Share

3. Rencana Panji

Penulis: Yenika Koesrini
last update Terakhir Diperbarui: 2022-01-11 12:51:34

"Memang kenapa dibatalkan?" cecar Hani gemas. 

 

Panji yang malas menjawab memilih melengos.

 

Hani kian gemas dibuatnya. Wanita yang malam ini mengenakan gaun tidur berwarna hitam itu terpaksa memutar arah agar bisa menghadap suaminya.

 

"Jawab, Mas!" tuntut Hani geregetan.

 

"Layla." Panji berujar lirih.

 

"Layla?" Mata Hani langsung memincing, "dia yang mau membeli toko kita? Bukannya kemarin kamu bilang kalo yang mau beli itu seorang pria?" cecarnya sangat penasaran.

 

Panji mengangguk pelan. "Iya, temannya Layla."

 

"Hanya teman?" Bibir Hani mulai mencebik sinis.

 

Kali ini Panji menggeleng. "Teman dekat."

 

Wajah Hani tampak terkejut. Ada perasaan tidak suka menyelinap ke hati. 

 

"Memang kenapa kalo yang beli toko kita teman dekatnya Layla?" pancing Hani dengan sedikit rasa cemburu. Suaranya pun mulai melunak.

 

"Kamu mau kita dipermalukan sama Layla?" balas Panji sambil menatap sengit ke arah Hani.

 

"Tapi kita lagi butuh banget duit, Mas." Hani mulai merengek. Wanita itu menghempaskan tubuhnya di samping Panji. "Debt kolektor udah bolak-balik ke rumah. Pusing ngadepinnya."

 

"Yang pake kartu kredit itu siapa? Kamu kan?" Panji menukas telak perkataan Hani,  "ya sudah terima konsekuensinya."

 

"Ya makanya itu, Mas, sudah jual saja toko itu sama temannya Layla. Toh bukan pada Laylanya sendiri." Hani mencoba membujuk.

 

"Masalahnya toko itu mau dihadiahkan untuk Layla."

 

Hani terdiam. Di dasar hatinya yang terdalam, timbul rasa iri. Batinnya bercakap beruntung sekali Layla itu.

 

"Terus kalo dibatalkan bagaimana bayar tagihan kartu kredit itu, Mas?" Hani yang risau menghembus napas. "Mana Zea sudah dua kali pertemuan absen terus. Kasihan Zea, Maaas."

 

Panji spontan menatap istrinya. "Kamu itu kerja cuma bisa nuntut! Beda sama Layla yang bisa cari jalan keluar sendiri. Pinter cari duit juga."

 

Hani tercekat mendengarnya. "Oh ... mulai banding-bandingkan kami lagi?" sergahnya geram.

 

"Memang kenyataannya begitu," sahut Panji tanpa ragu, "Layla selain pinter nyari duit sendiri, dia juga memahami keadaan suami. Gak kayak kamu yang tahunya cuma nuntut-nuntuuut aja."

 

PRANK!

 

Sontak Panji dan Hani menengok ke sumber suara. Ketika terdengar suara tangisan Zea, keduanya langsung bergegas menghampiri putri bungsu mereka. Apalagi teriakan Zea kian melengking. Suara itu berasal dari dapur.

 

"Ya ampun, Zeaaa!" seru Hani panik melihat pecahan beling ada di sekitar bocah berambut panjang itu.

 

"Aaa ... aaa!" Bocah enam tahun penyandang autis itu terus saja berteriak-teriak. 

 

Kakinya terus menghentak-hentakan lantai. Alhasil telapaknya tertusuk beling. Darah pun merembes.

 

"Zea diam dulu jangan bergerak!" suruh Hani meringis. Dia merasa ngilu melihat kaki anaknya berdarah-darah.

 

Panji sendiri langsung sigap menolong putri kecilnya. Dia berjinjit menghindari pecahan beling itu. Tetap saja telapak kakinya terkena serpihan kaca.

 

Panji menahan rasa sakit. Dia langsung membopong Zea. Masih berjinjit pria itu berjalan menuju sofa ruang keluarga. Hani mengikuti suami dan anaknya.

 

"Kenziii! Zielll!" Hani berteriak garang. "Kenziiiii!" Teriakannya kian menggelegar karena kedua anak tirinya tidak lekas mendekat.

 

Tidak lama Kenzi dan Azriel mendekat.

 

"Ngapain saja kalian di kamar?" cecar Hani tanpa basa-basi.

 

"Belajar," sahut Kenzi cuek. Sedangkan Azriel memilih diam.

 

"Kenapa kamu biarin Zea pergi ngambil minumannya sendiri, Zi? Kan tahu Zea ini gak bisa, gimana sih?" semprot Hani geram.

 

"Kok malah nyalahin kita?" Kenzi menyergah ketus.

 

"Zea adik kamu, Kenziii!"

 

"Terus apa hubungannya?"

 

"Ya harusnya kamu jagain dia!"

 

"Aku sama Ziel lagi belajar. Zea di kamarnya lagi tidur, kita mana tahu kalo dia bangun dan tiba-tiba pergi ke dapur," ujar Kenzi muak.

 

Hani tidak berkutik mendengar perkataan Kenzi.

 

"Udah Han, sana kamu ambil kotak obat dulu!" suruh Panji yang sedang menenangkan Zea di sofa. 

 

Putrinya itu terus saja berteriak. Jeleknya, Zea kalau tantrum suka menjedot-jedotkan kepalanya. Dan Panji sekuat tenaga menahan kepala anak itu menyundul dadanya.

 

Hani bergegas begitu diperintah Panji. Kakinya menderap menuju kamar. Kotak obat yang tersimpan di buffet kamarnya, dia ambil. Wanita itu kembali menemui Panji untuk mengobati kaki Zea.

 

"Kamu daripada bengong, mending bersihin itu beling di belakang!" suruh Hani sambil menunjuk dapur.

 

"Males." Kenzi menyahut santai. Dia menarik lengan adiknya untuk beranjak.

 

"Ya ampun ini anak!" Hani berseru gemas diabaikan seperti itu.

 

"Haniii!" Panji balas berteriak, "sudah ini urus Zea dulu!"

 

"Eum ... iya." Hani mengangguk patuh.

Wanita itu lekas membersihkan darah di telapak kaki Zea. 

 

Zea sendiri langsung menendang-nendangkan kakinya. Alhasil wajah Hani sempat terkena. 

 

"Mas, tolong pegang kaki Zea dulu."

 

"Ini lagi dipegang. Kamu pikir aku lagi tidur?!" semprot Panji kesal.

 

Hani mencibir kesal mendapat semprotan ketus dari sang suami. "Mas, ini ada beling yang nancep di kaki Zea," lapornya mulai panik.

 

Panji langsung memeriksa telapak kaki Zea. "Kamu pegang kaki Zea dulu!"

 

"Iya, Mas."

 

Perlahan Panji mencabut serpihan beling itu. Namun, Zea terus berontak. Suami istri itu bahu membahu mencabut beling tersebut.

 

"Kenapa, Ma?" Tiba-tiba Atha datang. Anak itu masih mengenakan seragam sekolah. Wajahnya terlihat sedikit lesu.

 

"Eh, Tha, tolong pegang Zea dulu!" Hani langsung memerintah, "mama mau nyabut beling di kakinya."

 

Atha mengangguk. Anak itu mengungkung adik perempuannya agar bisa diam. Setelah melalui perjuangan yang cukup melelahkan, Hani berhasil menyabet serpihan kaca tersebut. Wanita itu pelan-pelan mengobati luka Zea.

 

"Dari mana saja jam segini baru pulang?" tegur Panji ketika Hani sudah mengambil Zea dari pangkuannya.

 

"Anak baru pulang biarkan dia istirahat dulu!" Hani yang tidak terima anaknya ditegur langsung menyela. "Udah sana kamu mandi, Tha!"

 

"Iya, Ma." Atha mengangguk senang. Pemuda tanggung itu berjalan cepat menggapai kamar pribadinya.

 

"Pantau si Atha tuh! Kecil-kecil sudah pacaran," saran Panji serius.

 

"Pacarannya Atha kan buat penyemangat sekolah. Nilainya jadi bagus," elak Hani membela anaknya. "Atha itu anak yang cakep dan luwes, makanya banyak cewek-cewek yang naksir sama dia. Emangnya si Kenzi ... kakunya minta ampun." Hani mengejek dengan seringai sinis.

 

Panji hanya menggeleng. Pria itu memilih pergi keluar. 

 

*

 

Panji bertekad untuk tidak menjual toko rotinya pada Banyu. Dia bahkan merencanakan sesuatu. Rencana ingin merenggangkan hubungan Banyu dan Layla.

 

Karena itulah Panji tidak menepati janjinya. Dia enggan menghubungi Banyu untuk pembicaraan lebih lanjut. Pesan dari Banyu pun ia abaikan. Sehingga terpaksa Banyu yang mendatangi Panji di toko onderdilnya.

 

"Pak Panji membatalkan transaksi kita?" tanya Banyu cukup terkejut.

 

"Iya, maaf," ucap Panji di ruang kerjanya.

 

"Tapi, kenapa, Pak?" kejar Banyu heran, "bukannya saya setuju dengan harga yang Bapak tawarkan."

 

"Benar, tapi setelah saya pikir-pikir, saya tidak jadi menjual toko itu."

 

"Boleh tahu alasannya?" 

 

Panji menarik napas dalam-dalam. Saatnya melancarkan aksi.

 

"Sepertinya dunia ini memang selebar daun kelor." Panji memulai penuturannya.

 

"Maksudnya?" Banyu yang tidak paham mengernyit bingung.

 

"Kebetulan saya mengenal saudari Layla teman Pak Banyu."

 

Banyu terkesima mendengarnya. "Benarkah? Kalo begitu apa masalahnya?"

 

Panji mengulum senyum. "Saya juga tahu alasan dia diceraikan oleh suaminya."

 

"Apa?" kejar Banyu penasaran.

 

Next

Terima kasih banyak untuk love n komentarnya 🙏

Jangan lupa subscribe ya untuk update part terbaru 🙏

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Eli Mirza
hahahaa bnciii biadab..sirik ya
goodnovel comment avatar
Dyah Piktawaty
Pertanyaannya kenapa Kenzi N Azriel TDK ikut Layla kan ikut bapaknya sengsara Krn ibu tirinya ma
goodnovel comment avatar
MAESYAROH 622
beruntung Layla bisa pisah dengan lelaki seperti itu.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   82. Detik-detik Melahirkan

    Besok pagi adalah pesta ulang tahun Azriel yang kesebelas. Tumben-tumbennya bocah yang sudah mulai beranjak gede itu minta pada ayahnya untuk diadakan pesta. Padahal selama ini Azriel tidak pernah mau jika hari lahirnya dirayakan. Walaupun berkali-kali dulu sudah dibujuk oleh Layla, Panji ataupun Banyu.Bukannya Layla tidak mau menuruti keinginan Azriel. Namun, kondisi tubuh wanita itu sudah tidak memungkinkan lagi untuk mengurus persiapan pesta. Hari perkiraan lahir tinggal seminggu lagi. Badannya juga terasa amat berat. Malah sedari pagi sebenarnya dia sudah merasakan mulas-mulas ringan.Kehamilan kali ini membuat berat badan Layla naik lumayan drastis. Jika sebelum hamil bobot tubuhnya paling berat hanya lima puluh kilogram. Sekarang sudah mencapai enam puluh delapan. Hampir dua puluh kilogram penambahannya.Anehnya banyak yang bilang jika hanya bagian perut dan pipi saja yang mengalami peningkatan. Lainnya tetap terlihat normal. Dan yang membuat

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   81. Nama Mantan

    Tiga hari kemudianLayla tengah mematutkan diri di cermin. Siang itu dia akan pergi periksa kandungan. Usia kandunganku sudah memasuki minggu ketiga puluh lima.Detik-detik menanti kelahiran. Layla sudah harus cek kandungan seminggu sekali. Beruntung Banyu selalu bersedia menemaninya untuk check up. Sesibuk apapun dirinya tidak pernah absen.Ketika Layla baru saja memoles bibirnya dengan lipstik terdengar derit pintu kamar. Perempuan itu menoleh. Seraut wajah kusut datang. Banyu suami tercinta melangkah masuk dengan gontai.Pria itu melempar begitu saja tubuhnya ke ranjang dengan tengkurap. Wajah Banyu terbenam pada bantal bersarung warna putih tersebut. Mau tak mau aku harus menghampiri sang suami."Ayang Mbep, ada apa ini?" tanya Layla lembut. Perlahan dia memegang pundak suami tercinta. "Dateng-dateng kok mukanya ditekuk gitu?" tegurnya perhatian.Banyu membalikkan badan. Wajah pria yang sehari-hari tampak tenang kini terlihat keruh. "Bu

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   80. Ayang Mbep

    Layla dan Banyu tengah jalan pagi mengitari komplek. Aktivitas menyehatkan itu sudah Layla jalani dari awal hamil. Syukurnya Banyu selalu setia menemani.Padahal Layla tidak pernah mengajak sang suami. Namun, Banyu punya kesadaran untuk melakukan olahraga tersebut. Karena kata Banyu, jalan pagi itu selain mudah, murah, juga kaya manfaat yang baik untuk kesehatan tubuh.Banyu sendiri berusaha menjadi suami yang siaga. Jadi setiap pagi sebelum berangkat kerja, dia menyempatkan diri untuk menemani sang istri jalan pagi. Selain itu dirinya juga sekalian berolahraga untuk kebugaran tubuh.Jalan kaki dipilih karena dapat menjaga berat badan, menurunkan kadar kolesterol, serta menyeimbangkan tingkat tekanan darah. Sehingga mengurangi resiko kelahiran prematur.Satu jam berlalu. Layla merasa cukup berolahraga. Peluh sudah mulai membanjiri badan. Belum lagi cacing di dalam perut sana meminta jatah makan pagi. Akhirnya wanita itu pun mengajak sang suami untuk

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   79. Buah Kesabaran

    "Hani hamil anakku?” gumam Panji tidak percaya. Pria itu tertawa sumbang, “kami bahkan sudah berpisah hampir dua bulan, Pak. Dan sebelum itu, aku dan Hani juga sudah pisah ranjang,” papar Panji menerangkan keraguan hatinya. “Terus kalo bukan anak kamu, itu anaknya sapa?” sergah Bapaknya Hani mulai meradang, “Hani memang bukan wanita yang alim, tapi saya bisa menjamin kalo dia gak akan mungkin murahan menjajakan diri,” semburnya cukup lantang. “Ayah!” Dari dalam menghambur Zea yang diikuti oleh Bik Ijah dan Tantri. Kakak Panji itu sengaja mampir begitu pulang dari kantor. Perempuan itu ingin mendengar jalannya sidang perdana perceraian sang adik. “Pak Hadi?” sapa Tantri begitu sadar akan kehadiran mertua adiknya, “dari Bogor langsung ke sini kah?” “Gak,” sahut

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   78. Kehamilan Hani

    “Dia bukan istri saya,” tampik Bapak Beni begitu dokter menyangka Hani adalah istrinya.“Oh bukan? Lantas adiknya?” Dokter bertanya seraya membetulkan letak kaca matanya.“Bukan adik saya juga.” Pak Beni kembali menggeleng.Dokter seumuran Pak Beni itu tersenyum. “Oke ... entah itu teman, saudara atau pun tetangga, saya cuma mau menjelaskan kalo ibu ini lagi hamil. Dan sekarang sudah menginjak minggu ke delapan.”Bapak Beni hanya mengangguk.

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   77. Ibu Lia Kena Batu

    Ibu Lia menyeringai puas. Hatinya cukup merasa bahagia melihat Hani beranjak pergi dengan menarik dua kopernya. Wanita itu lantas memotret Hani dari belakang.Walau pun tidak terlihat jelas wajah Hani, tetapi Ibu Hani tetap akan menyebarkan foto Hani yang mengenaskan tersebut. Jika dituruti hawa nafsunya, wanita itu ingin sekali melihat Hani menangis berdarah-darah di hadapannya.Perempuan itu lantas mengeluarkan satu gepok uang pada amplop cokelat. Ibu Lia mengangsurkan amplop tersebut pada seorang kepala preman. Dia sengaja menyewa preman guna mengusir Hani.Ibu Lia pikir Hani masih sama seperti yang dulu. Pintar beradu mulut dan keras kepala. Makanya dirinya mengantisipasi dengan membawa preman.

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   76. Diusir Lagi

    "Diperintahkan?” Dahi Hani berkerut indah.“Apakah Mas Panji yang menyuruh?”otak Haniberpikir gusar, “tidak mungkin!”Hani menggeleng keras sendiri, “jika dia mau menggunakan ruko ini untukmembuka usaha, harusnya dari kemarin-kemarin cek keadaan ruko ini.”Hani lantas menatap para preman bertubuh besar dihadapannya. “Memangnya siapa yang memerintahkan kalian untuk mengosongkan rukoini?” tanya dia cukup penasaran.“Aku yang menyuruh mereka, Hani.”Hani menoleh. Saking kagetnya melihat kedua kopernyadikeluarkan oleh orang yang tidak dikenal, dia sampai tidakngehjikaada mobil yang berhenti tidak jauh dari pelataran ruko itu.Hani mengenal mobil me

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   75. Sidang Perdana

    Hani baru saja keluar dari kamar mandi. Hari ini adalah jadwal sidang perceraiannya. Dia akan datang untuk mempertahankan rumah tangganya.Sebenarnya Hani enggan keluar dari kediamannya. Karena sejak tadi pagi dia mual-mual. Padahal dirinya sudah meminum obat masuk angin dan juga asam lambung. Tetap saja perempuan itu diserang enek.Hani membuka koper. Dia mengambil kotak make up yang kini tinggal bedak dan lipstik. Bagaimana pun juga wanita itu ingin tetap terlihat menarik di hadapan Panji.Usai memoles wajah, Hani meraih salah satu koleksi busana terbaik yang dipunyai. Sebuah dress lengan panjang Korea. Koleksi baju panjang perempuan itu tidaklah banyak. Dulu dia begitu menyukai baju-baju mini dan sed

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   75. Ibu Lia Menemui Panji

    Sopir Ibu Lia mengangguk patuh. Pria paruh baya itu mulai melajukan mobilnya.“Pelan-pelan saja, Pak! Jangan sampai wanita itu tahu kalo kita lagi ngikutin,” suruh Ibu Lia dengan fokus tetap tertuju pada Hani.“Baik.” Pak sopir kembali mengiyakan.Sementara di luar sana, Hani terus melangkah. Pikirannya kosong. Sungguh pemutusan hubungan kerja ini membuatnya bingung.Hani bukanfreshgraduateyang gampang mencari pekerjaan. Dia hanya seorang ibu-ibu yang tidak punya keterampilan khusus. Apalagi berkas-berkas ijazah tertinggal di rumah ibunya.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status