Share

BAB 10

Secepatnya aku memacu motornya kembali ke tempat kerja

Sesampai di tempat bengkel, terlihatnya pak Yahya duduk di bangku panjang yang disediakan untuk pelanggan

Kusalami pak Yahya, segera mempersilahkan ke tempat ruanganku, kupersilahkan duduk segera kuambilkan minuman dingin yang ada di show cash pendingin yang ada di ruangan itu,

“Baik pak memangnya ada perlu apa?” Tanyaku sopan

Nampak pak Yahya membenarkan posisi duduknya, kemudian berdehem

“Begini dek, apa adek belum bisa menjawab tawaran saya dulu?” Tanya pak Yahya to the point, tapi dengan suara yang terlihat hati-hati

Degg

aku baru ingat, sekitar dua tahun lalu pak Yahya, yang satu kampung dengan ibuku ini menawarkan putrinya untuk kunikahi, tapi aku beralasan belum siap, aku ingin beli rumah dulu, dan sekarang beliau menanyakan kembali ikhwal itu, secara kan aku sekarang sudah punya rumah, tak kusangka pak Yahya kekeh menunggu diriku

“Maaf dek, dengan tidak tahu malunya saya menanyakan kembali, tapi saya juga tidak memaksa dek Darto, seandainya saat ini dek Darto belum juga siap, maka saya akan mencarikan jodoh yang lain” kata pak Yahya

“kebetulan kemarin ada yang melamar ke saya, tapi saya perlu memastikan kalau dek Darto tidak juga siap, maka akan kami terima lamaran dari orang lain” lanjut pak Yahya

Aku sedikit bingung dengan tawaran kedua pak Yahya ini, entah mengapa, selama ini belum ada seorang gadispun yang membuatku bergetar hingga memutuskan menikah dengannya, apalagi putri dari pak Yahya ini aku belum pernah bertemu, hanya diberi foto sama pak Yahya.

Sedangkan putri pak Yahya ini, lulus SMP sudah di pondokkan, dan menurut cerita pak Yahya setelah lulus MAN setara SMA di pondokan; putrinya meneruskan kuliah di Universitas Islam, dan sekarang mengajar di SD dekat kampung ibuku

Mengingat latar belakang pendidikannya sebenarnya aku agak speechless,

‘apa yang dilihat pak Yahya akan diriku?’ sungguh aku tidak mengerti

Mengingat kembali akan keinginan ibu yang mengharapkan aku segera menikah, agar ada yang merawat diriku kata ibu, sebenarnya tawaran ini patut dipertimbangkan, toh umurku juga sudah mencukupi

“Bagaimana dek, apa jawabanmu?” Tanya pak Yahya mengagetkanku, yang ternyata dari tadi termenung,

“Bolehkah saya berunding dulu dengan ibu saya pak?”

“Baik dek secepatnya saya menunggu jawaban adek”

“Sebaiknya saya pamit, maaf telah mengganggu” kata pak Yahya berdiri terus berlalu setelah mengucap salam

“Ah nggak lah pak,”

“Sama-sama, hati-hati” sambungku berbasa-basi sebagai etika ketimuran

***

Sekitar jam lima sore, Darto pulang kerja

Sampai di depan pagar, dia membukanya dengan hati-hati, menjaganya agar tidak menimbulkan suara, dengan perlahan-lahan pula dia membuka pintu, dengan hati deg-degan dia melangkahkan kaki masuk, diamatinya ruang tamu, tidak ada sesuatupun yang mencurigakan, lanjut ke dapur, dilihatnya juga tidak ada sesuatu yang mencurigakan, dengan langkah tetap perlahan dan nyaris tak bersuara dia naik katas kamarnya, kamar yang kosong dibuka dengan hati berdebar-debar, setelah terbuka juga dia tidak menemukan hal aneh, kemudian dia melangkah nenuju kamarnya, dibukanya juga kamarnya dengan penuh waspada, kalau-kalau ada kejutan dari hantu itu,

Dan... jeng…jeng…

Ah... leganya, akhirnya hantu itu dapat kuusir juga’ gumam Darto saat tidak ada kejadian apapun yang mencurigakan

Di hempaskannya tubuhnya di kasur dengan penuh kelegaan

Dia tersenyum-senyum sendiri expresinya bangga atas keberhasilan mengusir hantu

Tanpa terasa matanya sedikit-sedikit mulai berat,

Darto terkejut ada sesosok wanita duduk di tepi ranjangnya, wanita itu memandangnya sambil tersenyum ramah,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status