"Eum ... Pak Banyu sudah dapat toko yang dicari?" Rasa tidak percaya membuat Panji mengulang omongan Banyu.
Banyu mengangguk pelan. "Iya, yang lalu anak buah saya menemukan sebuah ruko yang sesuai dengan keinginan saya. Ketika saya cek ke lokasi. Saya sangat tertarik."
"Tapi ... waktu itu Anda bilang kalo saya harus berpikir matang-matang dulu. Kalo tiba-tiba saya berubah pikiran, Pak Banyu siap menerima," ujar Panji sedikit memprotes.
Banyu menatap pria di hadapannya. "Betul, tapi waktu itu saya juga berpesan agar jangan lama-lama berpikirnya bukan?"
"Iya saya ingat, tapi satu bulan yang lalu saya dan istri baru sa
"Maksud Pak Banyu apa?" Panji berlagak polos, "eum ... apa hubungannya saya dengan anak-anak Layla?" Pria itu memaksakan untuk tertawa.Banyu menarik napas. "Saya sedang sibuk, jadi gak ada waktu untuk melayani gurauan Pak Panji," tegasnya tanpa senyum.Tawa sumbang Panji seketika sirna melihat sikap kaku Banyu. Pria yang biasanya bersikap hangat ini tiba-tiba menjadi dingin."Saya sudah tahu semuanya." Banyu berkata dengan tenang, "baik dari kakak ipar saya, Mbak Seli. Ataupun dari Ibu Hani sendiri," terangnya seraya melirik istri Panji.Panji sendiri merasa sangat malu. Kebohongannya pada Banyu dibongkar oleh istrinya s
Layla sudah cukup meluapkan kebahagiaannya dengan memeluk dan menciumi kedua buah hatinya. Kini ia mulai memperhatikan sekeliling. Dia merasa tidak asing dengan tempat ini.Banyu mendekati. Tangan pria itu menunjuk papan nama yang berhias lampu. Layla terkesima melihat tulisan Layla Bakery's.Sekali lagi Layla menatap sekeliling. Benar ... dia sedang berada di depan toko rotinya yang dulu. Toko yang sudah diklaim oleh Panji dan Hani.Dekorasi toko ini terlihat simpel, tetapi tetap meninggalkan kesan manis yang dinamis. Layla merasa jika toko ini seperti baru saja direnovasi. Namun, warna catnya masih memakai warna favoritnya, yakni peach orange.
"Siapa kamu?" cecar Panji tegas.Suami Hani itu memperhatikan baik-baik gadis di depannya. Anak itu cukup manis dengan rambut panjang sebahu. Posturnya sebelas dua belas dengan Chelsea."A-aku ... namaku Bela, Om," jawab cewek itu sambil menatap ke arah kamar Atha. Gadis itu seolah menunggu Atha untuk cepat keluar. Tangannya memainkan ujung hoodie menjadi pertanda jika dia terlihat gugup."Ngapain kamu dari kamarnya Atha?" tanya Panji dengan ekspresi yang sama. Serius dan kaku."Lho ... Om, Ma, kalian sudah pulang?" Dari dalam muncul Atha.Gadis yang bernama Bela terlihat menghembus napas lega. Seakan Atha adalah pahlawan baginya.Atha sendiri bersikap santai. Anak itu terlihat cuek hanya dengan mengenakan celana pendek dan kaos tipis.Hani yang kerepotkan menggendong Zea memilih meninggalkan mereka. Wanita
Atha berusaha untuk tidak panik. Anak itu langsung menaruh kembali dompet Kenzi ke dalam tas. Setelah itu dirinya baru balik badan."Ngapain elu masuk kamar gue? Ngacak-ngacak tas lagi," tegur Kenzi waspada. Dia melihat tasnya sudah dalam keadaan melongo."Santai, Brother ... gue cuma mo pinjem catatan IPA elo aja," elak Atha tetap tenang, "ada materi yang perlu gue salin," kilahnya pandai berdusta.Kenzi menatap Atha dengan serius. Sebagai saudara tiri keduanya memang tidak begitu dekat. Tidak pula sering bertengkar.Bisa dibilang Kenzi dan Atha saling cuek. Bahkan kalau di sekolah mereka berlagak tidak saling mengenal.
"Tha, ki-ki-kita ... na-na-nabrak orang," kata Bela dengan ketakutan.Atha yang biasanya selaluselow,kini pun sama paniknya. Dada remaja berhoodie putih itu berdebar kencang. Tidak sadar kaki Atha bergetar."Udah sana ... bu-buruan tolongin!" perintah Bela seraya mendorong tubuh Atha.Masih dengan ketakutan Atha mencoba turun. Langkahnya melambat. Seorang ibu tampak terkapar lemah. Darah mengalir dari kepala wanita seusia ibunya itu. Hati anak Atha mencelus takut.Atha tidak berani mendekat lagi. Apalagi jika melihat kondisi korban yang cukup parah, anak itu takut jika korbannya sudah mati.
Pukul setengah enam sore. Banyu siap berkemas. Seharusnya dia sudah bisa pulang dari sejam yang lalu. Namun, ada banyaknya berkas yang menumpuk untuk diperiksa. Pria itu terpaksa melambatkan waktu balik demi merampungkan dulu pekerjaan. Dan itu sudah biasa ia lakukan. Tidak heran jika Banyu sering lembur sampai malam. Namun, semenjak melamar Layla beberapa waktu lalu, Banyu sudah jarang pulang malam. Paling telat dia akan lembur sampai Maghrib saja. Karena sudah menjadi agenda rutin baginya untuk selalu mengantar Layla pulang ke rumahnya. Hari ini Banyu sudah ada janji dengan Layla. Keduanya berencana makan malam bersama. Serta akan membicarakan mengenai rencana Banyu yang akan menemui Ibu Layla di Banjarnegara. Pria itu akan melamar Layla secara resmi. Ketika sedang mengemasi barang, lebih dari sekali ponselnya bergetar. Pertanda ada beberapa notifikasi pesan yang masuk. Banyu mengabaikan. Dirinya fokus berbenah. Usai berberes baru pria itu membuka ponsel. Ada tiga pesan yang mas
Hani terjepit. Baik Kenzi maupun Panji sama-sama mencecarnya. Wanita itu menghirup oksigen dalam-dalam."Stay cool, Hani,"batin Hani mengingatkan.EHEM-EHEM.Hani berdeham untuk mengatur strategi."Mas, kamu itu mau saja dibohongi sama Kenzi, ya," ujar Hani mulai bersikap licik, "dia nuduh aku nyuri duitnya sepuluh juta, emang Kenzi dapat duit dari mana? Kayak kita gak tahu Layla aja. Dia janda. Kerjaan juga cuma asistennya Seli. Gak gede-gede amat gajinya. Enak aja mau fitnah aku," beber Hani seraya melirik sengit ke arah Kenzi. "Sudah kubilang duit yang aku pegang tadi sore itu kepunyaan Ibu Lita," pungka
"Syaratnya cukup mudah dan murah," balas Banyu tetap bersikap tenang.Manik Banyu menatap lamat-lamat pasangan suami istri di hadapannya itu. Dua pemandangan yang berbeda. Jika Hani terlihat tenang dalam kepura-puraannya, lain lagi dengan Panji. Tampak betul pria itu dilanda risau."Saya bisa saja meminjamkan uang sebanyak yang kalian pinta tanpa bunga," tutur Banyu dengan lugas, "ingat tanpa bunga!"Iris hitam Banyu menangkap pergerakan pada bibir Hani. Benar ... dalam tangisnya, wanita itu tersenyum. Sedangkan Panji terlihat begitu tegang. Seolah dirinya tengah menanti suatu keputusan berat."Tapi ... tolong berikan hak asuh Kenzi dan Azriel pada ibunya," pungkas Banyu dengan senyum kalemnya."Mana bisa begitu, Pak Banyu." Panji langsung menginterupsi. Banyu sendiri sudah menduga jika pri