Setelah kemarin malam berkumpul dengan rekan-rekan kerja Hanif, saat kembali ke lingkungan kerjanya sendiri tiba-tiba Kimmy merasa seperti baru mimpi jalan-jalan ke bulan kemudian ketika bangun kembali ditendang jatuh ke bumi.
Siapa yang tidak ingin bekerja di perusahaan bonafid dengan gaji besar, tapi memang nasib Kimmy tidak pernah mujur dalam pekerjaan. Bahkan teman sebangkunya yang dulu tidak terlalu cerdas saja sekarang bisa mendapatkan pekerjaan di perusahaan bergengsi dengan gaji dolar. Dari situ Kimmy sadar jika nasib memang lebih menentukan segalanya dibanding usaha.
Baru saja Kimmy datang kak Lisa satu-satunya penghuni ruangan tersebut yang sama gender dengannya langsung memberitahu jika ada surat pemberitahuan untuknya yang tadi dia letakkan di atas meja.
Kimmy melihat amplop cokelat tersebut masih tergeletak di atas mejanya, dia segera menyambar amplop tipis itu baru kemudian menunjukkan pada kak Lisa yang kebetulan memang hanya berjarak dua kubikel darinya.
"Thanks, Kak. "
Wanita ayu dengan paras keibuan itu langsung tersenyum pada Kimmy.
"Good luck! " serunya dari sebrang kubikel sambil mengedip.
Kak Lisa adalah satu-satunya teman yang bisa Kimmy ajak curhat di ruangan itu. Maklum karena memang cuma ada dua wanita dan lima pria dalam satu ruangan bersekat tersebut. Benar-benar ekosistem yang tidak seimbang. Pantas jika bang Hanif sering menggerutu karena Kimmy tidak juga mendengarkan nasehatnya untuk segera resign.
Kimmy membereskan beberapa kertas memo putar dan klip penjepit kertas yang masih berserakan di mejanya. Akhir pekan kemarin Kimmy pulang buru-buru sampai tidak sempat merapikan meja karena takut terlambat berdandan untuk ikut bang Hanif ke acara kantornya. Padahal Hanif juga baru menjemputnya jam delapan malam dan ternyata Kimmy juga tidak banyak berdandan karena sejatinya dia memang kurang pintar bermake up.
Selesai membereskan meja, Kimmy segera ingat untuk membuka amplopnya, dia masih santai tanpa firasat apapun karena ia pikir itu cuma pemberitahuan tagihan pribadi atau slip gajinya yang kemarin sempat tidak terkirim. Jadi Kimmy memang sama sekali tidak menyangka jika pagi ini dirinya bakal mendapat surat pemberitahuan bila kontrak kerjanya yang memang akan berakhir akhir bulan ini tidak akan diperpanjang lagi.
Tiba-tiba rasanya seperti dicemooh oleh nasip yang menggelikan. Bahkan perusahaan yang tidak pernah memberinya gaji besar seperti ini pun juga bisa asal menendangnya sesuka hati. Dengan kesal Kimmy meremas amplop coklat tersebut dan langsung melemparnya ke tempat sampah di sudut kubikel. Memangnya mau ditaruh ke mana lagi mukanya jika sampai keluarga dan teman-temannya tahu dirinya dipecat dari perusahaan tidak bonafid macam ini.
Sekarang bahkan Kimmy malu untuk memberitahu Hanif jika dirinya baru saja di PHK. Kimmy menyesal karena tidak mendengarkan nasehatnya untuk resign dari kemarin-kemarin. Menjadi pengangguran karena resign jauh lebih bermartabat dari pada dirinya ditendang dengan jalan PHK dari perusahaan yang selama tiga tahun tidak pernah memberinya bonus dan kenaikan gaji.
Sebenarnya Kimmy adalah gadis yang lumayan cerdas, dia juga karyawan yang rajin dan tidak pernah membuat masalah. Hanya saja nasibnya yang selalu kurang baik dalam urusan pekerjaan. Itulah kenapa kadang dia iri dengan semua keberuntungan bang Hanif, yang sepertinya mudah sekali untuk mendapatkan apapun pekerjaan yang dia inginkan dan selalu cepat mendapatkan promosi.
Orang bilang Kimmy beruntung karena mendapatkan pria seperti bang Hanif, padahal Kimmy sendiri sering merasa malu dengan ketimpangan di antara mereka berdua. Ibarat bumi dan langit, ibarat pangeran yang memilih si upik abu. Atau mungkin keberuntungan Kimmy memang bukan dalam segi pekerjaan. Jika menarik perhatian laki-laki juga bisa dihitung keberuntungan, Kimmy mungkin memang jadi orang yang paling beruntung. Kalau tidak mana mungkin pria seperti Hanif mau memilih wanita seperti dirinya.
Kimmy sedang melihat Hanif yang berjalan menyebrangi halaman parkir sebuah coffe shop tempatnya menunggu sudah hampir setengah jam. Tunangannya itu memang tampan dan selalu mencuri perhatian, bahkan saat hanya sedang berjalan menyebrangi parkiran sambil mengernyit kepanasan pun dia tetap saja terlihat seperti bintang iklan produk Gucci.
Hanif sudah melambai pada Kimmy yang sengaja duduk di dekat kaca etalase.
Hari ini Kimmy bolos pulang cepat karena kesal. Masa bodoh jika mereka tidak akan memberikan sisa gajinya bulan ini, Kimmy sudah tidak peduli. Kontrak kerjanya memang habis akhir bulan ini tapi apapun istilahnya sama aja dengan memdapatkan PHK. Karena belum ada dalam sejarah rekan-rekan kerjanya yang sampai diberhentikan kecuali mereka yang bosa sendiri tanpa kenaikan gaji dan akhirnya mengundurkan diri.
Kimmy segera menelepon Hanif karena sepertinya dia hanya ingin bertemu pria itu untuk menumpahkan isi kepalanya yang sedang buntu, kesal, ingin marah tapi ternyata dia malah hanya bisa pasrah. Karena begitu Hanif tiba, pria itu malah lebih dulu menberi kabar gembira jika dirinya baru kembali mendapatkan promosi jabatan.
Rasanya mental Kimmy jadi ikut jatuh terpental kelantai, apalagi ketika menyimak antusiasme Hanif menceritakan berbagai rencana besarnya. Dengan posisi baru yang dia dapat sekarang Hanif sudah berencana untuk membangun perusahaan sendiri di bidang yang serupa dan akan menjadikan kesempatannya kali ini sebagai batu loncatan untuk mencari nama.
Otak cerdas memang berbeda dengan yang standar dan biasanya hanya pasrah dengan nasib. Hanif adalah pria yang memiliki gairah dan ambisi yang kuat untuk bisa mencapai semua target-target hidupnya, dan dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan tujuannya. Pria tampan itu masih sibuk bercerita tanpa sadar jika wanita di depannya sedang sangat terpuruk, menderita dan mengenaskan.
Sepertinya otak Kimmy juga sudah tidak bisa menyerap informasi lagi, dari tadi dia hanya mengaduk-aduk sisa milkshake di gelasnya yang hampir kandas dengan wajah lesu dan masih harus pura-pura ikut senang. Padahal Kimmy tidak hanya sedang sedih karena baru jadi pengangguran, tapi dia paling sedih karena menyadari kesenjangan nasib mereka yang makin tak tertolong. Tiap kali Kimmy berpikir sendiri, 'apa dirinya layak untuk pria seperti itu?'
"Jadi benar, kamu masih sama sekali belum terpikir untuk resign? " tanya Hanif yang tiba-tiba sudah menyodorkan gelas minumannya dan mengambil gelas Kimmy yang kosong.
Mungkin memang Kimmy yang sudah kebanyakan bengong sampai tidak sadar kalau dari tadi sudah berisik menyedot gelas yang udah kandas isinya.
"Maaf, Bang, " Kimmy merasa semakin bodoh karena ketahuan melamun sendiri.
"Kamu sakit? "
Hanif mengulurkan tangan untuk nyentuh dahi Kimmy, sekedar memastika siapa tahu Kimmy demam.
"Bukan di situ yang sakit, Bang, " kata Kimmy dan Hanif terlihat bingung karena kemudian Kimmy menunjuk dadanya.
"Aku baru saja kena PHK, " jujur Kimmy, meski malu, dan Hanif ternyata malah cuma mengerutkan dahinya dengan heran.
"Apa kau benar-benar tidak mendengarkan jika tadi aku juga bilang punya berita gembira untukmu? "
Kali ini giliran Kimmy yang mengerutkan dahinya dengan muka masam dan agak memelas.
"Aku sudah mengatakan berulang-ulang, ada lowongan pekerjaan untukmu jika kau bersedia resign."
"Benarkah tadi aku tidak menyimak berita sepenting itu? " tanya Kimmy heran dan Hanif hanya mengangguk maklum.
"Maaf Bang, bisa di ulang lagi, " tiba-tiba Kimmy jadi mulai bersemangat kembali.
Setelah Hanif menjelaskan barulah Kimmy mengangguk-angguk sendiri.
"Sebenarnya aku masih malu karena di PHK," jujur Kimmy."Tapi benarkah ada lowongan pekerjaan untukku di tempat kerja, Abang? "
Tentu Kimmy sangat antusias jika benar dia bisa bekerja di perusahaan sebesar tempat Hanif bekerja
"Kau bisa datang besok untuk wawancara."
Hanif malah langsung memberi kartu nama Tristan Murai untuk Kimmy.
"Tristan sudah berjanji akan mempertimbangkanmu."
Kimmy sepertinya masih sibuk meneliti kartu nama yang baru diberikan Hanif.
"Bang, apa ini alamat kantormu? "
Karena seingat Kimmy, tunangannya itu tidak berkantor di daerah sana.
"Tristan adalah orang yang super sibuk, jadi temui saja di mana dia sempat," terang Hanif."Aku sudah meminta jadwal khusus ini untukmu."
Kimmy masih mengangguk-angguk sembari memeriksa kembali alamat di kartu ekslusif yang terlihat mahal itu tanpa merasa ada yang aneh, dan masih belummencurigai apapun.
Hanif, Kimmy, dan Tristan duduk di beranda sambil menyaksikan anak-anak yang sibuk bermain dengan kuda poni. Al juga sudah lama tidak bertemu Sofia, nampaknya mereka juga sudah sangat rindu hingga sepertinya belum mau berpisah ketika Hanif hendak mengajak putrinya untuk pulang. "Menginaplah, Bang, mereka sudah lama tidak bertemu biarkan lebih puas bermain dulu." Tristan juga menawarkan kamar tamu yang dekat dengan kamar putranya di lantai dua, karena Al juga merengek ingin tidur bersama bang Hanif. Dulu Kimmy memang sering membiarkan putranya menginap di tempat Bang Hanif jika dirinya sedang bepergian untuk pekerjaannya. Meski bukan darah dagingnya sendiri tapi Hanif tetap menyayangi Al seperti putranya dan bocah laki-laki itu juga sudah biasa bermanja-manja padanya sejak bayi. Bang Hanif akhirnya setuju untuk kembali ke hotelnya beso
Menjelang akhir musim semi udara malam terasa semakin hangat, bercinta bisa menjadi kegiatan yang semakin menyenangkan karena mereka tidak perlu merasa khawatir bakal menggigil kedinginan meskipun tidur tanpa pakaian sampai pagi. Tristan sengaja membuka semua pintu balkon dan membiarkan udara malam ikut masuk menemani mereka berdua bergelung dalam gairah. Kimmy sudah terasa begitu lembut dan manis, menyambut dengan antusias setiap sentuhannya dengan begitu menyenangkan. Lenguhan rendahnya terlalu menggoda untuk di abaikan, Tristan tahu di mana wanita itu paling suka untuk di sentuh dan di manjakan. Tristan kembali menekan pinggul Kimmy yang sedikit terangkat karena sama-sama sedang tidak sabar ingin segera diselesaikan."Sabar, Sayang." Tristan baru saja hendak memasukinya ketika tiba-tiba Kimmy menjentikkan jari menyuruhnya untuk berhenti.
Sudah hampir tengah malam ketika hujan akhirnya reda, Kimmy dan Tristan sampai harus mengendap-ngendap masuk kerumah mereka sediri seperti pencuri yang takut tertangkap basah. Tristan membawa Kimmy melewati tangga putar dari samping menara ruang kerja kakeknya. Dari situ ada lorong sempit yang akan berujung pada pintu darurat dari kamarnya. Bahkan Kimmy sendiri tidak tahu jika ada pintu keluar lain dari kamar mereka. Karena jarang di lewati jadi lorongnya gelap tanpa penerangan dan agak berdebu. Belum apa-apa Kimmy sudah terbersin-bersin dan membuat Tristan menciumnya kemudian tertawa."Jangan berisik nanti kita ketahuan" seolah mereka berdua benar-benar remaja nakal yang sedang menyusup keluar dari kamar.Kimmy terbersin lagi dan Tristan menciumnya sekali lagi sebelum buru -buru menarik Kimmy melewati lorong.
"Siapa Arneta Seymour?" tanya Tristan pada Philippe yang baru duduk di depannya. "Maaf Tuan, apa maksud Anda?" Kelihatanya Phillippe langsung panik dengan pertanyaan mengejutkan tersebut, apa lagi dengan cara Tristan menatapnya kali ini. Mereka sedang berada di ruang kerja tuan Murai yang pastinya Tristan juga tidak sedang main-main sampai sengaja memanggilnya kemari. "Wanita yang dimakamkan tepat di sebelah kakekku." "Dia putri Sharlote," gugup Phillippe. "Apa hubungannya dengan kakekku?" Tristan tidak bodoh dan tahu jika kakeknya tidak akan menempatkan orang sembarangan di sebelahnya. Philippe merasa jika dirinya semak
Sudah lewat tengah hari ketika mereka semua tiba di Tuscany dan langsung menuju rumah keluarga Murai. Kedua orangtua Kimmy sepertinya juga nampak terkagum-kagum dengan keindahan perbukitan dan ladang-ladang anggur yang mereka lihat di sepanjang perjalanan tadi. Al juga tidak berhenti berceloteh sendiri sambil bernyanyi-nyanyi riang. Kimmy lega karena putranya tidak rewel, karena ini merupakan perjalanan jauh pertama baginya."Nanti akan kuajak berkeliling perkebunan dan gudang anggur," bisik Tristan pada putranya yang mengintip dari jendela.Tristan memiliki warisan perkebunan yang sangat luas dan sebuah rumah penghasil anggur ternama yang sekarang di kelola oleh beberapa teman kepercayaan kakeknya. Karena Tristan sendiri sudah tidak memiliki waktu untuk mengurus semua itu.Begitu mereka sampai para pengurus rumah berbaris menyambut mereka di halaman. Tristan memperkenalkan mereka satu-persatu karena sudah menganggap mereka semua layaknya keluarga. BibiSha
Hari masih pagi ketika keributan kembali terjadi. Philippe datang ke rumah Kimmy bersama seorang pria bersetelan rapi yang katanya petugas KUA. Baru kemarin Tristan membahas perkara pernikahan dan tentu saja Kimmy tidak menyangka Tristan serius dengan ucapannya tentang menyuruh Philippe."Tristan ini pernikahan kenapa kau tidak bicara dulu denganku?" protes Kimmy."Sepertinya aku sudah bicara padamu kemari."Kimmy langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Ya, tapi..." tiba-tiba Kimmy jadi tidak bisa melanjutkan kata-katanya sangking keterlaluannya pria itu.Umumnya orang memang akan ribet jika membahas pernikahan tidak seperti Tristan Murai yang cuma hanya seperti sekedar membahas liburan di akhir pekan. Tapi masalahnya dari dul