Beranda / Romansa / BENIH PRESDIR LUMPUH / Bab 1 Tidak Ingin Melakukannya

Share

BENIH PRESDIR LUMPUH
BENIH PRESDIR LUMPUH
Penulis: Simbaradiffa

Bab 1 Tidak Ingin Melakukannya

Penulis: Simbaradiffa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-22 16:35:06

Crack! Pranggg!

Pecahan kaca berhamburan di lantai.

"Fiona, hentikan!" ucap pria paruh baya dengan nada tegas.

"Aku tidak akan menghentikan semua ini sampai Ayah menarik kembali apa yang Ayah katakan. Kau tahu, Ayah! Aku tidak suka dengan leluconmu ini!" teriak seorang gadis yang masih berusia 18 tahun. Dia terlihat sangat marah. Jelas saja, dia begitu marah ketika baru saja bangun tidur dari mimpi indahnya semalam. Namun, saat bangun, dia harus mengalami mimpi buruk.

Masa depan yang Fiona bayangkan akan begitu indah setelah lulus sekolah ternyata sia-sia. Dia harus menikah dengan seorang pria yang terpaut umur jauh lebih tua darinya. Bahkan Fiona tidak mengenal pria itu.

"Ayah tidak bisa menarik apa yang Ayah katakan sebelumnya. Kamu memang telah resmi menikah dengan Tuan William Stefanus Thene. Ayah telah menikahkan kalian berdua semalam. Sekarang, kau pergilah ke rumahnya dan tinggal di sana menjadi istrinya," ucap Fawzi Sanjaya, ayah Fiona, dengan tegas.

“Bagaimana bisa Ayah menikahkan aku dengannya tanpa persetujuanku?” teriak Fiona penuh dengan emosi.

“Ayah tidak memerlukan persetujuan darimu,” jawab Fawzi dingin, membuat raut wajah Fiona terlihat kecewa.

Fiona tidak habis pikir dengan apa yang Ayahnya katakan. Bagaimana mungkin dia bisa menikahkan dirinya tanpa persetujuan? Bahkan, Fiona pun tidak tahu kapan Ayahnya menikahkan dirinya semalam.

Sekarang, Fiona berdiri menatap bangunan megah yang menjulang tinggi, mungkin sekitar empat atau lima tingkat, dengan luas yang tidak dapat dihitungnya.

Ini adalah kediaman Stefanus Thene.

Fiona begitu anggun berjalan, meskipun penampilannya sangat tidak pantas untuk gadis remaja sepertinya. Dia mengenakan dress merah dengan tali pengikat di belakang lehernya, memperlihatkan bagian punggungnya, serta heels merah yang dipadu dengan stocking jaring.

"Nyonya, Tuan sedang menunggu Anda di kamarnya," kata pembantu itu, mencoba menunjukkan jalan menuju kamar Tuannya. Fiona sama sekali tidak tertarik untuk menjawab.

Entah berapa banyak pembantu yang berbisik-bisik membicarakan penampilan Fiona saat ini. Namun, dia tidak peduli. Orang yang seharusnya berada di tempat ini bukanlah Fiona, melainkan Azalea Liona Fawzi. Gadis itulah yang seharusnya berada di kediaman Stefanus Thene. Namun, Azalea telah melarikan diri dengan selingkuhannya, dan sekarang Fiona yang harus menanggung semua konsekuensinya. Jika tidak, perusahaan ayahnya akan hancur begitu saja. Sudahlah! Lupakan soal itu. Sekarang Fiona akan melakukan rencana agar pria itu segera menceraikannya. Lebih cepat lebih baik, bukan?

Brak!

Fiona menendang pintu kamar yang nantinya akan ditempatinya, dengan salah satu kaki. Dengan penuh percaya diri, dia masuk ke dalam kamar tersebut.

"Ah!" Fiona terperanjat kaget melihat wajah tampan yang begitu sempurna, seperti patung yang memiliki pahatan yang begitu indah, kini berada tak jauh darinya.

"Oh... Baby, kau sangat tampan sekali. Mungkin aku akan menjadi gadis paling beruntung di dunia ini yang dinikahi olehmu, jika kau tidak lumpuh!" kata Fiona tanpa basa-basi, langsung menghina fisik William.

Walaupun Fiona tidak mengenal wajah suaminya, pembantu sebelumnya telah menyebutkan bahwa Tuannya menunggu di dalam kamar, maka pria itu adalah suaminya.

Fiona cukup terkejut melihat pria yang menjadi suaminya ternyata lumpuh. Sekarang Fiona mengetahui alasan kakaknya berselingkuh dan meninggalkan calon suaminya.

Fiona sama sekali tidak mengenal William Stefanus Thene, pria yang telah menjadi suaminya itu. Meskipun kakaknya seharusnya menikah dengan pria itu, Fiona tidak pernah melihat wajah calon kakak iparnya.

Fiona baru saja kembali dari Italia beberapa hari yang lalu, berniat menghadiri acara pernikahan kakaknya karena ibunya tidak dapat hadir. Setelah bercerai dengan Ayahnya, Ibunya memilih menetap di Italia bersama Fiona, sementara Azalea tinggal di Indonesia bersama Ayahnya. Fiona terpaksa datang karena Ayahnya menekannya untuk hadir di hari pernikahan kakaknya. Namun, malah Fiona yang sekarang harus menjadi pengantin pengganti.

Fiona sama sekali tidak menyangka bahwa dia akan menikah di usianya yang masih belasan tahun.

William menatap Fiona dengan datar, seakan tidak tertarik dengan gadis di depannya. Kata-kata yang diucapkan Fiona untuk mengejeknya tampak sudah biasa baginya.

William tidak peduli dengan tingkah laku Fiona yang tidak pantas, namun wajah cantiknya mampu menarik perhatiannya. Ada sesuatu yang menggelitik di dalam hati William saat melihat wajah cantik Fiona, berbeda dengan mantan kekasihnya, Azalea. Saat mengingat Azalea, wajah William terlihat marah, rahangnya mengeras sampai terlihat dengan jelas.

Fiona yang melihat perubahan mimik wajah William yang terlihat marah, tersenyum senang. Dia mengira William marah dengan perkataannya.

Fiona berjalan perlahan mendekati William, tiba-tiba dia mengangkat satu kakinya yang masih menggunakan heels tinggi untuk menekannya pada dada bidang William dengan penuh percaya diri.

William hanya diam tanpa bergerak sedikit pun dari kursi rodanya, memperhatikan gerak-gerik istrinya yang mungkin sangat keterlaluan. Meskipun William sudah bisa menebak maksud dan tujuan Fiona, dia memilih untuk mengabaikannya. Tingkah dan keberanian Fiona cukup menarik perhatiannya.

Fiona tersenyum layaknya perempuan yang sedang menggoda. Bahkan William bisa melihat paha mulus Fiona yang terangkat di depannya.

"Sayang, apa kau ingin sesuatu dari dalam tubuhku, sesuatu yang akan membuat kita mencapai puncak dengan penuh kehangatan? Tetapi sepertinya aku belum siap melakukannya. Aku masih belum lulus sekolah, dan sepertinya kau tidak akan mampu melakukannya dengan kakimu yang lumpuh. Mungkin salah satu bagian tubuhmu juga akan sama seperti kakimu!" ejek Fiona pada William yang hanya memperlihatkan wajah datar.

Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, Fiona segera pergi dari kamar yang akan ditempatinya sebagai istri William.

Fiona merasa lega saat berada di luar. "Huu… kenapa dia begitu tampan," gumam Fiona.

Fiona merasa tidak mampu menahan keinginannya untuk memuji William. Namun, yang diinginkan Fiona saat ini hanyalah perceraian. Bagaimana pun caranya, mereka berdua harus berpisah.

"Sekarang apa yang harus aku lakukan di sini? Aku tidak bisa membiarkan pria itu menyentuhku malam ini," gumam Fiona sambil berjalan menelusuri rumah mewah milik William.

Fiona cukup khawatir William akan menyentuhnya malam ini. Sebagai pasangan pengantin baru, setiap orang pasti akan menunggu momen yang menggairahkan di malam pertama.

Fiona tampak gelisah, tidak ingin kehormatannya direnggut oleh pria lumpuh. Meskipun William adalah suaminya, pernikahannya saat ini bukan keinginannya, dan dia tidak ingin memberikan haknya pada William.

Fiona mencoba untuk tetap tenang dan berpikir lebih jernih. Sepertinya akan sulit bagi William untuk melakukan hal tersebut karena kondisinya yang lumpuh. Seulas senyum tercetak jelas di wajah Fiona.

Fiona melanjutkan langkahnya dengan sedikit kebingungan saat mencari jalan menuju balkon di rumah William yang sangat besar. Karena ini kedatangannya pertama kali, sehingga Fiona beberapa kali tersesat dan harus berputar-putar untuk menemukan jalan yang benar menuju balkon, tanpa bantuan pembantu yang beberapa kali berpapasan dengannya.

Setelah beberapa saat, Fiona berhasil menemukan tempat yang ditujunya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Marlien Cute
Fitnah munafik deh kamu didepan suami kamu seolah² ga terpikat dengan ketampanannya padahal kamu sudah terpesona kan dengan ketampanan suami kamu.
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
ya elah Fiona yg bnr saja depan Williams seolah2 km g perduli sama kerampananbya eh pas keluar mlh muji2 kalau suaminya memang tampan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 112 Menciumnya Perlahan

    Perlahan Dawson mencium bibir Nessa sekilas, mencoba menenangkannya. Lalu menutup matanya sesaat. Kepalanya berat, bukan hanya karena luka dan kelelahan, tapi karena semua yang baru ia ketahui. Kenyataan yang baru diterimanya membuat pikirannya kacau.Fiona dan William masuk perlahan, berdiri di sisi ruangan tanpa mengganggu momen mereka. William hanya menatap putranya dari jauh, ekspresinya sulit di tebak. Fiona menggenggam tangan William erat, seolah hanya itu yang membuatnya tetap tenang.Dawson membuka mata, menatap mereka, lalu kembali pada Nessa yang duduk di sisi ranjangnya.“Nessa … kamu tidak perlu khawatir lagi, aku baik-baik saja sekarang,” ucapnya pelan. “Kita sudah bertemu, dan sekarang … tidak sendirian lagi.”Nessa menatap wajah Dawson, matanya lembut, meski masih tampak cemas. Dawson mengerang pelan saat mencoba bangkit dari posisi berbaring. Tubuhnya masih lemah, namun dia memaksa dirinya untuk duduk. Nessa buru-buru membantunya, menyanggah punggungnya agar tidak terla

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 111 Tidurnya Tak Nyenyak

    Beberapa hari terakhir terasa seperti neraka bagi Nessa. Sejak terakhir kali Dawson menghubunginya, tak ada satu pesan pun yang masuk. Nomor Dawson pun sudah tidak aktif. Seperti menghilang ditelan bumi. Awalnya, ia mencoba untuk tidak terlalu memikirkan hal itu. Tapi semakin lama, rasa cemasnya semakin menyesakkan dada. Ada firasat buruk yang terus menghantui pikirannya, membayanginya siang dan malam.Tidurnya tak pernah nyenyak. Malam-malam dilaluinya dengan resah, berulang kali menatap layar ponselnya tanpa hasil. Ia mencoba bertanya pada anak buah Dawson, namun mereka tidak memberikan jawaban yang meyakinkan, hanya memintanya tetap di rumah demi keselamatannya.Karena merasa tertekan dan butuh teman, Nessa akhirnya menghubungi Evelyn. Dia memintanya datang dan menginap di rumah. Tapi sayangnya, para penjaga tak mengizinkan Nessa untuk bermalam di luar. Sehingga Nessa mengajak Evelyn menginap di rumahnya dan gadis itu pun setuju untuk datang.Ketika malam tiba, Evelyn datang tak se

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 110 Moncong Pistol

    Dawson turun perlahan, melompati atap ke belakang gedung, lalu menyelinap masuk lewat pintu layanan yang hanya di jaga satu orang. Dengan menangkap dari arah belakang dan gerakan memutar lehernya, Dawson berhasil masuk tanpa menimbulkan suara. Ia sudah memetakan jalur ini berhari-hari sebelumnya. Saat pria-pria berjaga sibuk memindahkan peti-peti logam, Dawson meluncur dalam bayangan, seperti hantu yang tak terlihat.Ruang utama hanya berjarak satu koridor lagi. Saat ia sampai di sana, ia melihat Reuben duduk santai di kursi kulit, dikelilingi tiga pria berbadan besar dan satu wanita bersenjata.Tanpa banyak basa-basi, Dawson menarik pelatuk. Tiga peluru senyap menghentikan nyawa pengawal itu dalam sekejap. Teriakan wanita bersenjata tak sempat keluar karena pisau lempar Dawson lebih cepat dari suaranya.Reuben bangkit, berusaha mengeluarkan pistol, namun Dawson menembaknya lebih dulu—tepat di dada.Tubuh Reuben terhuyung lalu tumbang ke belakang, darah mengalir membasahi marmer mewah

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 109 Membantunya

    Ketika pintu lift terbuka, koridor dengan karpet mewah dan pencahayaan hangat menyambut mereka. William menggenggam tangan Fiona sebelum membuka pintu besar menuju ruang kantornya.Begitu pintu tertutup di belakang mereka, Fiona langsung duduk di sofa dekat jendela besar yang menyuguhkan pemandangan kota. William melepas jasnya dan menggantungkannya di sandaran kursi.“William, haruskah aku mendekati Nessa?” “Bukankah, kamu sudah mendekatinya,” ucap William sambil membuka dokumen yang ada di atas meja kerjanya. “Maksudku, lebih dekat lagi. Aku ingin tahu tempat tinggal Dawson. Jika mereka sudah menikah, pastinya akan tinggal serumah,” lanjut berkata. “Aku sudah terlalu lama menunggu jawaban tentang anak kita berada, William.” William meraih tablet dari mejanya dan mulai mengetik sesuatu. “Aku akan minta laporan latar belakang tentang Nessa dari HRD. Pasti ada sesuatu yang tercatat.”Fiona menatap ke luar jendela. Angin menghembuskan tirai tipis. “Aku hanya berharap ini bukan harapa

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 108 Bergerak Halus

    Dawson duduk di sebuah meja kayu besar di dalam bangunan tua dan tersembunyi. Tak lama, empat pria masuk—David, Max, Erick, dan Ethan. "Dawson, mengapa kau mengumpulkan kami disini?" kata David sambil bersandar di dinding, menyilangkan tangan.Dawson berdiri. "Aku butuh bantuan kalian. Ini penting."Max menyipitkan mata. "Masalahnya apa?” "Aku ingin hidup dengan damai dan mengakhiri pekerjaanku selama ini. Namun, Kondrey tidak akan membiarkanku pergi begitu saja. Aku tahu itu. Tapi yang paling aku khawatirkan bukan diriku … tapi Nessa. Dia sengaja memberikan tugas yang cukup jauh, dia bisa saja mencoba melukai satu-satunya kelemahanku."Erick dan Ethan saling pandang, lalu mendekat."Kau ingin kami jaga dia?" tanya Erick."Ya. Pastikan dia aman. Aku akan menambah beberapa penjaga tetap di rumah, tapi aku butuh mata dan telinga yang lebih tajam—orang yang aku percaya sepenuhnya."Dawson menatap mereka satu per satu. "Aku titipkan hidup Nessa pada kalian."David menarik napas. “Kami b

  • BENIH PRESDIR LUMPUH   Bab 107 Jangan Melibatkan Istriku

    Dua hari berlalu sejak insiden di galeri. Nessa akhirnya diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Meski kondisinya sudah membaik, Dawson tetap tidak tenang. Ia datang menjemput Nessa pagi-pagi sekali, mengenakan kemeja gelap dan mantel panjang, wajahnya tak lepas dari ekspresi serius sejak memasuki bangsal.Di dalam mobil, Nessa duduk diam, kepalanya bersandar di jendela sambil memandangi jalanan. Dawson sesekali melirik, memastikan gadis itu baik-baik saja.“Kalau kamu masih ingin istirahat di rumah sakit, aku tidak keberatan,” ujar Dawson pelan, memecah keheningan.Nessa menggeleng kecil. “Aku lebih tenang di rumah. Apalagi di rumahnya ada suamiku.” Dawson menoleh dan tersenyum sambil mengacak-acak rambutnya. “Aku akan selalu ada.”Nessa hanya tersenyum tipis, ia tahu suaminya tidak akan selalu ada, mengingat pekerjaannya yang mengharuskannya jarang pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, beberapa pria berseragam hitam dengan tubuh gagah dan besar langsung membukakan gerbang. Meng

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status