Share

Bab 4 Hamil

last update Huling Na-update: 2024-12-13 19:52:43

Dion menelan saliva menatap kepergian mobil mewah itu dari halaman rumah Kenanga. Cukup lama Dion berdiri di situ. Dia baru beranjak ketika mobil sudah tidak tampak lagi. Langkah Dion gontai kembali ke kamar.

Dia menatap sekeliling kamar yang sudah sepi. Tidak ada lagi tawa dan pembicaraan romantis dengan Kenanga. Dion tersenyum miris mengasihi dirinya sendiri. Semua karena ulahnya. Karena ketidakberdayaannya melawan pesona Risma.

"Argh!" Dion mengacak rambutnya sendiri.

Kedua telapak tangan Dion terkepal di sisi tubuh dengan dada naik turun. Lalu, Dion melangkah ke arah lemari pakaian. Pandangan laki-laki itu berkabut ketika mendapati kotak perhiasan milik Kenanga masih di situ.

Tangan Dion segera bergerak mengambil beberapa pakaian miliknya. Dia harus membereskan semua sebelum besok pagi, atau Kenanga akan membuangnya. Gerakan tangan Dion berhenti pada sebuah amplop berlogo klinik yang terselip di bawah tumpukan baju.

Dengan penasaran, dibukanya amplop itu. Tatapan Dion nanar dan berkabut saat membaca beberapa baris kalimat. Tangannya pun gemetar, lalu tanpa sadar bibirnya melengkung tipis.

"Kenanga hamil?" tanyanya pada diri sendiri. "Kenanga hamil? Ya Tuhan, aku akan jadi seorang ayah!" pekiknya bahagia.

Surat kehamilan milik Kenanga membuat hati Dion membuncah bahagia. Namun, sedetik kemudian, Dion teringat akan Risma. Wanita itu juga tengah mengandung anaknya. Lantas, ingatan Dion tertuju pada laki-laki yang tadi membawa Kenanga pergi.

Devano! Laki-laki yang mengenalkanya pada Kenanga itu membuat isi kepala Dion dipenuhi beberapa pertanyaan. Berbagai pikiran berkecamuk di sana. Marah, cemburu, dan tentang kehamilan Kenanga yang dirahasiakan.

"Sial! Aku harus cari tahu anak siapa yang dikandung oleh Kenanga!" desis Dion kemudian melipat kembali kertas di tangannya dan memasukkan ke dalam amplop.

Sambil mengemasi barang-barangnya, pikiran Dion masih tertuju pada surat kehamilan Kenanga. Dia tidak yakin jika Kenanga akan membalas dendam dengan cara mengkhianatinya.

Di saat yang sama, Devano terus melajukan mobil menjauhi komplek tempat tinggal Kenanga. Laki-laki itu melirik sekilas pada Kenanga yang masih diam dengan tatapan kosong pada kegelapan di luar sana.

"Ehem!" Devano berdehem lirih. "Jadi, kita mau ke mana, Ken?" tanyanya hati-hati.

Kenanga menoleh sekilas, lalu menggeleng lemah. "Aku tidak tahu, Kak. Aku hanya kepikiran Papa!" jawabnya lirih.

Devano mengangguk pelan meskipun Kenanga tidak melihatnya. "Apa kamu ingin ke rumah Om?"

"Ah? Apa keadaanku seperti ini pantas menampakkan diri di depan Papa? Ini sudah jam satu, Kak!"

"Nah, makanya itu aku bingung sekarang. Apa aku harus membawamu ke rumahku?" tanya Devano meminta persetujuan.

Kenanga semakin bingung. Meskipun dia dan Dion akan segera bercerai, tetapi menginap di rumah laki-laki lain sangatlah tidak etis. Kenanga tahu, Devano laki-laki yang baik dan tidak tinggal sendiri di rumahnya.

"Begini saja, kalau kamu bingung. Malam ini kamu kubawa ke rumahku. Kamu butuh waktu berpikir, Ken. Tidak mungkin, kan, kamu pergi dalam keadaan lelah? Di rumah ada Bibi dan dua orang ART, kita tidak hanya berdua, kan?"

"Ta-tapi, aku akan merepotkanmu, Kak. Apa tidak sebaiknya aku tidur di hotel saja?"

Devano terkekeh pelan mendengar ucapan ragu Kenanga. Laki-laki itu menoleh sekilas, lalu pandangannya kembali lurus ke jalan yang mulai lengang di depan sana.

"Tidur di hotel? Aku tidak setuju. Di hotel tidak ada yang menjagamu, Ken! Malam ini tidur saja di rumahku. Aku juga sudah lelah, Ken, ngantuk!" dalih Devano sambil tersenyum.

Kenanga merasa tidak enak hati mendengar ucapan Devano. Dia melirik ke arah laki-laki yang masih fokus mengemudi itu. Devano selalu datang di saat yang dibutuhkan. Kenanga heran dengan sikap Devano yang berubah dingin pada wanita dan tidak tertarik dengan pernikahan. Padahal, dulu semasa masih sekolah, Devano tergolong playboy.

Kini, usia Devano sudah memasuki angka 28. Usia yang cukup bagi seorang laki-laki untuk menjalin hubungan serius. Merasa diperhatikan, Devano menoleh dan bertemu pandang dengan Kenanga.

"Kenapa? Apa kamu baru sadar jika kakak kelasmu ini ganteng, Ken?" tanya Devano sembari menaikkan sebelah alis.

"Ah, ak-aku hanya berpikir em ..."

"Berpikir kenapa aku belum menikah dan tidak punya pacar, kan?" sahut Devano seolah mengetahui isi kepala Kenanga.

Kenanga semakin grogi mendengar tebakan jitu dari sahabatnya itu. Dia pun segera memalingkan wajah dengan pipi bersemu merah. Melihat tingkah lucu Kenanga, Devano tersenyum sekilas.

"Sebentar lagi sampai. Kamu tidak boleh berpikir aneh-aneh!" Devano membelokkan setir menuju komplek perumahan elite.

Terlihat sekilas, pemandangan di sisi kanan mobil berjejer rumah-rumah megah berlantai dua. Meskipun berteman lama dengan Devano, Kenanga belum pernah datang ke rumah laki-laki itu. Jadi, Kenanga hanya bisa menduga-duga di mana letak istana Devano.

Pada akhirnya, SUV berwarna hitam itu pun berhenti di depan pintu pagar besi yang menjulang tinggi. Seorang security dengan sigap membuka pintu dan mengangguk hormat pada bosnya. Pemandangan di depan sana sungguh menakjubkan.

Ternyata Devano tinggal di rumah megah. Devano menoleh pada Kenanga yang masih menatap ke depan sana.

"Ayo, turun! Kamu tidak berniat tidur di dalam mobil, kan?" tanyanya santai, lalu tersenyum.

Sontak, Kenanga tergagap. "Eh, em ... iya. Ini rumahmu?" tanyanya gugup.

Sekali lagi Devano tersenyum sekilas. "Titipan. Ini rumah calon istriku yang tidak pernah kumiliki," jawabnya, lalu buru-buru membuka pintu mobil.

Kenanga mengikuti dan berdiri canggung di depan mobil. Seorang ART segera mendekat dan menurunkan koper Kenanga. Kenanga hendak mengambil alih benda itu, tetapi dicegah oleh Devano.

"Terima kasih. Tapi apakah aku tidak apa-apa tinggal di sini untuk malam ini?"

"Maksudmu?" tanya balik Devano dengan alis terangkat sebelah.

"Apa calon istrimu tidak cemburu kamu membawa perempuan lain ke rumahmu?" tanya Kenanga tidak enak hati, lalu menunduk dalam.

Devano menarik napas pelan, lalu tersenyum penuh arti. "Sebenarnya aku senang jika dia cemburu. Sayangnya, itu tidak mungkin karena kami tidak bisa bersatu!" jawabnya dengan suara berat.

"Oh, maaf. Maafkan aku, Kak!"

"Maaf untuk apa?" tanya Devano lalu mengajak Kenanga memasuki rumah.

"Maaf sudah bertanya begitu. Aku rasa ini ..."

"Ah, lupakan! Kupikir kamu meminta maaf untuk apa. Ya, sudah, kamu ikuti Bi Ina, beliau yang akan mengantarmu ke kamar. Selamat istirahat, Kenanga!" ucap Devano mengalihkan pembicaraan ketika melihat seorang ART yang sudah berumur mendekati mereka.

Kenanga mengangguk, lalu meninggalkan Devano yang masih berdiri di tempatnya. Laki-laki itu menatap punggung Kenanga dengan tatapan tak terbaca.

"Jangan minta maaf karena sudah merepotkanku, Kenanga. Tapi minta maaflah atas situasi yang tidak kuinginkan ini," batin Devano sembari tersenyum miring.

****

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Ekstra Part Terakhir

    Kenanga tersenyum tulus. “Tentu aku ridha dan bahagia, Kak,” jawabnya, lalu mendongak menatap Devano. “Kita lanjutkan hidup ini dengan saling memaafkan dan menjadi keluarga, ya, Sayang!” lanjut Kenanga sambil mengusap lengan Devano dengan lembut. Dion bisa melihat tatapan penuh cinta Kenanga pada Devano. Tidak bisa dipungkiri, ada perasaan cemburu yang masih bercokol di hati menyaksikan kebahagiaan Kenanga dan Devano. Namun, berkali-kali Dion menyadarkan diri jika membiarkan rasa cemburu itu sesuatu yang salah. Kenanga benar, mereka harus melanjutkan hidup dengan pasangan masing-masing. Seketika, Devano mengangguk menyetujui ucapan istrinya. “Tentu saja. Tidak mungkin kita musuhan terus, apalagi ada Carla di antara keluarga ini, kan? Katakan padaku, Yon, kapan kalian menikah. Kami yang siapkan tempat resepsinya.” “Em, biar Risma yang menentukan, Dev,” jawab Dion sembari menatap Risma. “Aku tidak ingin pesta mewah, lebih baik uangnya untuk keperluan Carla nanti,” ucap Risma s

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Ekstra Part 2

    Tiba-tiba perasaan takut itu memenuhi relung hati Kenanga. Dia menunduk, menatap Dzevad yang masih menyusu. Sedangkan Mbak Ayu masih berdiri di ambang pintu menunggu perintah dari bosnya. Dia juga ikut sedih jika Carla dibawa pergi oleh orang tua kandungnya.Pasalnya, kehadiran Carla di dalam keluarga kecil Devano, menjadi hiburan tersendiri. Terlebih ketika Dzevad belum lahir. Merawat Carla dari usia bayi, tentu menimbulkan kedekatan batin pada Devano dan Kenanga. Itu juga yang dirasakan para ART.Mereka juga menganggap Carla seperti anak sendiri, tanpa memandang masa lalu orang tua bocah itu. Bahkan, Devano dan Kenanga dengan bangga memajang foto keluarga bersama Carla di dalamnya.“Apa yang harus kulakukan, Mbak?” tanya Kenanga lirih.Momen ini cepat atau lambat pasti terjadi. Namun, Kenanga tidak menyangka jika mereka datang begitu cepat. Rasanya Kenanga belum siap kehilangan Carla. Dan mungkin tidak pernah siap.“Bu, mungkin mereka hanya ingin melihat baby Dzevad. Rasanya tidak m

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Ekstra Part 1

    "Carla pas ulang tahun nanti minta kado apa, Sayang?” tanya Kenanga sambil mengusap rambut putri cantiknya.Beberapa hari lagi, usia Carla tepat tiga tahun. Bocah berwajah cantik itu menatap polos pada Kenanga, lalu jari telunjuknya mengetuk dagu dengan gerakan ala orang dewasa yang sedang berpikir.Melihat tingkah lucu Carla, Kenanga tertawa kecil, kemudian memeluk bocah itu. Seperti biasa, Carla selalu menghadiahi ciuman gemas di pipi setiap mendapat pelukan dari mamanya.Sejenak, senyum Kenanga memudar ketika teringat sesuatu. Hari ini Risma mendapat kebebasan bersyarat dari tahanan. Sedangkan Dion justru sudah bebas beberapa Minggu yang lalu. Itu artinya? Kenanga menggeleng tanpa sadar jika mengingat keberadaan Carla. Ya, sesuai perjanjian dulu, Dion dan Risma bisa mengambil Carla kapan pun setelah mereka bebas.Namun, hari ini menjelang ulang tahun yang ke-3 Carla, Kenanga akan kehilangan anak asuhnya itu. Ada rasa takut dan tidak rela Carla pergi dari kehidupan mereka. Kenanga

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 72 Tamat

    “Tunggu, Sayang!” pinta Devano ketika melihat Kenanga bersiap kembali turun.Devano meraih tangan Kenanga dan memintanya duduk di sisi tempat tidur. Laki-laki itu mengambil sesuatu dari dalam laci nakas sebelah kiri ranjang. Lantas dia ikut duduk di samping Kenanga.Pandangan Kenanga tertuju pada kotak berwarna biru navy di pangkuan Devano. Tidak ingin istrinya penasaran terlalu lama, Devano membuka kotak itu.Ternyata isinya satu set perhiasan emas putih dan sebuah display key mobil mewah. Devano meraih tangan Kenanga dan meletakkan kotak perhiasan itu di sana.“Ini hadiah pernikahan dariku, kamu yang simpan. Kamu nyonya rumah ini, jadi, mulai sekarang jangan canggung lagi!”Kedua mata Kenanga berkaca-kaca. Tidak hanya diperlakukan seperti ratu, tetapi dimanjakan dengan berbagai kemewahan dari Devano.“Aku akan mengikuti semua aturan kepala keluarga di rumah ini, selagi itu benar. Kuharap ini adalah pernikahan terakhir kita, Mas,” ucap Kenanga, lalu memeluk erat Devano.Di bahu Kenan

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 71 Pernikahan Impian (Menjelang Tamat)

    Langkah Risma diikuti oleh tatapan sendu Kenanga. Wanita itu mengusap matanya yang memanas. Devano merangkul bahu sang istri dengan perasaan bersalah.“Maafkan aku, Sayang,” ucap laki-laki itu lirih.“Aku tidak mempermasalahkan itu, Mas. Cuma merasa aneh saja, kenapa dia langsung menganggapmu special someone?” tanya Kenanga bingung.Memang aneh, jika Risma tidak mengenali Kenanga. Namun, justru merasa begitu dekat dengan Devano. Padahal, dulu Risma sangat membenci Kenanga dan selalu membuat ulah dengan Devano.“Aku juga merasa aneh.” Devano melirik sekitar, kemudian mengajak Kenanga memasuki mobil.Dia tidak ingin Risma kembali melihatnya dan membuat ulah. Sesampai di dalam mobil, Devano tidak juga menjalankan mobilnya. Namun, dia justru menatap ke arah bangunan rumah sakit jiwa itu.“Aku harus mencari cara supaya mendapatkan informasi detail mengenai Risma.”Kenanga langsung menoleh pada suaminya. “Maksud Mas apa?” tanya wanita itu heran.“Sayang, apakah kamu tidak melihat kejanggala

  • BERBAGI RANJANG DENGAN KAKAK TIRI    Bab 70 Kejanggalan

    Deburan ombak di laut lepas sana yang tanpa henti, seolah ikut mengiringi kebahagiaan dua orang di atas tempat tidur itu. Seperti biasa, Devano selalu memuja setiap inci tubuh Kenanga dengan hati-hati. Dia perlakukan Kenanga begitu lembut. Itulah janji Devano, dia memang ingin memperlakukan Kenanga layaknya ratu hingga wanita itu melupakan semua rasa sakit yang pernah ada. Kenanga tersenyum dan sesekali memejamkan mata, ketika ciuman Devano menghujani wajah lembabnya. Udara di sekitar pantai memang dingin kala malam hari. Namun, tidak bagi pasangan suami istri itu. Tubuh mereka justru basah oleh keringat. Devano menyingkirkan anak rambut Kenanga yang terjuntai ke pelipis, lalu mencium kening wanita itu. “Terima kasih, ya, Mas,” ucap Kenanga dengan tatapan dalam. Sebelah tangan Kenanga memeluk bahu tegap Devano. Keduanya saling pandang penuh cinta dan sesekali balas tersenyum. Devano sedikit menoleh, melirik jam digital di atas nakas. Laki-laki itu terkekeh pelan menyadari waktu s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status