Share

Bab 3

Perasaan bersalah Auden memuncak saat gadis bodoh itu sakit.

Ayla sengaja menyiksa diri dengan tidak makan sama sekali, dia selalu terbangun di tiap tidur malamnya dan memimpikan hal yang sama. Mimpi buruk!

Kepala Ayla terus terbayang malam sial itu, bagaimana kalau majikannya kembali masuk ke kamarnya dan memperkosanya? Bagaimana kalau dia hamil?

Tubuhnya kian kurus dan tak terurus.

Sekarang, dia selalu memastikan di pintu kamar selalu dikunci. Gadis itu meremas bed cover, menahan rasa mual dan juga pusing berat yang menderanya.

Sandra memberinya waktu untuk beristirahat.

___

Mi Amor: Sayang, Ayla sakit. Apa perlu kita bawa ke dokter?

Auden hanya membaca pesan tersebut dalam diam.

Tadinya dia tidak ingin peduli pada gadis miskin itu, tapi sepertinya sakitnya dia ada hubungan dengan kejadian malam itu, apakah gadis itu trauma?

Sebagai lelaki yang sudah diajarkan untuk bertanggung jawab, Auden merasa dia harus bertanggung jawab pada gadis bodoh itu.

Menutup mata sebentar, memutar bangku miliknya.

"Fuck!" desis Auden sambil menyugar rambutnya.

Mungkin saat istirahat jam makan siang dia akan kembali ke rumah dan menanyakan gadis tersebut, sebagai bentuk kepedulian majikan pada pembantunya. Sepertinya Ayla tidak membuka mulutnya pasal malam kejadian itu, bagus.

Auden memang harus membungkam mulutnya.

Pria itu masih memijit kepalanya, kepalanya ikut berperang banyak hal.

___

Sandra adalah seorang aktris yang sangat sibuk. Wajah blasteran alami yang didapat membuat dia selalu kebanjiran job dengan jadwal yang sangat sibuk, hal itu yang membuat dia selalu mengusahakan weekend masak pada sangat suami.

Makan siang kali ini Auden berencana untuk bertemu sang istri, makan bersama dan mengantarkan pembantu itu ke dokter.

Takut-takut gadis bodoh itu mati jika tidak ada yang peduli padanya, walau Ayla dengan senang hati mati detik ini.

Pria itu terus terdiam sambil menyetir, sebenarnya perasaan bersalah lebih besar daripada rasa tak peduli, tapi Auden selalu bersikap normal di depan istrinya.

Ayla adalah kesayangan orang tuanya dan juga mertuanya. Entah dipungut dari mana, tapi saat menikah mereka memang sudah membawa gadis itu bersama.

Dia pendiam, tak banyak menuntut banyak hal.

Auden menepuk pelan kemudi Mengikuti irama musik seronok yang diputar walau hati dan kepalanya terus ribut.

Butuh dua puluh menit sampai di tempat sang istri, terlihat banyak sekali alat keperluan syuting.

Biasanya Sandra akan duduk di sana kursi kebesaran sambil latihan teks miliknya.

Saat melihat sang istri sedang didandani Auden tak kuasa menahan senyumannya. Betapa dia sangat mencintai wanita ini, sejak jakunnya mulai tumbuh Auden sudah jatuh cinta pada Sandra.

Satu-satunya wanita paling cantik yang pernah dia temui.

Rambut panjang Sandra dipakaikan wig berwarna hitam, rambut asli Sandra adalah cokelat keemasan.

Memutar-mutar kunci mobil Auden terus berjalan mendekat.

"Mi Amor."

Keduanya berciuman dan Sandra kembali fokus dengan orang-orang di sekelilingnya yang sedang permak dirinya.

"Kamu sudah makan siang?"

"Belum," jawab Sandra sambil memberi senyuman tulus.

"Aku makan dulu, ya." Sandra berpamitan pada berapa penata rias setelah didandan.

Keduanya berjalan bergandengan, memeluk lengan suaminya dengan sayang.

"I need some time, just the two of us. I want to kiss, lean on your chest, sit on your lap, breastfeed, suck your dick, lick your ear. Hug you for a long time," bisik Sandra sensual.

Auden berbalik sambil menyipitkan matanya dan mencolek hidung sang istri dengan mesra.

"Kamu akan mendapatkan itu, Sayang. Hanya untukmu, aku hanya milikmu," balas Auden tak kalah mesra.

Detik berikutnya pria itu terdiam merasa begitu terpukul dengan apa yang terjadi beberapa minggu belakangan walau itu tanpa sengaja.

Semoga gadis bodoh itu tidak mengadu macam-macam.

Auden dan Sandra berjalan mencari tempat makan terdekat.

Masih menggenggam tangan sang istri hangat, pria ini tak ingin kehilangan cinta pertamanya. Sandra adalah pusat dunianya, ada perasaan bersalah yang masih bercokol di hati Auden seandainya Sandra tahu kejadian malam petaka itu.

Auden menyampir rambut panjang sang istri yang sehalus sutra dan menciumnya lama, dia sangat suka dengan wangi tubuh istrinya.

Kedua pasangan suami istri itu memilih restauran di dekat lokasi syuting Sandra, tempat yang lumayan cozy dan juga tidak rame.

Musik berdentum menyambut keduanya. Auden mengalihkan perhatian ke samping restauran uang terdapat kolam renang dengan banyak bunga berwarna-warni. Benar-benar tempat yang nyaman, walau mereka tak bisa berlama-lama di sini.

Sandra memesan menu Smoky Smoke Sandwich with Mayo and Vegan Cheese, dia bukan vegan dan juga tidak sedang diet, alasannya ini adalah makanan tidak ribet karena dia sudah berdandan, sedangkan Auden memilih makanan berat nasi goreng kebuli dengan konsep Timur Tengah.

"Jadi, kamu ada waktu buat kita antarkan anak itu ke dokter?" tanya Auden.

Selain makan siang bersama, dia memang berencana membawa ke dokter bersama istrinya, sebenarnya Auden tak peduli pada gadis miskin itu, walau perasaan bersalah terus menghantui dirinya.

"Tengok nanti, ya. Sekarang semuanya memang lagi makan siang." Auden mengangguk.

Dari dulu, dia selalu mendukung karier sang istri, Sandra juga sangat menghormati suaminya. Apa pun project yang dia kerjakan harus mendapat persetujuan suaminya, jika Auden tidak setuju maka penawaran job tidak diambil. Auden adalah partner, manager pribadi, dan segalanya.

Sandra selalu mendapat peran antagonis cocok dengan karakternya yang tegas, ini juga alasan yang membuat Auden tergila-gila pada sang istri karena dia bukan wanita manja yang menye-menye, Sandra sangat mandiri, bisa berdiri di kakinya.

"Kasian juga Ayla itu, Sayang. Jadi, selesai periksa dari dokter mungkin kita bisa kasih dia cuti satu bulan," usul Sandra, Auden mengangguk. Dia selalu menyerahkan sepenuhnya urusan rumah tangga pada sang istri.

Auden menyeka bekas saos di sudut bibir istrinya, Sandra tersenyum dan mengecup bibir suaminya sebelum melanjutkan makan.

Pernikahan mereka sudah berjalan selama lima tahun, dan keduanya selalu kompak hingga kini. Tidak pernah diterpa isu miring karena bagi keduanya keutuhan rumah tangga adalah yang utama.

Selesai makan, Auden kembali mengantarkan sang istri ke lokasi syuting, jika belum pada jadwalnya Sandra bisa izin sebentar untuk menemani suaminya mengantarkan pembantu mereka ke dokter.

"Moar lebih khawatir pada Ayla itu."

Moar Beatrix adalah Ibu Sandra, wanita paruh baya itu yang memungut Ayla entah di mana, hal itu yang membuat dirinya menganggap Ayla anak sendiri.

"Ya, segera ini ke dokter."

Sang ibu mertua sudah merecoki sedari tadi agar membawa Ayla segera ke dokter, dirinya sedang berada di luar negri. Menghabiskan masa tua dengan keliling dunia, bersama sang suami, Frans.

Sandra tidak mendapatkan izin karena sudah take.

Akhirnya Auden menyetir sendiri dan akan mengantarkan Ayla ke dokter.

Kenapa mereka begitu peduli, walau gadis itu hanya pembantu? Semua karena perintah mutlak nyonya besar.

___

Tak ada tempat mengadu.

Ayla merasa dunianya berhenti sekarang, tak ada yang peduli padanya jika detik ini dirinya mati. Gadis itu menutup mulut menahan tangisan yang sudah ke berapa.

Jika air matanya ditampung sudah bisa membentuk anak sungai untuk kehidupan para buaya. Benar-benar tak punya siapa pun di dunia ini.

Sebagai orang miskin yang tak punya kekuasaan hanya bisa meratapi nasib.

Ayla memegang perutnya yang terasa melilit karena dia sengaja tidak pernah menyentuh makanan. Sengaja untuk mengakhiri hidupnya detik ini, walau rasanya susah untuk mati.

Trauma itu masih membekas hingga kini, tergambar dengan jelas saat milik lelaki itu merangsak dengan paksa miliknya yang membuat seluruh tubuhnya gemetaran jika mengingat hal itu.

Tidak ada kerabat, tidak ada orang tua, tidak punya kekasih, dia hanya sebatang kara.

Ayla sudah tak ingat lagi kapan terakhir kali perutnya menyentuh makanan, musibah kemarin benar-benar membuatnya seperti kehilangan akal, dan separuh jiwa. Hanya bisa menangis, meringkuk, bertanya kenapa semua nasib soal ini terjadi padanya.

Matanya terpejam, tapi isi kepalanya dipenuhi banyak hal yang menghantui. Ayla tahu dirinya tak lagi baik-baik, tapi dia tak punya tempat untuk mengadu.

Mengangkat tangannya yang bergetar karena kelaparan, dan kurang tidur. Memang rasanya hanya menunggu ajal saja.

Sampai detik ini semua kejadian naas itu masih terekam jelas di ingatannya, Ayla berusaha untuk menghapusnya tapi semakin dilupakan kejadian itu terus terulang layaknya kaset rusak yang berputar berulang-ulang.

Menutupi mata merasakan perih yang luar biasa kebanyakan menangis.

Tok!

Tok!

Tok!

Ketukan di pintu bukannya membuat Ayla bergegas, gadis itu semakin memeluk dirinya meringkuk.

"Hey, ayo ke dokter!"

Mendengar suara itu membuat seluruh tubuh Ayla kembali gemetaran, tremor seperti gempa bumi.

Gadis itu menggeleng dengan cepat.

"Tidak! Pergi! Pergi!" ucapnya dengan suara serak, walau Auden tidak akan mendengar itu.

"Cepat keluar! Saya tak punya banyak waktu, dan harus kembali ke kantor." Auden menjadi tak sabaran, dan Ayla masih keras kepala terus menggeleng.

Sungguh, dia begitu takut kejadian naas itu kembali terulang. Jiwanya masih terguncang hingga sekarang.

"Saya dobrak sekarang, kalau kamu tidak buka pintu."

Ayla tak peduli.

BRAKKKK!

Pukulan yang kuat di pintu itu membuat Ayla kian ketakutan.

Auden merasa jengkel luar biasa, harusnya malam itu dia buang saja gadis ini ke dalam jurang agar tidak menyusahkan.

"Apa gadis itu kabur? Dia tidak ingin membuka pintunya?" Auden sengaja mengeraskan suaranya menelpon ibu mertua, walau dia tahu gadis bodoh itu berada di dalam.

"Dia berada di dalam kamar. Bawa segera ke dokter," perintah Moar Beatrix.

"Ayla! Ayo, ke dokter."

Hati Ayla seketika ringan mendengar suara sang nyonya besar. Wanita itu sudah dianggap keluarga, hal ini juga yang membuat Ayla tak bisa menceritakan pada siapa-siapa.

Dengan tubuh yang lemas, akhirnya Ayla membuka pintu sedikit dan itu sudah cukup buat Auden untuk mengangkat gadis kurus itu seperti membawa karung beras, dengan keadaan terbalik. Kepala di bawah, kaki di atas.

"Saya tak suka orang banyak tingkah, jadi menurut saja. Periksa ke dokter agar kamu cepat sembuh."

Dengan kasar pria itu meletakkan asal sang pembantu di co-driver.

Ayla hanya menunduk dengan tubuh lemah, dia sudah tak punya tenaga untuk melawan.

"Kamu harus makan, tubuhmu sudah seperti ranting," komentar Auden memasang seatbelt untuknya.

Ayla hanya menyadari kepalanya. Auden menoleh sekejap dan akhirnya memasang seatbelt milik sang pembantu.

"Sebaiknya kamu memang harus makan." Sedikit banyak Auden merasa gadis ini harus makan, minum vitamin. Mungkin dia butuh psikiater, ya dia merusak gadis ini dan juga yang harus memperbaikinya.

"Sandra tidak akan tahu apa yang terjadi, dan kamu sudah melakukan hal yang benar. Tetap tutup mulutmu jika kamu masih mau menghirup udara."

Ayla tak ingin mendengar kata apa pun, baginya semua hanya omong kosong di tengah kegamangan hidupnya yang semakin tidak jelas. Yang dia inginkan sekarang adalah tertidur dan tak pernah bangun kembali.

Auden melirik pada gadis yang seperti patung.

Andai dirinya orang kaya dia bisa membalaskan dendam dengan melaporkan pria sialan ini ke polisi dan di penjara.

Bibirnya terlihat begitu pucat, mata cekung menghitam di area bawah, matanya juga bengkak sudah sebesar bola golf. Tanpa sadar tangan Auden terulur untuk mengukur suhu tubuh gadis itu.

Refleks, mata Ayla membola dengan perlakuan itu. Tubuhnya selalu gemetaran, dengan begitu takut jika berdekatan dengan lelaki ini.

"Oh, tenanglah. Saya tidak bernafsu melihat kamu," jelas Auden jengah nada merendahkan dengan ekspresi seperti jijik membuat Ayla menggepalkan tangan.

Pria sialan!

Keduanya hanya berada dalam diam.

"Kamu harus berterima kasih padaku yang masih punya hati nurani untuk membawamu ke dokter, orang lain sudah pasti membiarkanmu mati cepat," jelas Auden dengan jumawa.

"Orang yang punya hati nurani tidak memperkosa orang lain."

Tidak! Ayla tidak berani mengatakan langsung, lidahnya kelu, bibirnya seolah terkunci untuk mengatakan yang sebenarnya.

Tapi, dia akan membalas semua sifat angkuh pria ini suatu hari nanti.

"Sudah sampai. Jangan terlalu banyak mengkhayal jadi orang kaya, orang miskin akan selalu berada di garis kemiskinan."

Menghela napas panjang, Ayla enggan untuk keluar. Rasanya jengkel luar biasa pada laki-laki buas ini, walau dia tak punya kuasa. .

"Jadi mau saya gendong lagi?" Pertanyaan itu membuat Ayla dengan cepat melepaskan seatbelt dengan kasar, dan jalan terseok-seok karena dia memang sedang sakit.

Auden mengikuti dari belakang, memperhatikan sang pembantu yang memang tak terurus.

"Kasian, mana masih muda," gumam Auden sambil menggeleng.

Setelah mendaftarkan diri, keduanya langsung masuk ke ruangan dokter karena tidak ada antrean.

Dokter menanyakan apa saja keluhan Ayla, gadis itu lebih banyak berbohong, tentang dia yang tak bisa tidur dengan nyenyak karena terus terbayang malam sial tersebut.

Tapi, Ayla berterus terang soal dia yang tak berselera makan, sering muntah, dan cepat lelah karena kebanyakan menangis.

"Coba tampung urine di cup ini, dan bawa kembali ke sini," pintar sang dokter.

Gadis itu tak mengerti apa yang diminta, ia berbalik ke arah Auden yang bermain ponsel.

Dengan berjalan pelan sambil menggigit bibirnya berkali-kali, menuju toilet di samping ruangan.

Apa yang akan dilakukan dokter dengan urine tersebut? Ayla adalah gadis yang sangat polos.

Setelah selesai dengan hajatnya, gadis itu kembali membawa cup berisi urine miliknya yang berisi setengah. Dokter mengeluarkan testpack yang membuat seluruh jiwa Auden ingin lepas ke alam lain.

Tidak! Tidak! Tidak mungkin.

"Kapan terakhir kali Anda haid?" tanya dokter sambil mengeluarkan testpack.

Ayla hanya menggeleng, dia memang tak pernah lancar jadwal haid bisa dua bulan sekali, bahkan tiga bulan sekali. Dirinya juga bukan orang yang rajin menghitung masa haid.

Dokter mengangkat testpack dengan garis dua samar sambil tersenyum.

"Selamat ibu dan bapak, akhirnya kebahagiaan di rumah kian terasa sempurna," jelas dokter dengan bahagia.

Kepala Ayla langsung berdenyut hebat, tubuhnya gemetaran luar biasa.

Tidak! Tidak mungkin! Kenapa harus seperti ini?

Masa depannya, masa depannya masih panjang.

Auden menggepalkan tangan kuat. Kepalanya juga hampir pecah karena ini, dengan susah payah pria itu menelan ludah kasar. Entah bagaimana dia harus menghadapi hal ini.

"Saya akan beri obat vitamin sebagai penguat janin."

Dokter berkali-kali memberi selamat dan mulai memberi resep, sedangkan Auden dan Ayla rasanya ingin ditelan bumi detik ini.

Penglihatan Ayla buram karena air mata. Masih dengan tubuh gemetaran gadis itu berdiri, karena tak kuat menopang tubuhnya akhirnya dia pingsan!

Sial! Sial!

Bagaimana kalau Sandra tahu jika gadis bodoh ini hamil?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status