Ternyata itu adalah alamat sebuah apartemen super mewah yang di dalamnya memiliki sebuah kolam renang indoor dengan atap kaca yang sangat tinggi. Ada barisan pohon palem lengkap dengan koral layaknya di pantai sungguhan. Kimmy bahkan hampir lupa jika dirinya sedang berdiri di salah satu lantai sebuah gedung pencakar langit yang sebagian sisinya menghadap ke pusat kota.
Kimmy masih berdiri di ambang pintu setelah mengikuti instruksi pelayan yang menjemputnya dari lobby.
Trista Murai baru saja keluar dari kolam renang, melenggang santai berjalan dengan tubuh basahnya yang hanya memakai celana pendek menggantung rendah di pinggang.
Tentu Kimmy masih syok karena tidak mengira bakal melihat pria yang masih begitu basah dan nyaris bugil.
Tristan menyambar handuk dari punggung kursi berjemur di tepi kolam renang, melilitkan ke pinggangnya yang ramping dan bertekstur sebelum kemudian berjalan dengan begitu percaya diri menghampiri Kimmy. Kimy masih berdiri kaku seperti patung marmer yang sedang menahan napas agar tidak retak atau hancur. Kimmy merasa mentalnya benar-benar bisa runtuh jika dihadapkan dengan mahluk seperti ini.
"Aku tidak tahu kau sudah datang, " suara pria itu terdengar berat lebih seperti aksen orang Inggris dengan kombinasi lebih santai, karena dia bisa sangat terus terang memperhatikan Kimmy mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Meski kali ini Kimmy merasa pakaiannya sudah cukup sopan tapi ternyata dia tetap merasa tidak percaya diri jika diperhatikan sedetail itu oleh seorang pria.
"Maaf, apa aku datang di waktu yang tidak tepat? " tanya Kimmy, coba menyembunyikan kegugupannya.
Walaupun Kimmy sudah pernah bertemu Tristan Murai sebelumnya, tapi dia tidak pernah menyangka bakal melihat mahluk itu saat sedang nyaris bugil seperti ini.
"Sebaiknya kita bicara di tempat yang lebih privat."
Tristan menjentikkan jarinya memberi isyrat pada salah seorang pelayannya untuk mengantar Kimmy.
"Mari, Nona," kata pria paruh baya itu dengan sangat sopan.
Kimmy segera berjalan mengikutinya dengan perasaan lega, karena jujur saja dia tidak sanggup jika harus lebih lama lagi menyaksikan pria yang belum berpakaian.
Pria itu mengajaknya naik ke lantai dua yang sebagian sisi depannya juga masih menghadap ke arah kolam renang, jadi Kimmy bisa melihat jika Tristan sudah tidak berada di sana.
Ada sebuah sofa besar melengkung yang menghadap ke dinding kaca di mana puncak- puncak pohon palem nampak rendah di depannya. Pelayan Tristan menyuruh Kimmy untuk menunggu di sana.
"Terima kasih," kata Kimmy pada pelayan itu sebelum dia pergi.
Sambil menunggu Kimmy mulai memperhatikan ruangan luas tersebut. Selai luas ruanga itu juga sangat bersih dan rapi, didominasi oleh warna putih dan abu-abu lembut hampir biru seperti langit yang sangat pucat di siang hari. Kimmy mendongak ke langit-langit kaca yang tinggi, sepertinya masih ada satu lantai lagi di atasnya. Kimmy hanya tidak menyangka manusia membangun tempat seperti ini di atas sebuah gedung pencakar langit di tengah kota yang sudah nyaris sesak tanpa ruang.
Tidak berapa lama pelayan yang tadi kembali dan meminta Kimmy mengikutinya lagi. Kimmy segera berjalan mengikutinya tanpa bertanya. Ada sebuah lift yang membawa mereka ke lantai berikutnya. Kimmy masih mengekor melewati lorong luas berlapis karpet tebal dengan beberapa pintu di masing-masing sisinya.
Ternyata dia dipersilahkan masuk ke sebuah ruangan di mana Tristan Murai sudah menunggunya di sana. Pria itu duduk di sebuah sofa berukuran sedang, dekat dengan jendela besar yang sebagian tirainya sudah di buka.
Tristan Murai terlihat sangat tenang, dan tampan, hampir seperti yang terakhir Kimmy lihat malam itu. Kali ini rambutnya masih setengah basah, nampak beberapa helai yang agak panjang jatuh berayun di dahinya. Dia masih diam dan Kimmy juga tidak terlalu berani memperhatikan pria itu terlalu lama.
Kimmy coba melihat ke sekeliling, dan baru saat itu dia sadar jika dirinya sedang berada di sebuah kamar, kamar yang sangat besar dan bersama seorang Tristan Murai. Kimmy buru-buru menoleh ke belakang dan ternyata pintu di belakangnya juga sudah kembali tertutup.
Kimmy kembali melihat ke arah Tristan yang masih begitu santai dan hanya memperhatikan dirinya yang masih berdiri canggung di depan pintu. Jujur saja tiba-tiba Kimmy jadi merinding, atau dia hanya kelewat paranoid setelah tadi melihat pria itu di kolam renang. Faktanya Kimmy masih belum bisa membuang memori kotor itu meskipun kali ini Tristan sudah berpakaian lengkap.
"Hanif yang mengirimmu kemari? " suaranya terdengar datar dan tenang.
"Ya," Kimmy mengangguk.
Kimmy hanya tidak menyangka jika kemudian Tristan bangkit dan berjalan menghampirinya.
"Dia menyuruhku datang untuk wawancara," kata Kimmy sebelum pria itu benar-benar mendekat dan tiba-tiba Kimmy ingin melangkah mundur.
"Aku tidak yakin dia mengatakan itu padamu." Tristan mengernyitkan dahinya seperti tidak percaya seolah menyuruh Kimmy agar mengingat kembali baik-baik jika mungkin dia salah ingat.
"Apa maksud, Anda?"
"Dia mengirimmu kemari untukku."
Tristan Murai sudah berdiri tepat di depannya dan sedang menyentuh kulit leher Kimmy mengunakan punggung tangannya dengan lembut seperti buaian.
"Dia menawarkanmu di ranjangku sebagai imbalan karena aku sudah memberinya promosi jabatan. "
"Mustahil! " Kali ini Kimmy benar-benar melangkah mundur. Meskipun tidak percaya ia tetap harus waspada karena instingnya memberitahukan seperti itu.
Tristan hanya mengedikkan bahu dan justru terlihat santai menanggapinya.
"Dia sendiri yang menawarkanmu ke padaku, aku tidak pernah meminta wanita," senyumnya terlihat meremehkan.
"Itu tidak mungkin! " tolak Kimmy.
Kimmy sama sekali tidak percaya karena bagaimanapun dia bukan baru mengenal tunangannya satu atau dua tahu. Jadi saat itu Kimmy masih yakin jika tidak mungkin pria yang sudah di cintainya seumur hidup itu tega berbuat demikian hanya untuk sebuah jabatan.
Walaupun Kimmy tahu jika Hanif adalah pria yang memiliki ambisi dan akan melakukan apapun demi tujuannya tapi tetap tidak mungkin dia tega menjualnya pada Tristan Murai.
"Kami akan menikah, tahun depan," kata Kimmy.
Kali ini Tristan yang melangkah mundur untuk memperhatikan Kimmy dengan lebih seksama.
"Kupikir kalian sudah cukup dewasa untuk membahas perkara seperti ini, sebelum mengirimmu padaku."
"Aku masih tidak percaya bang Hanif tega berbuat seperti itu!" Kimmy masih menggeleng karena sama sekali tidak ingin mempercayai apapun yang di katakan Tristan Murai yang sangat tidak masuk akal.
"Kau pikir aku akan memberinya promosi semudah itu tanpa imbalan apa-apa yang coba dia tawarkan padaku? " Tristan balik bertanya dengan nada sinis dan sedikit mengejek.
Kimmy masih menggeleng dan mundur sampai tiba-tiba punggungnya sudah membentur dinding. Kimmy benar-benar masih tidak ingin percaya jika pria yang sangat dicintainya itu tega berbuat seperti ini padanya.
"Dia juga memohon agar aku memberi pekerjaan untukmu, " tambah Tristan.
"Mustahil, dia tidak mungkin berbuat seperti itu!" Kimmy terus menggeleng bersama benih air mata yang mulai menggenang di sudut matanya.
"Dia hanya menawarkanmu untuk satu hari satu malam." _____"Sebenarnya itu bukan masalah, kau cukup menemaniku sampai aku selesai dan kau boleh pergi, dia juga akan tetap menikahimu."
{Cerita ini adalah karya asli dari penulis 'jemyadam' jika menemukan karya ini di manapun dengan nama penulis lain tolong bantuanya untuk melaporkan ke penulis melalui Instagrm 'jemyadam8' / F*B jemyadam. Dukungan pembaca sangat berarti bagai kami untuk terus bisa berkarya}
Hanif, Kimmy, dan Tristan duduk di beranda sambil menyaksikan anak-anak yang sibuk bermain dengan kuda poni. Al juga sudah lama tidak bertemu Sofia, nampaknya mereka juga sudah sangat rindu hingga sepertinya belum mau berpisah ketika Hanif hendak mengajak putrinya untuk pulang. "Menginaplah, Bang, mereka sudah lama tidak bertemu biarkan lebih puas bermain dulu." Tristan juga menawarkan kamar tamu yang dekat dengan kamar putranya di lantai dua, karena Al juga merengek ingin tidur bersama bang Hanif. Dulu Kimmy memang sering membiarkan putranya menginap di tempat Bang Hanif jika dirinya sedang bepergian untuk pekerjaannya. Meski bukan darah dagingnya sendiri tapi Hanif tetap menyayangi Al seperti putranya dan bocah laki-laki itu juga sudah biasa bermanja-manja padanya sejak bayi. Bang Hanif akhirnya setuju untuk kembali ke hotelnya beso
Menjelang akhir musim semi udara malam terasa semakin hangat, bercinta bisa menjadi kegiatan yang semakin menyenangkan karena mereka tidak perlu merasa khawatir bakal menggigil kedinginan meskipun tidur tanpa pakaian sampai pagi. Tristan sengaja membuka semua pintu balkon dan membiarkan udara malam ikut masuk menemani mereka berdua bergelung dalam gairah. Kimmy sudah terasa begitu lembut dan manis, menyambut dengan antusias setiap sentuhannya dengan begitu menyenangkan. Lenguhan rendahnya terlalu menggoda untuk di abaikan, Tristan tahu di mana wanita itu paling suka untuk di sentuh dan di manjakan. Tristan kembali menekan pinggul Kimmy yang sedikit terangkat karena sama-sama sedang tidak sabar ingin segera diselesaikan."Sabar, Sayang." Tristan baru saja hendak memasukinya ketika tiba-tiba Kimmy menjentikkan jari menyuruhnya untuk berhenti.
Sudah hampir tengah malam ketika hujan akhirnya reda, Kimmy dan Tristan sampai harus mengendap-ngendap masuk kerumah mereka sediri seperti pencuri yang takut tertangkap basah. Tristan membawa Kimmy melewati tangga putar dari samping menara ruang kerja kakeknya. Dari situ ada lorong sempit yang akan berujung pada pintu darurat dari kamarnya. Bahkan Kimmy sendiri tidak tahu jika ada pintu keluar lain dari kamar mereka. Karena jarang di lewati jadi lorongnya gelap tanpa penerangan dan agak berdebu. Belum apa-apa Kimmy sudah terbersin-bersin dan membuat Tristan menciumnya kemudian tertawa."Jangan berisik nanti kita ketahuan" seolah mereka berdua benar-benar remaja nakal yang sedang menyusup keluar dari kamar.Kimmy terbersin lagi dan Tristan menciumnya sekali lagi sebelum buru -buru menarik Kimmy melewati lorong.
"Siapa Arneta Seymour?" tanya Tristan pada Philippe yang baru duduk di depannya. "Maaf Tuan, apa maksud Anda?" Kelihatanya Phillippe langsung panik dengan pertanyaan mengejutkan tersebut, apa lagi dengan cara Tristan menatapnya kali ini. Mereka sedang berada di ruang kerja tuan Murai yang pastinya Tristan juga tidak sedang main-main sampai sengaja memanggilnya kemari. "Wanita yang dimakamkan tepat di sebelah kakekku." "Dia putri Sharlote," gugup Phillippe. "Apa hubungannya dengan kakekku?" Tristan tidak bodoh dan tahu jika kakeknya tidak akan menempatkan orang sembarangan di sebelahnya. Philippe merasa jika dirinya semak
Sudah lewat tengah hari ketika mereka semua tiba di Tuscany dan langsung menuju rumah keluarga Murai. Kedua orangtua Kimmy sepertinya juga nampak terkagum-kagum dengan keindahan perbukitan dan ladang-ladang anggur yang mereka lihat di sepanjang perjalanan tadi. Al juga tidak berhenti berceloteh sendiri sambil bernyanyi-nyanyi riang. Kimmy lega karena putranya tidak rewel, karena ini merupakan perjalanan jauh pertama baginya."Nanti akan kuajak berkeliling perkebunan dan gudang anggur," bisik Tristan pada putranya yang mengintip dari jendela.Tristan memiliki warisan perkebunan yang sangat luas dan sebuah rumah penghasil anggur ternama yang sekarang di kelola oleh beberapa teman kepercayaan kakeknya. Karena Tristan sendiri sudah tidak memiliki waktu untuk mengurus semua itu.Begitu mereka sampai para pengurus rumah berbaris menyambut mereka di halaman. Tristan memperkenalkan mereka satu-persatu karena sudah menganggap mereka semua layaknya keluarga. BibiSha
Hari masih pagi ketika keributan kembali terjadi. Philippe datang ke rumah Kimmy bersama seorang pria bersetelan rapi yang katanya petugas KUA. Baru kemarin Tristan membahas perkara pernikahan dan tentu saja Kimmy tidak menyangka Tristan serius dengan ucapannya tentang menyuruh Philippe."Tristan ini pernikahan kenapa kau tidak bicara dulu denganku?" protes Kimmy."Sepertinya aku sudah bicara padamu kemari."Kimmy langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Ya, tapi..." tiba-tiba Kimmy jadi tidak bisa melanjutkan kata-katanya sangking keterlaluannya pria itu.Umumnya orang memang akan ribet jika membahas pernikahan tidak seperti Tristan Murai yang cuma hanya seperti sekedar membahas liburan di akhir pekan. Tapi masalahnya dari dul