagap, bahunya bergetar karena tangis. Aku semakin heran dibuatnya."Ada apa, Lin?" tanyaku karena sejak tadi hanya isaknya yang terdengar sedangkan aku harua segera pulang kalau tidak aku tidak akan dapat angkot untuk ke kosan."Maafkan aku, Ndri." lirihnya di sela isak tangis."Iya, aku maafkan. Maaf, Lin. Aku harus segera pulang, ada Zaki yang menungguku." putusku ingin mengakhiri ini semua. Indri mendongak, menatapku masih dengan mata berair."Aku, aku hamil anak Bagus, Ndri!" Duar! Bagai tersambar petir aku mendengar pengakuannya. "Hah?!" pekikku dengan mata melebar."Maafkan aku, Indri!" isaknya kembali terdengar, wajahnya menunduk dalam.Tunggu! Apa dia bilang tadi? Hamil anak Bagus? Itu artinya mereka? Astaghfirullahhalazim! Aku menelan ludah susah payah, air mata yang tadi entah ke mana, sekarang tiba-tiba mengalir membasahi kedua pipiku. Lemas seluruh persendianku, seolah kedua kakiku tak mampu untuk menopang bobotku sendiri."Jadi, benar se
[Alhamdulillah, Ibu sudah menemukan mantu idaman. Lalu, bagaimana dengan Linda, yang katanya sedang hamil anak Mas Bagus?]Beberapa detik, akhirnya pesanku centang dua dan langsung warna biru karena memang Ibu mertua terlihat tengah online. Lalu, tulisan online itu segera berubah menjadi mengetik. Ah, penasaran aku dibuatnya. Kira-kira apa tanggapan Ibu mertua? Satu pesan masuk dari kontak Ibu, buru-buru aku buka saking penasarannya.[Gak usah nebar fitnah! Hubungan Bagus dengan Linda sudah berakhir lama.][Ririn inilah calon menantuku, menggantikan kamu!][Mereka sudah pacaran 4 bulan ini.][Awas kalau karena fitnahanmu ini, rencana pernikahan mereka gagal.]Pesan beruntun masuk dari kontak yang sama, aku terkejut dengan reaksi dan balasan Ibu mertua. Jadi, mana yang benar? Linda berhubungan dengan Mas Bagus sudah 8 bulan dan sekarang sedang hamil. Sedangkan pengakuan Ibu mertua, hubungan Mas Bagus dengan wanita bernama Ririn ini sudah 4 bulan dan akan segera menikah. Ya Allah, Bag
Sesaat telingaku berdenging dan mataku berkunang, tapi hanya sebentar saja sebab rentetan makian segera terdengar nyaring."Munafik kamu, Ind! Aku pikir kamu benar-benar manusia berhati malaikat, nyatanya hatimu busuk! Kupikir semua ucapanmu kemarin karena kamu memang peduli, nyatanya hanya topeng agar namamu semakin terlihat bersinar. Mulutmu jahat, Ind! Kau ceritakan ke orang-orang kalau aku adalah selingkuhan suamimu, bahkan kamu juga ceritakan kalau kami berciuman. Sadar Indri, sadar! Kamu sudah diceraikan sama Bagus!" makinya lantang dan tangannya menunjuk-nunjuk wajahku, air mata berurai di kedua pipinya. Hal ini sontak membuat semua pasang mata terbelalak mendengar kenyataan bahwa aku dan Mas Bagus sudah bercerai. Kulihat Mbak Nurul pun tak kalah terkejut, ia sampai membekap mulutnya sendiri dengan mata yang masih melebar sempurna."Sialan kamu, Ind! Sekarang semua orang mengecapku sebagai pelakor, puas kamu, hah?!" jeritnya lagi semakin kalap, bahkan dia dengan brutal mendor
Aku dan Mbak Nurul harus pulang lebih lambat karena masih menyelesaikan beberapa potong lagi. Akhirnya beberapa teman turut membantu agar cepat selesai dan bisa pulang barengan."Ind, kamu hutang cerita sama kami. Pokoknya setelah ini jangan pulang dulu, kamu cerita dulu biar kami gak kebawa mimpi!" todong Mbak Nurul saat pekerjaan telah selesai dan kini kami tengah beres-beres pulang."Iya, Mbak Ind, daripada kami hanya dengar dari gosip yang beredar saja lebih baik kami tanya langsung pada sumbernya." timpal Jumiatun mendukung Mbak Nurul. Ada juga Mbak Yanti, Mbak Yesi dan Mbak Sumi ikut bergabung, merka kompak mengangguk bersama."Gimana kalau kita mampir ke bakso sebelah, sambil cerita sambil makan gitu?" usul Mbak Yesi semangat."Kamu yang bayarin, Yes?" tanya Mbak Sumi."Oralah, bayar dewe-dewe!" sahutnya diiringi tawa."Huuu!" sorak Mbak Sumi sambil melemparkan potongan kain ke arah Mbak Yesi. Hal kecil yang memancing tawa kami, sebagai penghibur dikala yang lain sudah pada pul
Hari ini, Zaki kubawa ke daycare karena Budhe Win akan ke pasar dan tak mungkin membawa Zaki turut serta. "Zaki ... Selamat datang kembali!" sambut Maryam, salah satu pengurus daycare kelas strawbery (anak usia 6-12 bulan). Ada sekitar 15 anak rentang usia itu dengan 5 pengasuh. Dan Zaki ada dalam pengasuhan Maryam sebagai penanggung jawab bersama dua anak lainnya, satu perempuan berusia 6 bulan, satu lagi laki-laki berusia 11 bulan.Daycare milik perusahaan ini sangat dibatasi jumlah anaknya karena keterbatasan pengasuh juga tentunya. Dan alhamdulilah, Zaki menjadi anak yang beruntung masuk ke sini, meski biaya bulanannya juga lumayan mahal. Lebih mahal dibanding dengan membayar orang secara pribadi menurutku, hanya saja jika di sini kami para ibu bisa datang setiap jam istirahat dan menghabiskan waktu bersama.Ada 4 kelas dengan pengelompokkan berdasarkan usia masing-masing dengan jumlah anak antara 10-15 anak saja. Semua kebutuhan termasuk susu masih dari kami para orang tua, di s
Seketika tubuhku bergetar hebat, benarkah yang kudengar ini? Allah ... Linda? Ada apa ini?"Be-benarkah, Mbak?" gagapku menatap Mbak Nurul dan Mbak Yesi bergantian. Mereka mengangguk pasti."Tadi, dia nyariin kamu ke kantin, lalu dia titip ini." ujar Mbak Nurul lalu menyerahkan kertas yang kutebak adalah surat.Tanganku bergetar menerima kertas itu, benarkah Linda sudah merencanakan kejadian ini? Air mata seketika tumpah begitu saja, lepas dari hubungan Linda dengan Mas Bagus di belakangku, dia adalah temanku sejak awal masuk ke pabrik ini. Meski tidak bisa dibilang teman dekat, tetapi hubungan kami baik selama ini selayaknya teman.Ingin kubuka kertas itu sekarang, tapi Mbak Nurul melarangnya. Karena pekerjaan kami menanti dan bel sudah berbunyi sejak 10 menit yang lalu. Kami gegas kembali ke ruang produksi, kejadian ini tidak mempengaruhi pekerjaan kami.Walau pikiranku sedikit terusik dengan kejadian ini juga penasaran akan apa isi kertas yang diberikan Linda padaku, akhirnya aku b
Kupandangi wajah pucat wanita yang kemarin pagi masih memakiku di hadapan ratusan karyawan pabrik itu lekat, matanya terpejam. Namun, rautnya tak bisa menyembunyikan beban yang ia tanggung sebelum nafasnya berhenti. Sungguh, hatiku tak ada dendam dengannya. Marah pun tidak. Aku hanya tak habis pikir bahwa ia memiliki pikiran pendek sehingga nekat melakukan itu. Kalau saja dia datang padaku, aku tak segan membantunya. Namun, ya, sudahlah, itu jalan yang ia pilih."Selamat jalan, Linda. Aku sudah memaafkan semua kesalahanmu padaku. Lillahi ta'ala, aku maafkan dengan ikhlas." ucapku di hadapan jenazah Linda yang sudah terbungkus kain kafan dan tertutup kain jarik menyisakan wajahnya saja yang masih boleh dilihat sebelum benar-benar tertutup.Satu kebiasaanku ketika bertakziah, aku harus melihat wajah si mayit agar tidak terbayang-bayang. Apalagi mayit yang aku kenal selama hidup, dan beruntung jenazah Linda masih boleh dilihat meski dari rumah sakit sudah dikemas rapi.Kututup kembali w
Indri Kartika Sari, satu nama yang selama 5 tahun ini menemaniku. Dia tak cantik, tapi manis. Kulitnya tak putih, tapi cantik tanpa polesan. Dia santun, lembut tutur bahasanya. Ramah, mudah bergaul tetapi tetap menjaga batasan terhadap lawan jenis. Dia lembut hatinya tetapi pekerja keras dan mandiri. Dia penurut dan tak banyak menuntut, itulah yang membuatku jatuh cinta padanya.Berawal dari interaksi antara mekanik dengan operator kemudian kami kian dekat dan semakin dekat. Hingga di bulan ke 4 kedekatan kami, aku utarakan niatku untuk melamarnya."Kalau Mas serius, datanglah pada Bapak. Jawaban Bapak berarti jawabanku."Begitu jawabnya kala kuutarakan niatku melamarnya. Kusetujui persyaratannya, akhirnya kutemui keluarganya di Banyu Biru sana. Akhirnya, mereka menerima lamaran tidak resmiku dan meminta keluargaku untuk datang melamar secara resmi.Namun, sebelumnya kubawa dia ke keluargaku di Karang Jati. Ibu dan kakak perempuanku menolak keras sedang Bapak dan adikku menerima denga