Share

ASAL USUL

Author: Putri putri
last update Last Updated: 2024-04-16 12:48:40

“Ih, hidungnya mirip Zahra, bibirnya juga,” ucap salah seorang tetangga yang kini tengah berkunjung ke rumah Pak Sarip.

“Tapi wajahnya enggak mirip banget sama Zahra, mirip siapa, ya?” timpal yang lain.

“Ya mirip Bapaknya lah, orang namanya bikin anak ya berdua. Lahirnya kalo enggak mirip Ibunya ya mirip Bapaknya. Iya enggak, Ra?” jawab Bu Seli yang juga ikut datang.

Zahra hanya terdiam tak menanggapi omongan para tetangganya. Baginya percuma saja menjawab, toh ia tahu mereka datang untuk mencibirnya.

Rumah Pak Sarip yang semula sepi karena selalu ditinggal bekerja di sawah kini menjadi ramai. Para sanak saudara dan tetangga berbondong-bondong datang untuk menengok bayi yang dibawa pulang Zahra. Banyak yang mencibir namun ada juga yang merasa kasihan dengan nasib Zahra.

Zahra dan Bu Sumi pun tak bisa membendung niat para tetangganya. Keduanya tetap mempersilakan masuk sembari terus menguatkan hati untuk mendengarkan suara yang keluar dari mulut mereka.

“Bubar-bubar! Ini bukan muyen. Bayi itu bukan cucuku!” Pak Sarip yang baru pulang dari sawah langsung berteriak sembari mengibaskan cangkul yang dibawanya ke udara.

Sontak hal itu membuat beberapa orang yang tengah mengobrol langsung berlari pergi.

“Sabar, Pak! Eling! Takut ada setan lewat.” Bu Sumi segera berlari menghampiri suaminya dan segera mengambil alih cangkul yang dipegangnya.

“Dia setannya! Dan bayi itu anak setan!”

“Nyebut, Pak! Nyebut!”

Zahra hanya bisa mematung melihat kemarahan Bapaknya. Tak terasa air matanya menitik melihat lelaki yang dulu selalu berkata lembut padanya kini berubah memusuhinya.

Sebagai seorang pekerja serabutan yang hidupnya sebagian besar dihabiskan untuk bekerja membuat Pak Sarip tak terlalu sering berbicara dengan anak-anaknya. Baginya mencukupi semua kebutuhan adalah caranya menunjukkan rasa kasih sayang pada keluarganya.

“Oeeekkk ...”

Suara bayi tiba-tiba terdengar, nampaknya ia tahu jika kehadirannya tak diterima baik oleh sang pemilik rumah.

“Diamkan bayi itu! Bikin pusing saja!” teriak Pak Sarip sebelum berjalan keluar.

Zahra menarik nafas panjang, ia mengambil kain jarik di lemari, menggendong bayinya lalu berjalan ke teras rumah. Hawa yang panas serta suara keras yang baru saja terdengar pasti membuatnya tak nyaman.

“Kamu lihat sendiri kan, Nak? Bapakmu pasti akan marah terus setiap melihat atau mendengar tangis bayi itu,” ujar Bu Sumi.

Zahra hanya bergeming, ia terus mengipasi Amora dengan kertas bekas agar bayi itu sedikit tenang.

“Ibu enggak tahu sampai kapan bisa menahan kemarahan Bapakmu jika bayi itu terus berada di sini.”

“Apa aku harus pergi sekarang, Bu?”

“Kami hanya ingin kamu jujur, Nak. Hanya itu saja.” Bu Sumi mengelus lembut kepala Zahra.

Terlepas dari siapa Ayah bayi itu, jika memang itu anak kandung Zahra, tentu ia akan menerimanya dengan senang hati.

“Duduk, Bu, aku akan cerita semua. Tapi aku mohon setelah Ibu tahu asal-usul bayi ini, Ibu akan ikut membantuku.”

Seketika tubuh Bu Sumi menegang dan jantungnya tiba-tiba berdegup kencang. Bayangannya Zahra menjalani hubungan dengan lelaki, hamil lalu melahirkan seorang diri karena lelaki itu kabur tiba-tiba muncul begitu saja di kepalanya. Meski begitu ia mencoba tenang dan siap mendengarkan cerita anak bungsunya itu.

“Bayi ini bukan anakku, Bu. Aku hanya sedang menyelamatkannya. Sudah berulang kali bayi ini akan di bunuh dan aku selalu berhasil menggagalkannya. Dua hari bayi ini akan dijual dan aku enggak tega terus membawanya pulang.”

Ada kelegaan di hati Bu Sumi saat bayi itu bukan anak kandung Zahra, namun ia juga tak membenarkan tindakan gadis itu yang sok menjadi pahlawan sehingga membuat hidupnya susah.

“Kenapa kamu mau ikut campur urusan orang lain, Nak? Lihat, sekarang kamu jadi dihujat gara-gara bayi ini.”

“Ini bukan bayi orang lain, Bu,” lirih Zahra.

“Lalu?”

“Bayi ini anak Mbak Andin, Bu.”

“Apa?” pekik Bu Sumi sembari membelalakkan mata. Sesaat ia terdiam mencoba mencerna kata yang baru saja keluar dari mulut Zahra.

“Kamu bohong kan, Nak?” tanya Bu Sumi kemudian.

“Aku tahu Ibu pasti enggak percaya, tapi ini adalah salah satu alasan mengapa lebaran kemarin Mbak Andin enggak pulang, dia sedang hamil besar, Bu.”

Pandangan Bu Sumi beralih pada bayi dipangkuan Zahra. Jika dilihat sekilas bayi itu memang sangat mirip dengan Zahra, namun ia lupa jika Zahra dan Andin juga memiliki gurat wajah yang hampir sama sehingga tak menutup kemungkinan jika bayi itu memang anak Andin.

“Tapi siapa yang telah menghamili Mbakmu?”

“Namanya David, Bu. Tapi sayangnya lelaki yang tadinya telah menyanggupi untuk menikahi Mbak Andin, pergi begitu saja entah kemana.”

“Apa cerita itu benar, Nak? Bayi ini anak Andin?”

“Iya, Bu.”

“Bohong! Anak ini pasti Cuma ngarang cerita, Bu!” sahut Pak Sarip yang tiba-tiba keluar dari dalam rumah.

Zahra dan Bu Sumi menoleh bersamaan.

"Jangan coba-coba mengarang cerita, ya! Bapak tahu Mbak mu bukan perempuan bejat kayak kamu. Dia sudah bisa meringankan beban keluarga, membatu menyekolahkan kamu dan sekarang kamu tuduh dia yang melahirkan anak ini? Dasar anak tak tahu diuntung!" Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Zahra.

"Jangan seperti ini, Pak!" Bu Sumi berusaha menahan suaminya.

"Aku tau Bapak tak akan percaya, itulah mengapa aku memilih diam sejak datang. Tapi paling tidak aku sudah berusaha menjelaskan. Bayi ini adalah anak Mbak Andin dan aku sedang berusaha menyelamatkannya."

"Bohong! Jangan percaya, Pak, Bu. Dia bukan anakku! Zahra adalah Ibu bayi itu."

Zahra, Pak Sarip dan Bu Sumi menoleh bersamaan. Ketiganya memandang tajam pada sosok wanita berjaket hitam yang berdiri di belakang mereka. Entah sejak kapan wanita yang sedang dibicarakan hadir ditengah-tengah mereka.

"Mbak Andin?"

"Andini?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   KESEMPATAN KEDUA

    Tujuh tahun kemudian ...Tak ada yang berubah dari kehidupan Zahra. Ia tetap disibukkan dengan pekerjaan ibu rumah tangga yang terkadang membuatnya lelah tapi tetap menyenangkan. Meski masih ada Wati yang membantunya tapi Zahra tetap saja ikut turun tangan. Ia memang bukan tipe orang yang suka bersikap layaknya seorang bos karena sadar dari mana ia berasal.Mora kini sudah duduk di kelas empat sekolah dasar dan Miko kelas satu. Meski anak-anaknya sudah terbilang besar bukan berati pekerjaan Zahra menjadi ringan. Ada saja hal yang selalu menjadi perdebatan atau bahan rebutan sehingga Zahra harus menjadi wasit bagi kedua anaknya.“Bunda, kaos kaki aku mana?” Suara Miko terdengar menggelegar.“Di laci lemari, Sayang.”“Bunda, jepit kupu-kupu aku mana?” Kini giliran Mora yang berteriak.“Mama lihat ada di meja belajar.”Zahra menghela nafas sebelum kembali mengaduk nasi goreng yang sedang di masaknya. Seperti biasa, setiap p

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   JEBAKAN

    Matahari sudah berada cukup tinggi saat Zahra melangkahkan kaki di sebuah halaman gedung dua lantai yang dikelilingi tembok tinggi. Meski sekilas bangunannya terlihat megah dan luas, tapi semua orang tahu jika di dalamnya ada ratusan orang yang terpaksa tinggal di sana menjadi pesakitan dan harus menunggu bertahun-tahun untuk bisa bebas.Hal yang tak pernah terbayang sebelumnya dalam hidup Zahra jika Andin, kakak sekaligus saudara satu-satunya harus merasakan dinginnya dinding penjara atas kesalahan fatal yang dilakukannya. Dan kali ini untuk pertama kalinya Zahra memutuskan untuk menjenguk dan menemui wanita yang dulu hampir saja menghancurkannya.“Yakin mau masuk?” David menghentikan langkah tepat di depan pintu masuk.Zahra mengangguk mantap. Ia memang sudah mempersiapkan diri serta menata hatinya sejak masih berada di kampung. Bahkan ia sudah tak sabar untuk menantikan momen ini sejak tiga hari yang lalu tepatnya saat ia sampai kembali pulang ke rumahn

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   RENCANA PERTEMUAN

    “Eh, Zahra, emang kamu enggak ada niatan buat nebus Andin dari penjara? Secara suami kamu kan orang kaya?” celetuk Bu Seli yang tiba-tiba mendekat saat Zahra sedang membawa Miko jalan-jalan.“Maksudnya gimana ya, Bu?”“Ya keluarin Andin dari penjara. Kasihan dia enggak bisa lihat bapaknya buat yang terakhir kali, padahal selama ini dia sudah berjuang mati-matian buat ngangkat derajatnya sampai salah jalan begitu.”Lama tak bertemu, ternyata Bu Seli belum banyak berubah, dia masih tetap menjadi paparazi yang selalu ingin tahu dan mencampuri hidup seseorang.“Ditanyai diam aja, apa jangan-jangan kami takut Andin ngerebut suami kamu kalo keluar? Secara dia kan bekasnya Andin,” cibir wanita berdaster lebar itu.“Maaf, itu bukan urusan ibu. Lagipula emang ngeluarin orang dari penjara itu gampang?” ketus Zahra.Semenjak Zahra memutuskan tinggal beberapa saat di kampung untuk menemani ibunya, kedatangannya memang bak artis ibu kota

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   MEMILUKAN

    “Kenapa kalian tega padaku? Kalian anggap aku apa, hah?” Zahra berteriak pada dua orang di depannya.“Memangnya kenapa kalo aku tahu? Apa itu merepotkan kalian?” imbuhnya.“Bu-bukan seperti itu, Nak. Ini murni kemauan bapak. Bapak enggak mau kamu khawatir bahkan sampai minta pulang saat kamu hamil tua,” lirih Pak Sarip.“Tapi kenapa saat aku tanya, kalian selalu bilang sehat? Tapi nyatanya lihat! Bapak sakit, sakit parah lagi. Bahkan sampai detik-detik terakhirnya pun aku tak diberitahu. Sebenarnya aku ini siapa, Bu? Kenapa ibu tega melakukan semua ini?”“Sudah, sudah, umur seseorang tak ada yang tahu, kami juga tak menyangka kalo bapak akan pergi secepat ini, pasalnya kemarin beliau juga masih berbicara denganku lewat telepon.” David berusaha menenangkan istrinya.Malam tadi kondisi Pak Sarip menurun dan dilarikan ke rumah sakit. David dan Zahra yang mendengar hal itu langsung memutuskan untuk pulang. Zahra yang tak tahu menahu kondisi bapaknya yang sebenarnya cukup bingung karena se

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   RENCANA

    Zahra menghentikan langkahnya saat melihat seorang wanita bermake up tebal serta berpenampilan glamor sudah berdiri di ruang tamu bersama seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi roda.“Silakan masuk,” sambut David dingin.“Terima kasih, maaf jika mengganggu, aku hanya mengantar mama yang penasaran dengan keluarga baru mantan menantunya,” jelas Marta sambil membukan kaca mata hitamnya.Seketika Zahra mematung, entah mengapa ia menjadi tak suka jika harus berurusan dengan keluarga mantan istri suaminya.“Apa kabar, David?” tanya wanita bernama Sarni sambil membenarkan posisi kursi rodanya.”“Ba-Baik, Ma.”David tak menyangka setelah sekian lama akhirnya ia bisa bertemu dengan mantan ibu mertuanya. “Mama apa kabar?” David berjongkok menyejajarkan tubuhnya dengan tubuh Bu Sarni.“Gara-gara kamu enggak mau nengokin mama, dia jadi maksa minta ke  sini. Lagian apa salahnya

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   TAMU

    Suka cita menyambut anggota keluarga baru begitu kentara di rumah David. Suara tangis bayi sesekali terdengar menghiasi rumah mengimbangi teriakan Wati yang semakin kewalahan mengasuh Mora. Anak itu kini sudah pintar berlari, berbicara dengan nada cadel dan melakukan segala hal sesukanya termasuk mengganggu adiknya.Mikola Ardian adalah nama yang disematkan pada bayi berumur dua bulan 0yang kini melengkapi kebahagiaan David dan Zahra termasuk Mora yang begitu antusias dengan kehadiran Miko ditengah-tengah mereka. Anak itu berkali-kali ingin memegang dan mencium adiknya bak bermain boneka.“Diam di situ ya, Sayang. Mbak mau mandi sebentar,” tutur Wati pada Mora.“Ote.” Gadis kecil berponi itu mengangguk semangat.“Titip bentar, Mbak bos.”“Santai, aman kalo sama aku,” jawab Zahra.Zahra meraih Mora dalam pangkuannya. Semenjak Miko lahir, perhatian Zahra memang harus terbagi. Tapi bukan berarti ia melupakan Mora sepenuhnya. Setiap hari ia tetap berusaha meluangkan waktu untuk sekedar be

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   NGELUNJAK

    Seorang wanita bertubuh kurus yang memakai kaos longgar berwarna biru duduk termenung dipojok ruangan. Rambutnya yang kusut dicepol asal hingga memperlihatkan tulang selangkanya yang begitu jelas menandakan tubuhnya yang semakin mengurus. Wajah yang dulu terlihat cantik, mulus dan terawat, kini berubah menjadi kusam dengan beberapa bekas jerawat terlihat di sana.Belum genap satu tahun menjadi penghuni rumah tahanan, Andin sudah merasa tak tahan dan selalu ingin cepat-cepat keluar dari tempat sempit dan menjijikkan seperti sekarang ini. Siapa orang yang tahan menghabiskan harinya ruangan pengap tanpa jendela dan terkurung jeruji besi tanpa bebas keluar masuk tanpa tujuan pasti. Tidur dengan beralaskan kasur tipis nan keras tanpa pendingin ruangan ataupun kipas angin juga harus berbagi dengan dua orang tahanan lainnya yang tak pernah ia kenal sebelumnya.“Arrgghh ...!” pekik Andin sembari menjambak rambutnya kasar.“Berisik! Bisa diem enggak, sih! Lebay banget, sih!” bentak wanita bert

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   KEKHAWATIRAN

    “Ada hubungan apa kamu sama Marta?”“Maksud kamu apa, Sayang?”Zahra melempar kasar ponsel suaminya ke atas ranjang. Hanya berselang beberapa saat setelah Yoga pergi, ia langsung mencecar David.Yakin ada yang tidak beres, David segera mengecek ponselnya. Benar saja, ia menemukan satu pesan yang membuat istrinya begitu marah.“Aku enggak ngelarang kami berhubungan sama siapa pun termasuk keluarga mendiang istrimu. Tapi aku enggak suka kalo kamu menyembunyikan sesuatu dariku!” ujar Zahra.“Aku tak pernah menyembunyikan apa pun. Kamu salah paham!”“Salah paham apanya? Sudah jelas dia bilang terima kasih atas transferannya, itu berarti kamu habis memberinya uang, kan?”“Aku bisa jelasin semua.”“Terserah kamu, Mas.”Zahra hampir saja pergi meninggalkan kamar saat David dengan sigap menahannya. Kesalahpahaman seperti ini tak bisa dibiarkan begitu saja karena ia takut mengganggu pikiran Zahra yang bisa berakibat buruk pada janin di perutnya.“Duduk dulu, ya,” tutur David lembut sambil menu

  • BAYI YANG KUBAWA PULANG   CURIGA

    David duduk seraya menopang dagu saat melihat pemandangan indah di depannya. Seorang wanita berpakaian daster bunga-bunga selutut tengah sibuk berkutat dengan masakannya. Perutnya yang semakin membesar sama sekali tak membuat penampilan wanita itu menjadi buruk, bahkan bagi David istrinya itu kini lebih terlihat seksi.“Ada yang bisa dibantu?” David mendekat lalu melingkarkan tangannya ke perut Zahra.“Mau bantu?” Zahra menghentikan gerakannya mengaduk nasi goreng.David mengangguk, ia mencium tengkuk Zahra sekilas. Meski tak memakai parfum, bau tubuh Zahra seakan menjadi candu bagi David.“Kalo mau bantu, sekarang lepas dan duduk manis di sana?” Zahra menunjuk arah meja makan.“Kan aku mau bantuin.”“Lepas, Mas! Malu kalo Wati lihat.”Bukannya melepas, David malah semakin mengeratkan pelukannya.Saat ini Wati tengah membawa Mora berjalan-jalan ke taman kompleks. Hal itu dilakukan agar anak itu bisa lebih luas mengeksplor lingkungannya. Di sana anak itu bisa beraktivitas bebas di alam

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status