"Anakku, Setyadanu Adimas Budianto bin Rudi Budianto. Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandung saya, Indri Kartika Sari binti Suyatno Martorejo. Dengan mas kawin seperangkat alat sholat, set perhiasan emas seberat 60 gram. Uang tunai senilai tiga puluh juta seratus dua puluh tiga ribu dan sebuah rumah lengkap dengan isinya dibayar tunai!""Saya terima nikah dan kawinnya Indri Kartika Sari binti Suyatno Martorejo dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!""Sah!"Sah!"Alhamdulillah ... "Lantunan hamdalah menggema di ballroom The Wujil Resort and Convetions yang keluarga Danu sewa untuk mengadakan perhelatan mewah akad dan resepsi pernikahan Danu dan Indri. Usai kata sah terucap, Indri menangis haru. Meski ia sangat bahagia, tak dapat ia pungkiri ada rasa takut menelusup di relung batinnya yang terdalam. Kegagalan di masa lalu sedikit banyak memberinya rasa trauma dan ketakutan tersendiri dalam menjalani biduk rumah tangganya yang baru kelak. Akankah, dia berhasil sampai
Di sebuah ruang gelap, lembab dan pengap, seorang lelaki terbaring nyaris tanpa alas. Sarung teramat lusuh yang telah lecek, kotoran bercampur nanah dan darah yang telah mengering menguarkan aroma yang membuat perut bergejolak. Jari jemari di kedua kakinya nyaris tak lagi tersisa akibat membusuk hingga terlepas satu persatu, tubuh yang tinggal tulang berbalut kulit saja membuatnya tak mampu menegakkan tubuhnya sekedar untuk duduk.Terlebih, rasa nyeri dan sakit luar biasa di area kemaluannya, yang terus membengkak dan mengeluarkan darah serta nanah yang tak henti menambah penderitaan di setiap hembusan nafasnya.Merintih, mengerang, menjerit lalu meratapi buruk nasibnya hingga ia sangat berharap bahwa kematian segera menjemputnya, tapi sayangnya sang malaikat maut seolah enggan mendekatinya. Membiarkannya mengalami kepedihan sampai kata taubat itu keluar dari mulutnya.Dialah, Edo. Sang penjahat kelam*n, sang predator, germ* dan entah sebutan apalagi yang pantas tersemat untuknya."D
Minggu berganti bulan, sudah hampir 5 bulan berlalu sejak pernikahan super mewah Indri dan Danu digelar. Bagus, semakin sadar diri bahwa dia harus menepi. Tak ada setitikpun harapan bisa kembali membersamai ibunda Zaki, sang mantan istri."Gus, kamu enggak mau buka hati untuk wanita lain?" tanya Santi pelan saat mereka usai makan malam."Untuk sekarang ini enggak, Mbak. Aku hanya mau fokus kerja, kita masih banyak kebutuhan terutama untuk kesembuhan Ibu." sahutnya pelan namun tegas."Iya, sih, tapi jangan lupakan kebahagiaan kamu sendiri, Gus. Mbak pun punya penghasilan walau hanya cukup untuk makan, jadi jangan kamu pikul sendiri beban keluarga ini," tukas Santi mencoba membujuk adik kesayangannya untuk mencari pendamping hidup.Bukan ia tak mau mengurus keperluan sang adik, tetapi ia sangat paham bahwa ada beberapa kebutuhan yang tidak bisa ia lakukan seperti selayaknya pasangan. Dan ia paham betul bahwa adiknya butuh pendamping hidup."Jujur aku takut, Mbak, ada rasa tidak percaya
Tiga tahun kemudian ..."Yeeeeyy ... Selamat ulang tahun kakak Zaki!"Seru semua orang yang menghadiri acara ulang tahun ke-5 dari putra Indri bernama Danindra Alzaki Maulana. Pesta meriah dengan tema Super Mario yang merupakan tokoh kartun favorit sang putra.Di samping kanan sang pemilik acara, ada sang bunda, Indri lengkap dengan Papa Danu dan adik kecilnya bernama Zivara Alzahira Maleakhi yang baru berusia 6 bulan. Di samping kiri ada ayah Bagus beserta Mama Via yang tengah mengandung calon adik keduanya yang masih 7 bulan dalam kandungan.Mereka semua berdiri di belakang sebuah kue besar dengan banyak lilin di sana. Aneka hadiah dan tumpukan kado pun tak luput memenuhi meja kanan dan kiri kue tersebut.Semua nampak gembira, tersenyum bahagia merayakan pertambahan usia Zaki sang putra mahkota. Semua kompak mengenakan busana bernuansa merah dan biru.Pesta meriah di salah satu restoran mewah di kawasan Ungaran selatan itu mengundang seluruh keluarga dari pihak ibu maupun ayahnya.
"Indri!!! Anakmu berisik sekali!! Angkatlah cepat!" Aku yang tengah mencuci di kamar mandi sontak berdiri, lalu tergopoh menghampiri sumber suara yang memekakkan gendang telingaku. Sang pemilik suara yang tak lain adalah suamiku sendiri tengah menatap kedatanganku dengan raut wajah kesal dan mata melotot karena kesenangannya terganggu.Tidak, bukan wajah marah itu perhatianku. Tapi, suara melengking dari putraku yang tergeletak tak jauh dari tempat suamiku duduk. Putraku yang tengah belajar berdiri itu tergeletak dengan menangis kencang. Tubuhnya terlentang tak jauh dari meja di depan suamiku duduk.Segera aku menghampiri putraku, betapa murkanya aku ketika melihat kening putraku benjol membiru. Tak jauh dari kepalanya, kotak tisu tergelak. Segera aku angkat dia dan membawanya ke dalam pelukanku. Saat kuraba kepala belakangnya, semakin mendidih darahku saat tanganku merasai benjolan serupa. Entah bagaimana putraku terjatuh tadi? Yang membuat amarahku memuncak adalah suamiku yang ada
"A-apa maksudmu, Ndri?Ibu mertua dan Mas Bagus tertegun, mungkin tak menyangka aku akan seberani ini mengatakan hal itu. Mas Bagus tergagap, tapi tidak dengan Ibu mertua."Heh, kamu kira kamu ini siapa? Rumah ini sudah dibayar suamiku untuk 5 tahun, dan baru berjalan 2 tahun. Jangan sok berkuasa di rumah ini!" hardiknya dengan menunjuk wajahku.Kupejampkan mata ini, menarik nafas besar menghadapi mertua ajaib satu ini. "Oke baiklah, kalau begitu biar saya saja yang keluar dari rumah ini. Saya kembalikan anak Ibu tanpa kurang satu apapun." tegasku menatap Ibu mertua lalu beralih pada suamiku."Hanya, setelah ini. Kembalikan aku dengan cara baik-baik seperti dulu kamu memintaku juga dengan cara baik-baik. Biarpun aku orang miskin, tapi aku masih punya orang tua lengkap. Dulu, kamu yang datang pada Bapak memintaku jadi istrimu, sekarang jika sudah tak menginginkan aku lagi maka kembalikan aku pada Bapakku dengan cara yang baik pula." tegasku tanpa ragu. Sudah, cukup sudah selama ini ak
Hanya butuh waktu 20 menit saja, kini aku sudah berada di kosan milik keluarga Retno. Dia menyambut kedatanganku dengan gembira, di kosan inilah untuk pertama kalinya dulu aku tinggal setelah diterima bekerja di garment yang lama sebelum menikah dan pindah kerja ke tempatku bekerja sekarang."Zaki. .sini sama Tante!" pekiknya girang menyambut putraku yang sedang lucu-lucunya itu. Beruntung, Zaki adalah tipe bocah yang ilon (tidak takut orang dan mudah diajak siapa saja).Zaki sudah berpindah dalam gendongan gadis cantik seumuranku tapi masih lajang itu. Terdengar gelak tawa serta celotehnya saat Retno mendusel-dusel pipi gembulnya.Selagi Zaki ada sama Retno, aku segera membantu pak supir menurunkan barang-barangku ke teras kos-kosan 3 lantai itu. Usai membayar, mobil itu berlalu meninggalkan aku dan Retno di sini."Kamu nempatin yang di ujung itu, ya, Ndri. Soalnya kamar kamu dulu ada penghuninya." ujar Retno dengan menunjuk satu kamar di ujung dekat tangga. Aku mengangguk setuju, ta
"Jawab, Indri! Di mana kamu?" bentak Bapak lagi, aku yakin saat ini beliau tengah murka. Aku memejamkan mata menikmati perihnya luka dalam hati ini. Menarik nafas besar, mencoba tenang menghadapi amarah Bapak. Aku yakin, Bapak hanya termakan hasutan Mas Bagus atau Ibu mertua saja."Assalamualaikum, Bapak. Indri dengar apa yang Bapak ucapkan, kok. Tidak perlu keras-keras juga, takut darah tinggi Bapak kambuh." sahutku pelan, sekuat tenaga menekan suara agar tak semakin keras terisak."Bapak tanya Indri ada di mana, kan? Indri ada di kosan Pak Suradi, tempat yang sama seperti kala dulu setiap Sabtu siang Bapak jemput dan Senin pagi Bapak mengantar Indri. Indri tidak ke mana-mana, Pak." suaraku semakin bergetar tak sanggup lagi untuk tidak menangis mengingat betapa Bapak dulu rela datang jauh-jauh dari Banyu Biru untuk menjemputku kala libur kerja. Tidak naik motor atau mobil, melainkan naik angkutan umum demi memastikan anak perempuannya ini baik-baik saja."Ndri-" suara Bapakpun melun