Tubuh Tania bergetar, karena marah. Ia menghentikan langkah, sambil menarik lepas tangannya dari genggaman jemari Ryan. “Bagaimana kau bisa berkata sekejam itu, Ryan?”
Ryan menatap dingin Tania dengan suara tegas ia berkata, “Berhentilah berpikir buruk tentangku!”
Tania mendongakkan kepala menatap Ryan dengan berani. “Apakah kau juga akan berhenti menganggap diriku buruk di matamu?”
Ryan memejamkan mata, kemudian membukanya kembali. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun diraihnya jemari Tania. Ia tautkan jemari mereka dengan erat, kemudian berjalan keluar kamar.
Di ruang tengah sudah menunggu penghulu, kedua orang tua Ryan, serta seseorang yang tidak dikenal Tania. Air matanya menetes ia merasa sedih di saat akan menikah kembali dengan Ryan. Ayahnya, satu-satunya keluarga yang ia miliki tidak hadir.
Langkah Tania terasa berat untuk berjalan duduk di sofa yang berada di antara kedua orang tua Ryan. Kedua jemarinya ia letakkan di atas paha saling bertautan untuk mengusir rasa gugup di hati.
“Di mana Ayahmu, Tania?” Tanya Ayah Ryan tiba-tiba saja mengejutkan dirinya.
Tania memalingkan wajah melihat ke arah Ayah Ryan dengan bibir menyunggingkan senyuman tipis. Akan tetapi, belum sempat Tania membuka suaranya tiba-tiba saja pintu apartemen Ryan terbuka.
Mata Tania membelalak, begitu ia melihat Ayahnya bersama dengan seorang pria yang tidak ia kenal masuk apartemen, tersebut.
“Maaf, kami datang terlambat. Tadi di jalan ada kecelakaan.” Pria yang datang bersama Ayah Tania berjalan ke tempat di mana prosesi akad nikah akan dilangsungkan.
Tania bangkit dari duduk, ia menghampiri Ayahnya dengan air mata yang membayang di pelupuk mata. Ia merasa senang Ayahnya ada di acara pernikahannya, hal itu bisa mengobati sedikit rasa sedihnya.
“Terima kasih, Ayah sudah datang.” Tania meraih punggung tangan Ayahnya, kemudian menciumnya dengan rasa khidmat.
Terdengar suara Ryan membersihkan tenggorokan. Dengan nada suara dingin ia berkata, “Bisakah kita mulai acaranya sekarang?”
Ayah Tania menepuk pelan lengan putrinya. Ia memberikan isyarat kepada Tania untuk kembali duduk di tempatnya semula. Sementara ia sendiri duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuknya di samping penghulu yang akan menikahkan putrinya, dengan Ryan.
Prosesi ijab qabul pun dimulai dengan suara tegas Ryan mulai mengucapkannya dengan lancar. Membuat semua yang hadir tersenyum.
“Bagaiman, Bapak-bapak dan Ibu apakah sah?” Tanya penghulu kepada semua yang berada di ruangan tersebut.
“Sah!” sahut semuanya serempak.
Tania beranjak dari duduknya, dengan mata yang berkaca-kaca. Ia tidak tahu apakah harus merasa sedih ataukah bahagia kini telah menjadi istri dari pria yang kaya raya. Namun, pernikahan mereka tanpa cinta dan tanpa ada janji kata setia terlontar dari bibir Ryan.
Begitu dirinya sudah berada dekat dengan Ryan, Tania menerima uluran tangan dari pria yang sekarang sudah sah menjadi suaminya. Diciumnya punggung tangan itu, dengan kepala yang tertunduk.
Dirasakannya dagunya diangkat oleh Ryan, sehingga mau tidak mau tatapan mereka bertemu. Ia tidak melihat tatapan dingin ataupun sinis pada raut wajah Ryan. Ia sama sekali tidak bisa membaca arti tatapannya.
“Sekarang kita sudah menjadi suami istri, tersenyumlah Tania jangan buat orang-orang mengira, kalau diriku memaksamu. Walaupun itu memang benar adanya.” Bisik Ryan tepat di telinga Tania, sehingga tidak ada yang bisa mendengarnya.
Tania mengerjap-ngerjapkan mata, biar tidak tumpah air matanya yang sudah membayang di pelupuk mata. Dianggukkannya kepala untuk menerima apa yang dikatakan oleh Ryan.
Keduanya, kemudian bersalaman dengan Ayah Tania. Tangis Tania pecah juga dipelukan Ayahnya.
“Maafkan, A-yah! Ayah hanya bisa mendo’akan semoga kamu berbahagia dan jangan pikirkan, bagaimana Ayah tanpamu. Kamu berhak untuk bahagia.” Ayah Tania mengusap pelan punggung putrinya itu.
Air mata Tania semakin deras turun. Dalam hati ia membatin, ‘Bagaimana diriku akan bahagia menikah dengan pria dingin dan kasar, seperti Ryan yang hanya akan menjadikanku sebagai istri demi warisan semata.’
Ryan membersihkan tenggorokan dengan keras mengingatkan kepada Tania, kalau ia tidak hanya berdua saja dengan Ayahnya.
Ayah Tania melepaskan pelukan diusapnya dengan rasa sayang air mata Tania, kemudian ia memberikan kecupan di keningnya. “Ayah percaya, kalau Ryan akan membuatmu bahagia dan dicintai.”
Tania melirik Ryan sekilas dapat dilihatnya, kalau bibir suaminya tertutup rapat dengan rahang yang mengetat. Dipalingkannya wajah dengan cepat melihat ke arah Ayahnya, sembari mengulas senyum tipis.
Ia tidak akan membiarkan Ayahnya merasakan kesedihannya. Biarkan Ayahnya tersenyum dan berpikir ia bahagia dengan pernikahan ini.
Setelahnya, Tania dan Ryan bersalaman dengan penghulu yang menikahkan mereka. Keduanya, kemudian lanjut bersalaman, sambil bersimpuh di hadapan orang tua Ryan, seperti apa yang tadi mereka lakukan dengan Ayah Tania.
“Kau tentu merasa senang dan menertawakan Ibu, bukan? Karena pada akhirnya, kau menikah kembali dengan Ryan.” Bisik Ibu Ryan di telinga Karin dengan suara yang sarat emosi.
Tania menelan ludah dengan sukar , ia tidak berani menatap langsung Ibu mertuanya itu. “I-ibu salah! Sama sekali tidak terbersit pikiran, seperti itu.”
Ryan mengernyitkan kening, ia menatap Ibunya dan Tania secara bergantian dengan rasa penasaran. Ada sesuatu yang tidak diketahuinya telah terjadi antara Tania dengan Ibunya.
“Kamu sudah menikah sekarang dan hal itu bukan otomatis kamu akan mendapatkan warisanmu. Ingat, masih ada syarat yang harus kamu penuhi!” peringat Ayah Ryan.
Ryan menatap Ayahnya dengan dingin. dengan suara yang tertahan, agar emosinya tidak meledak ia berkata, “Kami akan segera memberikan pewaris, seperti apa yang Ayah inginkan!”
Ayah Ryan memberikan senyuman, sambil menganggukkan kepala. Ia tidak akan mengatakan kepada putra tunggalnya itu, kalau dirinya menyukai Tania sebagai istri Ryan.
Ryan membimbing Tania menuju buffet di mana sudah tersaji aneka makanan, yang tidak diketahui oleh Tania siapa yang sudah menyiapkan semua itu.
“Terima kasih, sudah membawa Ayahku untuk datang ke pernikahan kita.” Tania memberikan senyuman kepada Ryan.
Ryan yang sedang mengambil makanan ke piringnya memberikan anggukan kepala. Ia, kemudian duduk di sofa ganda yang ada di ruangan tersebut.
Tania mengikuti Ryan duduk di sampingnya. Ia mencoba untuk menelan makanan yang diambilnya, meskipun terasa sukar baginya untuk menelan. Ia merasa, kalau ada sepasang mata yang menatapnya tajam dengan rasa tidak suka.
Diberanikannya diri untuk memastikan dugaannya dan benar saja. Ibu Ryan memasang wajah tidak suka ke arahnya.
Mengikuti arah tatapan Tania, Ryan dapat melihat apa yang dilakukan oleh Ibunya, meskipun ia dengan cepat merubah raut wajah dan memberikan senyuman kepadanya. “Ada apa antara kau dan Ibuku? Katakan kepadaku, Tania apa yang membuat Ibuku terlihat tidak menyukaimu?”
Tania menjulurkan lidah untuk membasahi bibirnya yang terasa kering. Ia tidak sadar, kalau dirinya diamati oleh Ryan. “Mengapa kau bertanya kepadaku? Seharusnya kepada Ibumulah pertanyaan itu ditujukan.”
Tania menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun berbisik kepada Ryan. “Sekarang kamu harus mengatakan kepadaku siapa sebenarnya pria itu?”Ryan mengikuti arah tatapan Tania dengan tenang, ia pun berkata, “Dia adalah pria yang memang seharusnya bertangggung jawab kepada Ades karena ia ayah dari bayi yang dikandungnya.”Ia juga menambahkan kalau dirinya memang menyewa orang untuk mencari keberadaan pria itu. Dan pencariannya hampir saja gagal, tetapi beberapa jam sebelum acara ini berlangsung dirinya berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan pria itu.“Sungguh suatu keberuntungan ia datang tepat waktu dan membebaskanmu dari keharusan menjadi pasangan Ades,” sahut Tania.Suara tawa lolos dari bibir Ryan, ia mengatakan keberuntungan baginya. Akan tetapi, ia tidak mengatakan kepada istrinya ada harga yang harus ia bayar agar pria itu mau menikahi Ades. Namun, demi menjaga harga diri pria itu, ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga termasuk Tania.Keduanya me
“Ryan, apa yang kamu lakukan? Bukankah seharusnya yang kau selipkan cincin di jari wanita itu,” desis Marsya menahan marah.Ryan hanya melirik sekilas ia kembali melihat ke tamu undangan yang hadir. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat ia melihat seseorang yang ia cari. Ia memberikan kode kepada orang tersebut untuk berjalan naik ke atas panggung.Ryan mengangkat tangan Tania memperlihatkan jari yang tersemat cincin kawin. “Wanita cantik ini adalah istri saya kami telah menikah selama beberapa bulan lamanya. Istri saya bernama Tania dan sekrang ini ia sedang mengandung anak kami.”Tania sangat terkejut mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengira kalau pria itu akan mengumumkan pernikahan mereka. Hal yang selama ini hanya ia bayangkan saja dan tidak pernah terpikir akan terwujud.“Ryan! Ka-kamu tidak menyesal, bukan dengan mengumumkan hal ini?” Tanya Tania dengan wajah bahagia penuh haru.Ryan mengangguk, ia mengecup kening Tania sekilas. Kemudian menoleh kepada Ades yang terlihat
“Jangan dipikirkan apa yang kukatakan! Percayalah seetelah malam ini semua akan menjadi berbeda untuk kita semua. Memang akan ada yang terluka dan berseddih pada malam ini tetapi itu semua sudah menjadi resiko yang harus diterima.” Ryan menggamit tangan Tania keluar kamar.Tania hanya bisa terdiam saja, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia tidak mengatakan kepada Ryan kalau ia merasa dirinyalah yang akan sakit hati dan bersedih itu. Sementara, untuk Ades ia akan tertawa bahagia di atas lukanya.Ryan menggenggam erat tangan Tania yang dingin dan berkeringat. Ia mencoba untuk memberikan ketenangan kepada Tania, tetapi istrinya itu rupanya masih saja gugup dan tegang.“Santailah, Tania! Yang bersama denganku adalah kau, bukan Ades.” Bisik Ryan.Tania melirik suaminya itu sekilas dengan wajah terlihat tegang, “Untuk saat ini kau memang bersama denganku, tetapi bisa saja situasinya berubah. Kau membuatku berada dalam situasi tanpa kepastian.”Keduanya masuk mobil pribadi Ryan dan dud
Tubuh Tnia bergetar hebat seandainya tidak dipegangi leh Ryan, ia akan jatuh ke lantai. “Kau sukses membuat saya terkejut. Apakah begitu penting kehadiranku di sana? Di saat posisiku hanyalah sebagai upik abu selama ini.”Ryan memegang dagu Tania untuk menatap matanya, biar wanita itu melihat kesungguhan di sana. “Kehadiranmu sangat penting! Kau bukanlah upik abu, tetapi istriku. Dan tidak ada yang akan bisa mengubah kenyataan itu.”Denyut nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat. Ia merasa sulit untuk menelan ludah karena tatapan yang begitu intens dari Ryan mempengaruhinya.“Baiklah, saya akan ikut denganmu. Semoga saja kau tidak akan membuatku menyesali keputusan ini,” sahut Tania.Rasa lega terpancar di wajah Ryan, ia begitu senang Tania bersedia juga ikut. Sekarang ia hanya tinggal mengurus ijin keluar dari rumah sakit. Semoga saja dokter mengijinkan kalau tidak ia akan membawa Tania dengan cara apa pun juga untuk pergi bersama dengannya.Beberapa jam berlalu Tania ke
Suara Ryan lamat-lamat dapat ditangkap oleh telinga Tania. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. “Katakanlah apa yang kau maksud jangan buat aku menjadi penasaran.” Perlahan Tania membuka mata.Ryan terkejut, ia tidak menduga kalau Tania akan terbangun dari tidurnya. Namun, ia juga merasa senang karena tidak perlu menunda apa yang harus dikatakannya.“Kau akan ikut besok malam untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Ades! Kau ikuti saja apa yang kukatakan dan berdiri di sampingku. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama setelah malam itu,” ucap Ryan.Ia memandangi Tania dengan matanya yang menyorot lembut. Ada ketulusan juga janji kesetiaan di sana yang membuat Tania tertegun.“Jujur, Ryan permintaanmu begitu mengejutkan! Bagaimana mungkin kau bisa menawarkan ide yang begitu tidak berperasaan itu kepadaku? Kau memintaku untuk hadir dalam pesta pertunanganmu sebagai apa? Karena kau tidak pernah mengenalkanku secara resmi sebagai istrimu.” Tania menatap Ryan dengan so
“Akh! Mengapa sulit bagimu untuk mendengarkan permintaan maaf dan penjelasan dariku? Apakah kamu tidak tahu kalau meminta maaf bukanlah sesuatu yang mudah buatku?” Ryan melihat Tania dengan sorot kecewa.Tania memandangi langit-langit kamar, ia tahu kalau suaminya itu tidak berbohong. “Aku ingin istirahat,” sahut Tania setelah selama beberapa saat ia terdiam.Ryan mendesah dengan keras, ia sadar kalau Tania sedang menghindari dirinya. Dan dirinya tidak ingin mendesak Tania lebih jauh lagi.Ia berjalan ke arah pintu dan berhenti sebentar, sebelum keluar. “Saya akan pergi ke kantin apakah kau ingin menitip sesuatu?”“Terima kasih, untuk saat ini tidak ada,” sahut Tania.Semua keperluannya sudah disediakan oleh Jordan. Ia tidak mau membuat Ryan kecewa dan marah mengetahui hal itu.Ryan mengangguk, tetapi raut kecewa di wajah tidak ia tutupi. Ia merasa sebagai seorang suami kehadiran dan bantuannya tidak dibutuhkan Tania. Ia merasa tidak berharga sebagai lelaki di mata wanita itu.Berjala