Share

Bab 5

Author: Bintu Hasan
last update Last Updated: 2022-04-14 18:32:33

"Aku pergi, Mas. Kamu jangan melakukan pekerjaan berat di kondisi seperti itu," gumamku.

"Iya, Dek. Mas akan jaga diri untukmu." Mas Zaki tersenyum. Namun, aku bisa merasakan kalau ada luka di baliknya.

"Aku akan mengurus adik ipar, Tyas. Jadi, kamu tidak usah pusing dan fokuslah bekerja." Mbak Utami mendekat ke arah Mas Zaki. "Zaki itu masih anaknya ibu, kami keluarga dan tidak mungkin membiarkannya kesulitan."

Ibu dan Mas Bayu mengangguk setuju. Aku tersenyum menatap mereka, juga kepada Lia. Sekalipun hati tahu betul mereka bersandiwara demi uang, tetap saja aku harus tenang dan dabar. Pintu mobil sudah terbuka, aku masuk beriring air mata yang segera diseka.

"Mama jangan lama!" pinta Lia dengan senyum polosnya. Anak berusia dua tahun bagaimana mungkin secepat itu mengerti. Huh, entahlah.

Dada seperti dihantam batu besar. Aku kesulitan bernapas bahkan untuk membuka mata pun perih sekali. Seandainya waktu bisa berhenti, aku ingin merasakannya. Tangisan Lia yang mulai terdengar membuat hati panas dan ingin memeluknya.

Mobil perlahan melaju meninggalkan halaman rumah. Aku melambai dengan hati bak tercabik belati seribu kali. Perjalanan ini lumayan jauh dan aku harus menyusun strategi begitu sampai. Aku belum pernah melihat wajah Tuan Edbert atau mengetahui berapa usia dan bagaimana wataknya. Semoga tidak seperti mafia yang kejam dan beringas.

"Pak, bagaimana menurut Bapak tentang Tuan Edbert?" Aku berusaha memecah hening sekaligus mencari jawaban dari teka-teki yang membuat kepala pusing.

Supir itu mendesah berat. "Panggil saja Pak Damar. Tuan Edbert itu seperti memiliki kepribadian ganda, bisa jadi di waktu pagi perilakunya sangat lembut, tetapi ketika matahari meninggi semua akan berubah. Kita tidak bisa menebak bagaimana situasi hatinya sehingga harus selalu berhati-hati. Tuan Edbert bahkan pernah hampir membunuh perempuan yang menjadi kekasihnya lima tahun silam."

Ini benar-benar menjadi tantangan. Sepertinya Tuan Edbert tidak mudah ditaklukkan seperti prasangkaku sebelumnya. Aku yakin dia tegas dan pemarah, tetapi Pak Damar bilang seperti memiliki kepribadian ganda dan itu akan menjadi kesempatan besar untuk mendekatinya.

Perlu diingat kalau aku melakukan ini semua demi suami dan anak sematawayang kami, bukan ibu mertua dan dua ular berbisa itu. Hati yang terluka perlahan sembuh ketika dendam sudah terbalaskan. Aku tersenyum getir, bisa kulihat Pak Damar melirik di spion dalam.

"Apa Ibu sudah tahu bekerja sebagai apa?"

"Wanita simpanan. Itu yang dikatakan mertuaku."

"Semoga Ibu betah karena Tuan Edbert itu terkadang kasar pada perempuan sekalipun dicintai. Satu yang Tuan tidak suka, yaitu perempuan berpenampilan seksi di hadapannya dan semua orang."

Aku menatap Pak Damar dengan raut wajah bingung. Jika Tuan Edbert tidak suka perempuan seksi, lantas mengapa mencari wanita simpanan? Apakah ada misi yang sedang dijalankan atau berusaha merebut hati orangtuanya untuk menyerahkan hak waris? Entahlah, yang pasti aku sudah terjebak dalam permainannya.

"Kalau Ibu melakukan kesalahan, tidak perlu jujur atau akan terluka. Kalau Tuan ada masalah atau menitikkan air mata, jangan pernah bertanya keadaannya." Lagi, Pak Damar menjelaskan tentang Tuan Edbert yang sama sekali belum kukenal, tetapi akan menjadi wanita simpanannya dalam beberapa jam.

Mobil melaju semakin kencang ketika memasuki tol, matahari pun semakin meninggi. Sayup-sayup terdengar suara Mas Zaki memanggil namaku. Tepatnya sebuah ilusi karena rindu yang terpatri dalam hati. Aku jadi tidak yakin bisa pulang setiap pekan begitu tahu Tuan Edbert sikapnya seperti itu.

Namun, apa yang bisa aku harapkan? Bukankah orang kaya yang terpandang selalu bersikap seenak mereka karena ada uang yang dikantongi? Sepertinya aku salah dalam melangkah.

"Pak Damar pernah dimarahi Tuan Edbert?"

"Iya, waktu dia masih kecil. Aku sudah lama bekerja di keluarganya, jadi sangat tahu bagaimana sifat Tuan Edbert. Di usia sekarang dia tidak banyak bicara apalagi marah, kecuali jika ada kesalahan pelayan yang mengganggunya. Ibu begitu cantik, aku yakin Tuan tidak akan bisa marah."

Aku tertawa kecil, lalu meminta Pak Damar memanggilku Tyas saja. Namun, dia menolak bahkan siap memanggil Nona Tyas jika sudah resmi menjadi wanita majikannya. Aku geleng-geleng kepala merasa tidak tega mengingat usia Pak Damar yang mungkin sudah menginjak usia enam puluh, sementara aku masih tiga puluh tahun.

Jalanan masih ramai, tetapi tidak menyebabkan macet. Tiba-tiba aku teringat pada Lia, biasanya dia akan merengek minta susu jam sekarang. Khawatir yang semakin meraja, aku mengecek ponsel dan mencari nomor Whats*pp Mbak Utami.

Aku : Mbak, apa Lia tidak merengek minta susu atau makan?

Utami : Aku sedang menyuapi keponakanku, kamu tidak perlu khawatir. Zaki juga sudah makan, dia kami rawat sepenuh hati.

Mbak Utami membalas setelah dua menit centang abu. Bahkan perempuan itu mengirim gambar sebagai bukti.

Aku : Terimakasih, Mbak.

Utami : Sama-sama. Kamu tidak perlu khawatir lagi dan fokus kerja, jangan lupa ingat jasaku yang menjaga keluargamu. Kalau sudah gajian, transfer ke nomor rekeningku yang BCA atau Mandiri.

Kali ini Mbak Utami mengirim foto yang berisi nomor rekeningnya dan Mas Bayu. Aku tertawa dalam hati, dia memang sangat mata duitan. Mereka menjaga Mas Zaki juga Lia itu karena ingin mendapat uang. Aku yakin, jika memberi kabar bahwa Tuan Edbert memecat diri ini, ketiganya pasti marah dan langsung melenyapkan suami serta anakku.

"Kenapa Ibu senyum-senyum begitu?" Pak Damar rupanya memperhatikanku sejak tadi.

"Anu, Pak ada penipu yang minta uang gratis. Dia pikir mencari uang itu semudah membalikkan telapak tangan." Aku terkekeh.

"Aku bisa merasakan luka Ibu Tyas. Dulu anak bapak juga sangat dibenci mertuanya sehingga melakukan hal di luar dugaan. Ya, dia bunuh diri apalagi tahu suaminya main perempuan." Pak Damar tersenyum tipis, lalu melanjutkan, "sebentar lagi kita akan sampai di rumah Tuan Edbert yang akan kamu tinggali, bersiaplah!"

Aku menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan. Jantung berdegup cepat terlebih ketika mobil belok ke halaman rumah yang sebesar istana, megah sekali. Pak Damar bilang kalau di rumah ini hanya ada Tuan Edbert dan sepuluh pelayannya.

Mobil berhenti, dua lelaki berjas hitam melangkah menghampiri kami dan membuka pintu mobil, sementara yang satunya mengambil koperku. Mereka tidak banyak bicara, hanya menunjukkan jalan ke pintu utama. Dengan perasaan ragu aku melangkah, tidak ada suara ribut di sini.

Pintu rumah terbuka, jantungku semakin memompa dengan cepat. Kepala menunduk takut. Pasti Tuan Edbert bertubuh tinggi dan kekar. Tangan dan kaki mulai dingin dan semakin gemetar.

"Jadi, kamu yang bernama Tyas?" Pertanyaan itu berhasil membuatku tersentak.

"Itu Tuan Edbert!" bisik pelayan yang mengantarku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 120

    Mas Bayu sudah dibawa oleh pihak berwajib kemarin sementara Tuan Edbert baru saja dimakamkan. Aku tidak tega melihat Nyonya Aluma terus menangis di atas gundukan tanah itu.Akan tetapi, lebih menyakitkan lagi melihat Maria yang tersenyum padahal matanya menampilkan binar luka. Aku tidak sanggup menyaksikan pemandangan ini."Aku harus kembali ke Detroit untuk memulai lembaran baru. Tenang saja, Islam sudah ada dalam hatiku, aku tidak akan melakukan hal yang dilarang dalam agama," tutur Maria.Mendengar itu aku langsung memeluknya penuh haru. Rasa rindu seketika menyeruak dalam dada padahal aku sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan Maria. Dia perempuan baik, mungkin itu yang bisa menjadi alasan."Terimakasih atas bantuan kamu selama ini, Maria!" balasku.Perempuan itu tersenyum, kemudian menaiki mobil alphard hitam dan meninggalkan lokasi pemakaman yang sudah mulai sepi. Mbak Utami tidak ada di sini karena dia pulang ke rumah orangtuanya mengadu nasib di sana.Sementara ibu m

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 119

    "Ya, dia ibu kita, Zaki.""Kenapa ibu seperti itu?""Aku menyandranya di rumah ini karena sudah menduga banyak kemungkinan. Andai kamu tahu dalam beberapa hari saja dia sudah serusak itu karena aku terus menyuntikkan racun dalam tubuhnya yang tua itu!""Apa?""Sekarang kamu harus memilih antara menyelamatkan ibu kandungmu atau melepas Tyas untukku!" Tuan Edbert melipat kedua tangan di depan dada.Setelah itu matanya memberi isyarat yang tidak kami mengerti pada Mas Bayu. Di detik yang sama lelaki yang menjadi suami Mbak Utami itu mengeluarkan pistol dan mengarahkannya di kepala Bu Yola.Kami semua tercengang. Aku ingin melarang, tetapi bibir terlalu kaku untuk mengeluarkan sepatah kata pun. Bukan hanya aku, bahkan Mbak Utami pun hanya bisa melotot sembari membekap mulut dengan kedua tangannya."Tidak ada hakmu untuk melakukan ini, Ed! Bu Yola adalah ibumu sementara Tyas adalah istri dari kakak kandung kamu!" sentak Maria dengan emosi yang meluap-luap."Kenapa aku tidak memiliki hak? K

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 118

    "Tidak, kamu salah! Aluma sendiri yang tidak pernah menginginkan anak dariku makanya aku sampai mencari istri simpanan," elak Tuan Edbert."Bagaimana mungkin dia tidak menginginkan anak dari lelaki yang dia cintai, Ed. Apa kamu lupa kalau Aluma merebut kamu dariku?""Dia hanya menginginkan aku, tetapi tidak sampai memiliki anak.""Dia menginginkan anak darimu, Ed. Aluma tidak ingin perempuan lain melahirkan anakmu," selaku.Tuan Edbert membuang pandangan. Dia bersikukuh kalau Nyonya Aluma sama sekali tidak mau melahirkan anak karena bisa merusak postur tubuhnya yang indah.Sementara itu aku terus menentang karena yakin Nyonya Aluma sebenarnya ingin, tetapi Tuan Edbert yang selalu menolak. Bagaimana pun lelaki itu tidak pernah mencintai istrinya.Padahal memang bagus mencintai lelaki yang memikat hati, tetapi lebih bagus lagi mencintai lelaki yang telah menikahi kita. Cinta itu agung dan luas maknanya, tidak boleh disalahgunakan oleh mereka yang hanya mengedepankan ego dan nafsu belaka

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 117

    Kembali aku merasa lega ketika Tuan Edbert kembali ke kamar utamanya. Dia pasti bahagia karena sudah melakukan permainan selama dua jam lebih menurut cerita Nyonya Aluma yang kini bersembunyi di kamar sebelah.Dia mengaku lelah dan lekas tidur, untung saja tadi malam dia tidak ketiduran sampai pagi atau Tuan Edbert akan marah besar. Aku kasihan karena ternyata perempuan itu menunggu fajar.Untung saja Tuan Edbert tidak banyak bertanya ketika melihatku sudah duduk di meja rias padahal baru pukul enam pagi. Aku tidak mandi melainkan hanya mencuci muka saja karena khawatir dia menyusul dan mengulangi permainan tadi malam."Nona, ada seseorang yang mencari Anda!" kata salah seorang pelayan."Siapa?""Aku melihat Maria, Utami dan seorang lelaki, Nona." Pelayan itu menjawab dengan suara pelan.Aku langsung beranjak dari tempat duduk untuk menemui mereka. Tidak butuh waktu lama karena aku menuruni anak tangga dengan langkah tergesa. Mas Zaki sepertinya rindu berat sehingga langsung membawaku

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 116

    PoV Tyas AryaniBahkan hingga matahari sudah berada di ufuk barat pun aku tetap tidak menemukan ide untuk pergi dari sini. Terutama karena Mbak Utami sudah tidak bekerja sebagai pelayan. Ingin mengobrol dengan Mas Bayu juga enggan.Entah Tuan Edbert ada di mana karena sejak tadi aku menolak ke luar kamar ketika dipanggil pelayan untuk makan siang. Mereka malah langsung membawa makanan itu ketika aku perintahkan.Rasa malas beranjak menguasai jiwa. Bahkan untuk menoleh pun aku enggan. Akan tetapi, ketukan di pintu berhasil membuatku terusik."Pergi atau kuhabisi kau!" teriakku penuh emosi."Keluar jika kamu berani!" sentak suara itu.Aku terkejut bukan main. Ternyata Nyonya Aluma kembali datang padahal aku berharap dia sudah meninggal dunia. Kedatangannya ke sini begitu menganggu, dengan cepat aku beranjak melangkah cepat menujunya.Mata kami saling beradu. Kini tidak ada rasa takut dalam jiwa ketika bertemu Nyonya Aluma. Sekalipun dia tetap sekeji dulu, aku tidak akan mundur walau sel

  • BEKERJA SEBAGAI ISTRI SIMPANAN   Bab 115

    Setelah kepergian Zaki, Utami lekas membuka pintu kamar itu dan menyambar ponsel yang tergeletak manja di nakas. Dia mulai mengotak-atik kontak mencari nama Maria di sana. Tidak lama karena hanya ada sedikit kontak, itu pun tertera dengan nama Veriel Maria. Untung saja nama itu pernah didengar langsung oleh Utami. Dia menyalin kontak Maria ke dalam ponselnya, kemudian melakukan panggilan telepon. Hanya berdering, tanpa ada jawaban. Namun, Utami tidak ingin putus asa sehingga dia terus menelepon. "Halo?" sapa Maria di balik telepon setelah panggilan ke delapan. "Ini Maria, kan? Aku Utami." "Ada apa?" "Kamu harus membantuku menemukan Tyas. Apa kamu bisa ke sini sekarang? Aku tidak bisa menjelaskannya via telepon. Aku mohon." "Ke mana?" "Rumah ibu mertuaku." Sedikit lama mereka berbincang sebelum akhirnya menutup telepon. Utami bernapas lega begitu Maria setuju akan membantu sampai menemukan titik terang. Dua jam menunggu dengan gamang, akhirnya Maria datang juga. Dia cantik sep

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status