Share

4. Tanggapan Banyu

last update Last Updated: 2022-01-11 12:52:56

"Jadi saya ini adalah teman dekatnya mantan suami Layla." Panji memulai kisah bohongnya. "Kebetulan kami punya kemiripan nama. Sama-sama bernama Panji." Panji menjeda omongannya. Lelaki itu mengulum senyum.

 

Banyu yang sedikit penasaran diam mendengarkan. Dua tahun mengenal Layla, wanita itu sangat tertutup. Tidak banyak yang tahu tentang masa lalu Layla. Terutama tentang keluarganya.

 

"Teman saya yang bernama Panji itu sering bercerita, jika Layla istrinya adalah tipe wanita yang sangat sulit diatur dan terlalu keras kepala," terang Panji mulai melakukan fitnah.

 

"Oh ya?" sahut Banyu sedikit tidak percaya, "tapi selama kami berteman, menurut saya sikap Layla lumayan baik. Orangnya juga santun. Pembawaannya cukup tenang. Rasanya adem saja kalo ngobrol sama dia," puji Banyu kekaguman.

 

Hati Panji berdenyut keras mendengar Banyu begitu memuja sang mantan.

 

"Saya pun terkecoh dengan penampilannya," balas Panji tetap memprovokasi.

 

"Maksudnya gimana?"

 

"Di hadapan teman-teman suaminya, Layla memang pandai bersikap manis seperti itu. Saya saja gak percaya kalo bukan mantan suaminya yang bercerita sendiri," beber Panji mempengaruhi Banyu.

 

"Kalo dia orang yang baik, kenapa anak-anaknya gak ada yang mau ikut dia?" 

 

Banyu mulai tertarik mendengar penuturan Panji.

 

"Teman saya bilang Layla itu tidak becus mengurus anak." Panji kembali membuat kebohongan, "dia beralasan sibuk dengan toko rotinya. Apalagi setelah tokonya dulu sukses, Layla jadi besar kepala. Suami dan anaknya begitu terbengkalai. Bahkan pernah minggat dari rumah dan menelantarkan anaknya yang masih kecil-kecil," tutur Panji berapi-api.

 

"Makanya saat sidang perceraiannya, dia tidak mendapatkan hak asuh anak serta harta gono-gini," pungkas Panji mengakhiri cerita. 

 

Dia cukup puas melihat Banyu terbengong seperti itu. Panji merasa jika Banyu mulai ragu. Dalam hati dia berdoa agar pendirian Banyu untuk mendekati Layla goyah.

 

Banyu sendiri tengah menimbang-nimbang omongan Panji. Dia tidak percaya seratus persen perkataan pria di hadapan ini. Karena biasanya orang yang suka menjelek-jelekan orang lain adalah seorang yang berhati busuk dan pendendam.

 

Banyu menatap Panji dengan saksama. Jika pria di hadapannya ini seorang yang berhati busuk, maka lebih baik menghindar darinya. Lalu jika dia seorang pendendam, berarti ada masalah khusus antara Panji dengan Layla.

 

Jika hanya sekedar mendengar kisah Layla dari temannya, kenapa Panji bisa se-frontal ini menjelekan Layla? Dia bahkan lebih memilih membatalkan transaksi jika toko ini diberikan untuk Layla. Padahal jelas-jelas toko ini sudah tidak beroperasi selama dua tahun.

 

"Eum ... saya boleh menanyakan sesuatu?" izin Banyu tetap bersikap formal.

 

"Oh tentu, silakan." Panji mengangguk dengan percaya diri.

 

"Ini Anda serius membatalkan transaksi kita hanya dengan alasan yang ... sedikit tidak masuk akal?"

 

"Tidak masuk akal bagaimana?" Panji menyergah cepat.

 

"Pak Panji tidak ada sangkut pautnya dengan Layla dan mantan suaminya. Kenapa tiba-tiba membatalkan transaksi hanya karena mendengar toko ini akan saya hadiahkan untuk dia?" 

 

Wajah Panji sontak kecut mendengar pertanyaan serius dari Banyu.

 

"Setahu saya Anda ingin segera menjual toko ini," imbuh Banyu masih menatap Panji dengan intens. 

 

Panji sedikit berdeham untuk menata hati. "Saya sangat menjunjung rasa persahabatan. Dan ini merupakan salah satu bentuk perwujudan rasa kesetiaan kawanan saya terhadap teman saya," dalih berusaha tenang.

 

Banyu sendiri kembali tercengang mendengar jawaban mengada-ada ini.

 

"Dari kabar yang saya dengar, bukankah mantan suami Layla sudah menikah lagi? Itu berarti dia sudah bisa move on dari Layla, tapi kenapa justru Pak Panji yang terkesan punya dendam pada Layla?"

 

Wajah Panji kian pucat mendapat serangan menohok dari Banyu. Beberapa menit lamanya dia tidak kunjung membalas pertanyaan yang diajukan oleh Banyu.

 

"Baiklah ... itu hak Pak Panji untuk tidak menjual toko ini, saya gak akan memaksa." Banyu bangkit dari duduknya, "kalo begitu saya permisi saja," pamitnya seraya mengulurkan tangan.

 

Panji ikut bangun. Ragu-ragu dia membalas uluran tangan Banyu.

 

"Setia kawan memang sangat baik, tapi perlu lihat situasi," ujar Banyu masih menjabat tangan Panji, "kalo begini jatuhnya Anda terlalu turut campur. Padahal bisa jadi mantan suami Layla justru sudah lepas dan move on."

 

Malu dan marah membuat wajah Panji dipenuhi peluh dingin.

 

"Pikirkan matang-matang lagi." Tangan kiri Banyu menepuk jabatan tangan mereka, "kalo Pak Panji berubah pikiran, bisa hubungi saya lagi. Tapi, jangan terlalu lama, karena sehabis ini saya akan mencari ruko yang lain."

 

Panji hanya mengangguk kecil. Mulutnya teramat kaku untuk dibuka. Dia bahkan tidak mengantar Banyu.

 

"Shitt!" umpat Panji geram selepas Banyu berlalu. Kakinya menendang meja kerjanya. "Awww!" teriak Panji kaget. Rupanya mejanya cukup keras sehingga kakinya terasa kesakitan.

 

Sementara itu, Banyu langsung masuk ke mobil. Lelaki itu mengendarai mobilnya dengan tenang. Perkataan Panji terngiang di kepalanya.

 

"Aneh banget Pak Panji itu," gumam Banyu sambil tetap fokus menatap arah depan. "Dari caranya bicara sepertinya dia ada dendam tersendiri sama Layla. Tapi, kenapa?" 

 

Hingga mobilnya tiba di sebuah kantor, Banyu tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya sendiri. Lelaki tiga puluh lima tahun itu turun dari mobil. 

 

Seorang sekuriti langsung membukakan pintu kaca begitu melihatnya. Ketika Banyu mengucapkan terima kasih, sekuriti itu mengangguk hormat pada adik ipar bosnya itu. Kantor yang Banyu sedang kunjungi adalah milik Seli kakak iparnya.

 

Usaha Seli bergerak di bidang jasa. Dia owner sebuah event organizer. Banyu mengenal Layla di sini sebagai personal assiten.

 

Begitu masuk beberapa karyawan sudah ada yang bersiap-siap hendak pulang. Mereka yang mengenal Banyu langsung mengangguk sopan. Banyu yang ramah tentu membalas sapaan karyawan kakaknya.

 

Setelah itu dia terus melangkah ke ruang kerja Seli. Sebelum masuk dia memandang meja kerja Layla. Wanita itu baru saja tiba dari pantri. Tangannya memegang dua buah cangkir. Satu diberikan pada rekan yang duduk di sebelah kubikelnya. Tentu saja sang kawan tersenyum senang.

 

Banyu terus memperhatikan Layla. Wanita itu tampak kembali sibuk berkutat dengan layar monitor. Padahal sudah waktu pulang. Tangan Layla terus menari-nari di atas tombol keyboard. Ketika temannya ada yang pamit, Layla akan mengangguk dengan senyuman. 

 

"Aneh ... kok bisa Pak Panji bisa gak suka sama wanita sebaik Layla?" gumam Banyu tidak habis pikir.

 

Tidak mau terlalu keras berpikir, Banyu membuka pintu ruang kerja Seli. 

 

"Eh ... Nyu." Seli yang hendak bersiap pulang menyapa dengan senang. 

 

Wanita bertubuh lumayan berisi itu lekas menyambar tasnya. Seli mendekati sang adik ipar. Keduanya keluar ruangan.

 

"Lho ... gak ngajak Layla pulang sekalian?" tegur Banyu ketika Seli tidak menghampiri meja Layla.

 

"Schedule kita lagi padat minggu-minggu ini, Nyu. Aku suruh dia lembur untuk ngurus event lusa."

 

"Oh." Banyu menyahut paham.

 

Adik dan kakak ipar itu berjalan keluar kantor. Keduanya menuju sedan Banyu di parkiran.

 

"Gimana udah beres toko rotinya?" tanya Seli ketika Banyu mulai menjalankan kendaraan.

 

"Pemiliknya batalin transaksi," balas Banyu sambil terus menyetir.

 

"Lho ... kok bisa?" 

 

Banyu mengendikan bahu. "Mana Pak Panji mempengaruhi aku lagi."

 

"Pak Panji?" Alis Seli bertaut.

 

"Pemilik Layla Bakery's itu."

 

Mulut Seli terbuka lebar.

 

"Kenapa, Mbak?" tanya Banyu heran.

 

"Nama lengkapnya Panji siapa?"

 

Banyu tidak langsung menjawab. Tangan kirinya merogoh saku celana untuk mengambil dompetnya. 

 

"Maaf," ucap Banyu saat menyerahkan dompetnya dengan tangan kiri.

 

Seli membuka dompet tersebut. Dia mengambil sebuah kartu nama. Matanya kembali terbelalak melihat nama lengkap dan alamat yang tertera di kartu.

 

"Kenapa sih, Mbak?" cecar Banyu heran.

 

"Panji Pradipta itu mantan suaminya Layla."

 

Kini Banyu yang terbeliak.

 

Next

Terima kasih banyak untuk love n komentarnya ❤️

Jan lupa subscribe ya untuk update part terbaru 🙏

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
MAESYAROH 622
terjawabkan siapa panji ..
goodnovel comment avatar
Yuli Defika
panji curang nyesel lo kan
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Hahahahaha
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   82. Detik-detik Melahirkan

    Besok pagi adalah pesta ulang tahun Azriel yang kesebelas. Tumben-tumbennya bocah yang sudah mulai beranjak gede itu minta pada ayahnya untuk diadakan pesta. Padahal selama ini Azriel tidak pernah mau jika hari lahirnya dirayakan. Walaupun berkali-kali dulu sudah dibujuk oleh Layla, Panji ataupun Banyu.Bukannya Layla tidak mau menuruti keinginan Azriel. Namun, kondisi tubuh wanita itu sudah tidak memungkinkan lagi untuk mengurus persiapan pesta. Hari perkiraan lahir tinggal seminggu lagi. Badannya juga terasa amat berat. Malah sedari pagi sebenarnya dia sudah merasakan mulas-mulas ringan.Kehamilan kali ini membuat berat badan Layla naik lumayan drastis. Jika sebelum hamil bobot tubuhnya paling berat hanya lima puluh kilogram. Sekarang sudah mencapai enam puluh delapan. Hampir dua puluh kilogram penambahannya.Anehnya banyak yang bilang jika hanya bagian perut dan pipi saja yang mengalami peningkatan. Lainnya tetap terlihat normal. Dan yang membuat

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   81. Nama Mantan

    Tiga hari kemudianLayla tengah mematutkan diri di cermin. Siang itu dia akan pergi periksa kandungan. Usia kandunganku sudah memasuki minggu ketiga puluh lima.Detik-detik menanti kelahiran. Layla sudah harus cek kandungan seminggu sekali. Beruntung Banyu selalu bersedia menemaninya untuk check up. Sesibuk apapun dirinya tidak pernah absen.Ketika Layla baru saja memoles bibirnya dengan lipstik terdengar derit pintu kamar. Perempuan itu menoleh. Seraut wajah kusut datang. Banyu suami tercinta melangkah masuk dengan gontai.Pria itu melempar begitu saja tubuhnya ke ranjang dengan tengkurap. Wajah Banyu terbenam pada bantal bersarung warna putih tersebut. Mau tak mau aku harus menghampiri sang suami."Ayang Mbep, ada apa ini?" tanya Layla lembut. Perlahan dia memegang pundak suami tercinta. "Dateng-dateng kok mukanya ditekuk gitu?" tegurnya perhatian.Banyu membalikkan badan. Wajah pria yang sehari-hari tampak tenang kini terlihat keruh. "Bu

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   80. Ayang Mbep

    Layla dan Banyu tengah jalan pagi mengitari komplek. Aktivitas menyehatkan itu sudah Layla jalani dari awal hamil. Syukurnya Banyu selalu setia menemani.Padahal Layla tidak pernah mengajak sang suami. Namun, Banyu punya kesadaran untuk melakukan olahraga tersebut. Karena kata Banyu, jalan pagi itu selain mudah, murah, juga kaya manfaat yang baik untuk kesehatan tubuh.Banyu sendiri berusaha menjadi suami yang siaga. Jadi setiap pagi sebelum berangkat kerja, dia menyempatkan diri untuk menemani sang istri jalan pagi. Selain itu dirinya juga sekalian berolahraga untuk kebugaran tubuh.Jalan kaki dipilih karena dapat menjaga berat badan, menurunkan kadar kolesterol, serta menyeimbangkan tingkat tekanan darah. Sehingga mengurangi resiko kelahiran prematur.Satu jam berlalu. Layla merasa cukup berolahraga. Peluh sudah mulai membanjiri badan. Belum lagi cacing di dalam perut sana meminta jatah makan pagi. Akhirnya wanita itu pun mengajak sang suami untuk

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   79. Buah Kesabaran

    "Hani hamil anakku?” gumam Panji tidak percaya. Pria itu tertawa sumbang, “kami bahkan sudah berpisah hampir dua bulan, Pak. Dan sebelum itu, aku dan Hani juga sudah pisah ranjang,” papar Panji menerangkan keraguan hatinya. “Terus kalo bukan anak kamu, itu anaknya sapa?” sergah Bapaknya Hani mulai meradang, “Hani memang bukan wanita yang alim, tapi saya bisa menjamin kalo dia gak akan mungkin murahan menjajakan diri,” semburnya cukup lantang. “Ayah!” Dari dalam menghambur Zea yang diikuti oleh Bik Ijah dan Tantri. Kakak Panji itu sengaja mampir begitu pulang dari kantor. Perempuan itu ingin mendengar jalannya sidang perdana perceraian sang adik. “Pak Hadi?” sapa Tantri begitu sadar akan kehadiran mertua adiknya, “dari Bogor langsung ke sini kah?” “Gak,” sahut

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   78. Kehamilan Hani

    “Dia bukan istri saya,” tampik Bapak Beni begitu dokter menyangka Hani adalah istrinya.“Oh bukan? Lantas adiknya?” Dokter bertanya seraya membetulkan letak kaca matanya.“Bukan adik saya juga.” Pak Beni kembali menggeleng.Dokter seumuran Pak Beni itu tersenyum. “Oke ... entah itu teman, saudara atau pun tetangga, saya cuma mau menjelaskan kalo ibu ini lagi hamil. Dan sekarang sudah menginjak minggu ke delapan.”Bapak Beni hanya mengangguk.

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   77. Ibu Lia Kena Batu

    Ibu Lia menyeringai puas. Hatinya cukup merasa bahagia melihat Hani beranjak pergi dengan menarik dua kopernya. Wanita itu lantas memotret Hani dari belakang.Walau pun tidak terlihat jelas wajah Hani, tetapi Ibu Hani tetap akan menyebarkan foto Hani yang mengenaskan tersebut. Jika dituruti hawa nafsunya, wanita itu ingin sekali melihat Hani menangis berdarah-darah di hadapannya.Perempuan itu lantas mengeluarkan satu gepok uang pada amplop cokelat. Ibu Lia mengangsurkan amplop tersebut pada seorang kepala preman. Dia sengaja menyewa preman guna mengusir Hani.Ibu Lia pikir Hani masih sama seperti yang dulu. Pintar beradu mulut dan keras kepala. Makanya dirinya mengantisipasi dengan membawa preman.

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   76. Diusir Lagi

    "Diperintahkan?” Dahi Hani berkerut indah.“Apakah Mas Panji yang menyuruh?”otak Haniberpikir gusar, “tidak mungkin!”Hani menggeleng keras sendiri, “jika dia mau menggunakan ruko ini untukmembuka usaha, harusnya dari kemarin-kemarin cek keadaan ruko ini.”Hani lantas menatap para preman bertubuh besar dihadapannya. “Memangnya siapa yang memerintahkan kalian untuk mengosongkan rukoini?” tanya dia cukup penasaran.“Aku yang menyuruh mereka, Hani.”Hani menoleh. Saking kagetnya melihat kedua kopernyadikeluarkan oleh orang yang tidak dikenal, dia sampai tidakngehjikaada mobil yang berhenti tidak jauh dari pelataran ruko itu.Hani mengenal mobil me

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   75. Sidang Perdana

    Hani baru saja keluar dari kamar mandi. Hari ini adalah jadwal sidang perceraiannya. Dia akan datang untuk mempertahankan rumah tangganya.Sebenarnya Hani enggan keluar dari kediamannya. Karena sejak tadi pagi dia mual-mual. Padahal dirinya sudah meminum obat masuk angin dan juga asam lambung. Tetap saja perempuan itu diserang enek.Hani membuka koper. Dia mengambil kotak make up yang kini tinggal bedak dan lipstik. Bagaimana pun juga wanita itu ingin tetap terlihat menarik di hadapan Panji.Usai memoles wajah, Hani meraih salah satu koleksi busana terbaik yang dipunyai. Sebuah dress lengan panjang Korea. Koleksi baju panjang perempuan itu tidaklah banyak. Dulu dia begitu menyukai baju-baju mini dan sed

  • BEDA ISTRI BEDA REZEKI   75. Ibu Lia Menemui Panji

    Sopir Ibu Lia mengangguk patuh. Pria paruh baya itu mulai melajukan mobilnya.“Pelan-pelan saja, Pak! Jangan sampai wanita itu tahu kalo kita lagi ngikutin,” suruh Ibu Lia dengan fokus tetap tertuju pada Hani.“Baik.” Pak sopir kembali mengiyakan.Sementara di luar sana, Hani terus melangkah. Pikirannya kosong. Sungguh pemutusan hubungan kerja ini membuatnya bingung.Hani bukanfreshgraduateyang gampang mencari pekerjaan. Dia hanya seorang ibu-ibu yang tidak punya keterampilan khusus. Apalagi berkas-berkas ijazah tertinggal di rumah ibunya.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status