Share

BAB 3. STORY WA

Seusai mandi dan berganti pakaian, aku kembali bergabung dengan Mas Bayu dan Ibu yang masih asyik mengobrol di ruang tamu. Kami saling bercerita ke sana kemari , sekedar untuk mengakrabkan diri. Maklum, hanya selang satu bulan setelah menikah, aku langsung berangkat ke kota. Baru hari ini kami bertatap muka lagi setelah hampir setahun tak bertemu. 

Beberapa lama berbincang, aku pamit ke kamar untuk istirahat. Rasanya badan masih pegal semalaman di perjalanan.

Sesampainya di kamar, aku langsung menyambar ponsel dari atas nakas lalu menjatuhkan bobot di atas pembaringan. Sambil rebahan, iseng-iseng aku membuka W* sekedar untuk melihat story teman-teman.

Mataku tak berkedip menatap layar ponsel saat melihat story W* Mbak Nilam. Sebuah foto bayi dengan caption ‘Duh senangnya yang habis di gendong papa, tidur yang nyenyak ya sayang, nanti malam giliran mama’.

Aku mulai membatin. “Tadi Mbak Nilam bilang suaminya lagi kerja, kok sekarang story-nya kayak gini?” 

Tak mau terus dihantui penasaran, aku segera bangkit lalu keluar kamar, berniat kembali ke rumah Mbak Nilam, sekalian mau kasih amplop. Tadi kelupaan saking risinya melihat tingkah tetanggaku itu.

“Mau ke mana, Dek? Katanya mau istirahat?” tanya Mas Bayu saat aku melewatinya. 

“Ke rumah Mbak Nilam, tadi lupa amplopnya belum di kasih,” jawabku jujur, 

“Aku ikut ya,” 

“Enggak usah, Mas. cuma sebentar kok,” tolakku.

“Oh,” 

Aku kembali mengayunkan langkah tanpa menanggapi ucapan Mas Bayu yang hanya ‘oh’ saja. Entah kenapa aku sangat penasaran dengan story W* tetanggaku yang satu ini.

**** 

“Mbak Nilam,” lanjutku setelah mengucap salam dan mengetuk pintu rumahnya tiga kali. 

Selang beberapa saat, pintu rumah terbuka. Tampak Mbak Nilam masih mengenakan pakaian yang sama. Dia langsung mempersilakan aku masuk. Tanpa menunggu lama, aku pun mengiyakan ajakannya.

Pandanganku mengitari seluruh sudut ruangan, mencari-cari sosok suami si pemilik rumah. Namun, aku tak menemukannya. 

“Ada apa, Lin?” tanya Mbak Nilam setelah kami duduk. 

“Emmm, ini Mbak, tadi lupa kasih buat beli susu anaknya,” sahutku sembari menyerahkan amplop. 

Sudah menjadi tradisi di kampung ini, jika ada warga yang melahirkan, para tetangga akan memberi sumbangan seikhlasnya. Bisa berupa uang, kado ataupun bahan makanan. Karena lahirannya sudah hampir dua bulan yang lalu, Aku pilih kasih uang saja. Menurutku ini lebih praktis. 

“Ah, jadi merepotkan. Terima kasih ya,” ujarnya sembari menerima pemberianku. 

“Sama-sama, Mbak. Suami Mbak Nilam mana?”

Setelah mengumpulkan sedikit nyali, aku memberanikan diri menanyakan suaminya. Sebenarnya enggak enak juga sih, tapi daripada penasaran. 

“Lo, kan aku sudah bilang lagi kerja,” jawabnya kemudian.

Seketika aku langsung terperanjat saat mendengar ucapan Mbak Nilam. Jika suaminya belum pulang, apa maksud dari status W*-nya?

“Tapi kok status W* Mbak Nilam kayak gitu?” tanyaku semakin penasaran.

“Oh, itu. Lagi kepingin saja. Memangnya kenapa?” ucapnya santai.

“Lagi kepingin bagaimana mana maksudnya? Bukannya tadi yang bopong bayinya Mbak Nilam kan Mas Bayu, Kenapa Mbak bikin status begitu?” protesku. Aku tak lagi bisa menyembunyikan kecurigaan yang tengah mengobrak-abrik perasaan. 

“Suka-suka aku dong! Aku yang bikin status kenapa kamu yang sewot?” sahutnya dengan mimik wajah yang sulit kutebak.

Mendengar jawaban darinya, sebisa mungkin aku menahan gelombang kemarahan yang tengah menggulung-gulung di hati. Ingin rasanya melampiaskan, tapi tak punya cukup bukti

“bukannya begitu Mbak, tapi kan enggak baik. Takutnya malah memantik pertengkaran dalam rumah tanggaku,” ujarku berusaha meredam emosi. 

“Sudah. Kamu enggak usah ngatur-ngatur aku. Lagian siapa yang suruh kamu lihat story-ku?” 

Deg! 

Tutur kata Mbak Nilam yang menohok berhasil membuatku terdiam. Tadi pas datang sama Mas Bayu, dia terlihat ramah. Kenapa sekarang malah jadi ketus begini?

Sesaat, hening terjadi antara kami. Tak ada sepatah kata pun yang terucap. Hanya deru napas masing-masing yang terdengar tak beraturan. 

“Maaf, aku mau mandi. Kalau nanti kamu keluar jangan lupa tutup pintunya yang rapat,” pungkasnya dengan nada ketus.

Lagi. Aku kembali terperangah dengan ucapan Mbak Nilam. Secara tidak langsung dia mengusirku. Meski terkesan halus, tetap saja ini memalukan. 

“Aku pulang sekarang saja deh, Mbak. Maaf sudah  mengganggu,” ucapku menahan malu.

Dengan terburu-buru aku beranjak keluar dari sini tanpa menoleh pada Mbak Nilam. Enggak nyangka aku akan diperlakukan seperti ini, padahal aku datang baik-baik.

“Awas kamu, Mbak! Jika sampai aku menemukan bukti, kupastikan kamu akan menyesal!” gumamku dalam hati.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Teten Devans
terlalu bego mlh lgs maen serobot aja....dipikir dl trs cr bukti bkn lgs maen nyelonong nanya...maen elegan gt lho
goodnovel comment avatar
natsume dy
kesel sama lin..napa g di cari bukti dulu sih main marah2 ajah ...
goodnovel comment avatar
Tukang nulis
kok kesel ya..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status