Bab 7

Jack menatap Lily dengan nanar melihat genangan air di mata wanita itu.

“Jangan lancang Tuan Greenwood!”

“Aku … aku hanya terlalu bahagia mengetahui jika Dean—“

“Cukup!” Lily menyela, menahan diri untuk tidak menangis di hadapan Jack yang benar-benar rmembuatnya muak.

“Dean bukan putramu saat kau mengkhianati hubungan kita dulu!” Lily menegaskan ucapannya.

Jack menunjukkan rasa sesal, ingin memegang tangan Lily, lebih dulu dia menghindar.

“Jangan menyentuhku! Kau tidak berhak untuk itu!” sentak Lily.

Jack menghela napas napas pelan, mengangguk samar, tidak akan melakukan itu.

“Maafkan aku. Sungguh, setelah kepergianmu aku mencoba mencarimu selama ini. Aku tidak tahu jika kau sedang hamil—“

“Apa bedanya dengan itu? Kau tahu pun tidak akan mengubah keputusanmu. Jangan pernah mengusikku lagi, Jack! Dean tahu ayahnya sudah mati.”

Jack menggeleng. “Aku akan memperbaiki ini. Aku tahu kau tidak akan memaafkanku dengan mudah. Setidaknya, beri aku kesempatan untuk jadi ayah yang baik.”

Lily tertawa sumbang. “Di mana kau selama lima tahun ini? Kau tidak pernah ada saat aku melewati masa-masa sulit. Dean tumbuh besar tanpa seorang ayah selama lima tahun. Semudah itu kau datang lalu mengakui sebagai ayahnya? Jangan bermimpi!”

Jack tak bisa berkata-kata, semua perkataan Lily tak bisa ia sangkal.

“Aku minta maaf. Sungguh! Saat itu aku harus melakukannya. Meski menikahi Selena, aku tetap mencintaimu. Selena tidak pernah bisa menggantikan posisimu di hatiku!”

Lily tertawa miris. “Aku tidak perlu mendengarkan itu. Bukan urusanku kau mencintainya atau tidak. Aku hanya minta satu hal darimu, jauhi putraku!”

Lily berdiri di samping pintu, menatap dengan sorot tegas.

“Silakan pergi dari sini! Masih banyak pekerjaan yang harus kulakukan.”

Enggan untuk bertatapan dengan Jack, Lily mengalihkan pandangan ke arah lain.

Jack mendesah pelan. Saat ini Lily sedang dalam keadaan emosi dan ia harus sedikit bersabar. Butuh waktu baginya memulai semua lagi dari awal dan memohon Lily memaafkannya.

“Aku akan pergi dan kembali lagi setelah kau merasa lebih tenang.”

Lily tak menjawab, menekan emosinya sampai memastikan kepergian Jack.

Pijakan Lily melemah, bersandar di dinding dengan menumpahkan air mata yang sejak tadi ditahannya.

Kedua bahunya bergetar mengingat ucapan Jack ingin diberi kesempatan menjadi ayah yang baik.

“Kau berkata seolah itu mudah bagimu. Lima tahun Jack, lima tahun aku berusaha untuk menjalani hidup lebih baik. Kenapa malah membuat luka itu kembali terbuka? Aku membencimu. Benar-benar membencimu!”

Rose mendekat, menatap iba pada sahabatnya lalu memberikan pelukan hangat padanya.

“Aku turut prihatin dengan situasimu, Ly. Antara ingin marah dan sedih, kau harus memikirkan cara menghadapi situasi ini tanpa menyakiti Dean. Kau bukan wanita lemah. Selama lima tahun ini Dean menjadi penyemangat dan kekuatanmu.”

Lily melepaskan pelukannya, mengusap air mata dengan punggung tangan.

“Aku tahu. Aku takut, jika Dean tahu … semua akan berubah. Bagaimana nanti orang-orang tahu siapa Dean dan malah menjadikannya sasaran cibiran? Kau tahu seperti apa istrinya. Wanita itu tidak akan membiarkan putraku merusak kebahagiaannya. Harusnya Jack memikirkan itu! Ia selalu saja egois dan ingin semua hal sesuai keinginannya.”

Rose mengembuskan napas pelan, menepuk pundak Lily dengan lembut.

“Aku juga takut hal itu akan berdampak buruk bagi Dean. Seharusnya jika Jack ingin melihat kau dan putranya bahagia, ia tidak lagi mengusikmu.”

Lily mengangguk, menarik napas panjang untuk membuatnya tenang.

“Aku takkan biarkan hal buruk terjadi pada Dean. Lebih baik Dean tahu ayahnya sudah mati. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksinya saat tahu ayahnya masih hidup.”

“Ayo keluar! Pelangganmu sudah menunggu. Alihkan pikiranmu sejenak dengan melayani para pengunjung yang datang. Kau harus tetap semangat dan jangan sedih lagi.”

Lily lantas beranjak bersama Rose, senyum Lily tersemat melihat pelanggan yang memesan kuenya sudah berdiri memunggungi menunggu beberapa saat lalu.

“Maaf aku membuatmu menunggu!”

Lelaki itu berbalik, mengulas senyum hangat seraya berkata, “Belum lama. Aku tidak sabar ingin melihat kue pesananku.”

Lily mengangguk, mengambil kotak kue yang sudah dia siapkan sebelumnya.

“Aku yakin anakmu akan senang melihat ayahnya memberikan kue kesukaannya.”

“Hei! Aku belum menikah, ini untuk keponakanku,” serunya diselingi tawa ringan.

Lily tersenyum, senyum yang menawan di mata lelaki itu.

“Aku juga belum memperkenalkan diriku.”

“Ini kartu namaku.”

Lelaki itu memberikan pada Lily diambilnya dengan ramah.

CEO Century Group. Arios Alexander.

 “Aku Lily James. Senang berkenalan denganmu, Tuan Alexander!” Lily mengulurkan tangan.

Arios dengan senang hati menyambut uluran tangan itu.

“Panggil saja aku, Arios!”

***