Bab 4
[Kita di grup ini sudah biasa melakukan kegiatan ini. Kita lelaki jangan mau berdiri di ketiak istri. Setuju? Untuk yang belum punya selir, dan minat monggo japri.]Salah satu chat di grup yang terlihat bernama Adli.
[Emang ada yang batal ikut gara-gara istrinya nggak izinin? Si Dafa apa ya? Dia nggak muncul-muncul dari tadi, padahal dah ditungguin sama ....]Sebuah ledekan dari Dani. Aku ingat kembali, lelaki itu sepertinya memang sering main ke sini. [Kagak, gue ikut, cuma dah ngantuk nih, tambah lagi bini gue juga dah di kamar. Udahlah gue tidur dulu.] Pesan terakhir dari Mas Dafa yang dikirim ke grup club mobil yang ia ikuti.[Ini foto cewek untuk besok, bening kan?] Chat ini yang kubaca ketika Mas Dafa sudah tengah terlelap.Baiklah, lebih baik aku sudahi saja scroll chat mereka. Rasanya malah membuat hati hancur saja, tak ada gunanya menghancurkan hati sendiri, yang terpenting untuk saat ini adalah mencari cara menghancurkan lelaki yang telah menginjak harga diri istrinya."Mbak, sudah bacanya?" tanya Yuri ketika aku meletakkan ponselnya di meja. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum tipis."Males baca kelanjutannya, lelaki brengsek," cetusku sembari menyandarkan tubuh ini di sandaran sofa. Kedua tangan ini kulipat di atas dada, lalu mengangkat satu kaki di atas paha."Sesak ya, Mbak? Apalagi aku, Mbak. Sudah dibantu cari uang, eh suami main gila di luaran sana." Yuri meluapkan kekesalannya di hadapanku. Ya, pasti sakit dan rasa geram pada suami yang telah berkhianat.Aku hanya mengecap bibir, lalu menghela napas berat di depan Yuri."Aku pilih cerai saja kalau memang terbukti suamiku selingkuh," ucapku padanya. "Oh ya, apa suamimu tiap kali bonus akhir tahun cerita besar nominalnya?" tanyaku pada Yuri. Kemudian, kulihat jawaban dari Yuri hanya menggelengkan kepalanya. "Lantas kamu tidak dikasih tiap kali bonus akhir tahun?" cecarku dengan tambahan pertanyaan."Dikasih 15 juta Mbak. Itu pun untuk rumah kami, memang bonus akhir tahun besar ya, Mbak?" tanya Yuri balik. Aku tahu ia bekerja, jadi tak membutuhkan uang suaminya, makanya gaji dan bonus pasti tak mengetahui nominal besarnya."Gaji pun sama? Nggak pernah tahu gajinya berapa?" tanyaku menyelidik. Kemudian, Yuri malah tertawa lepas ketika aku membahas perihal gaji."Mbak, gaji suami kita sama gajiku tuh jauh, bisa dibilang dia seperempat dari gajiku lah. Makanya, aku tuh kesal dikhianati, istilahnya dikasih ati minta jantung," jawab Yuri penuh emosi. Berati Yuri sama sekali tak pernah menerima gaji dari suaminya. Enak sekali Adit, tapi malah menyalahgunakan kebaikan Yuri."Kamu nggak dikasih gaji dari Adit?""Mas Adit transfer 2 juta tiap bulan, tapi langsung ke rekening khusus untuk beli rumah, Mbak," jawabnya. Itu artinya sisa gajinya tak pernah ditanyakan olehnya, benar-benar lelaki tak tahu diuntung jika seperti itu."Aku pun sebulan hanya dijatah 3 juta, dan tak tahu sisa uangnya dikemanakan," timpalku ketika ia sedang melihat ke layar ponsel yang sedang bergetar."Mbak, aku sih nggak masalah dengan uang, jujur gajiku 20 juta di kantor, nanti kamu ikut aku ya kerja, biar mereka para suami tahu rasa, nanti juga Mas Adit aku kasih tahu slip gajiku sebenarnya. Dia tidak bisa injak-injak aku seperti ini," tegas Yuri agak sedikit mengancam."Rencana kamu apa, Yuri?" tanyaku padanya. Kulihat ia mengusap lembut layar ponselnya, lalu memperlihatkan sesuatu kepadaku."Ini video suami-suami kita yang sedang liburan di daerah yang bersuhu dingin, aku sengaja menyewa mata-mata untuk mengikuti mereka, lihatlah video ini, Mbak!" Aku meraih ponselnya dengan menatap mata Yuri tajam. Kenapa ia tidak bilang dari tadi jika sudah menyewa mata-mata di sana? Ketika ponsel sudah di tangan, aku pun mulai memejamkan mata ini, ada rasa takut dan khawatir aku tak kuat menerima kenyataan ini."Ini video mereka? Aku jadi deg-degan lihatnya," ucapku sambil berusaha membuka mata yang sempat aku pejamkan. Bibir ini sudah terkatup ketika hendak membuka video yang Yuri berikan.BersambungBab 5"Video sedang joget bersama biduan dangdut, mana bisa ini dijadikan bukti bahwa suami kita selingkuh," cetusku pada Yuri. Ia pun terkejut mendengar penuturanku."Loh, hanya video sedang joget? Aduh bagaimana sih Raka, bukankah aku suruh cari bukti yang dapat menguatkan kita. Nanti kucoba suruh Raka telusuri lagi," ujar Yuri juga turut kesal dengan apa yang kami dapatkan.Yuri meletakkan ponselnya kembali, ia tidak bicara apa-apa pada mata-mata yang telah ia sewa untuk mengintai suami kami yang tengah asik liburan."Emm, kamu tidak berusaha hubungi mata-mata kamu lagi?" tanyaku agak sungkan. Kemudian, Yuri tersenyum sambil melihat ke arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya."Masih sore, aku yakin sekali mereka masih menikmati suasana dingin bersama teman dan biduan itu, belum melakukan apa-apa di sana, kita tunggu agak malam, ya Mbak," tutup Yuri sembari bersandar di sofa.Aku pun
Bab 6Kulihat wanita usia kisaran dua puluh tahunan menggandeng erat lengan lelaki yang telah bersamaku bertahun-tahun. Sakit dan perih menyayat hati ini ketika wanita itu dengan beraninya bersandar di bahu suamiku. Tak terasa air mata yang sejak tadi tersimpan di sudut netraku pun mengalir perlahan.Aku menghela napas berat, kemudian menyeka air mata yang telah terlanjur tumpah. Ada bayangan sekelebat di mata ini, bahkan menguatkan agar tegar, yaitu sosok anak yang kini berada di rumah orang tuaku. Ya, aku ibu yang kuat, tak boleh cengeng menangisi orang yang tak berguna jadi kepala rumah tangga."Ini ada Adit juga, ia merangkul pinggul wanita seksi berusia muda, sepertinya baru lulus kuliah," ucapku sembari menyodorkan ponsel Yuri. Ia pun meraihnya dengan memasang senyuman kuat, Yuri terlihat tegar, aku harus seperti dia, tak boleh rapuh."Sudah kuduga, dia mencari daun muda, kita lihat saja,
Bab 7"Emm, kita akan menang, Yuri. Kertas itu akan menjadi akhir Dafa dan Adit. Mereka akan menyesal telah mempermainkan kita," tuturku pada Yuri. Ia pun menghela napas panjang sambil tersenyum tipis di hadapanku."Ide bagus, lelaki seperti mereka memang harus dimusnahkan, memang dasar lelaki tak ada puasnya," umpat Yuri terdengar sangat kesal.Setelah mendapatkan kabar dan bukti dari Raka. Kami agak sedikit lega, perlahan semua akan terkuak dan mereka akan malu dengan sendirinya."Aku pamit dulu, ya. Senin kita ke tempat kerja mereka, dan memberikan kejutan spesial untuknya," cetus Yuri sambil merapikan tas yang ia bawa."Iya, mereka akan berakhir esok hari, setelah semalaman bersenang-senang," candaku pada Yuri. Kami pun tertawa lepas seketika, beban dan sakit hati kami lupakan sejenak.Kemudian, tak lupa aku bertukar nomor kontak agar lebih mudah komunikasi nanti
Bab 8Aku segera membuka pintunya sambil menyiapkan alasan jika itu benar mertuaku yang datang.Kubuka pintu dengan lebar, dan setelah melihat sosok yang datang aku pun menghela napas lega."Mbak Kinan, ada apa Mbak?" tanyaku pada tetangga yang datang. Ternyata tetangga sebelah rumah yang ke sini. Kulihat ia membawa mangkuk yang ditutupi piring."Aku masak tumis jamur, cobain deh, Mbak," ucapnya sembari menyodorkan mangkuk tersebut. Aromanya sungguh menggugah selera, pasti enak rasanya. Ya, Kinan memang pandai memasak, tiap kali ia masak aku selalu kebagian mencicipi."Wah, dari aromanya saja sudah bikin lapar, makasih banyak ya," ucapku sambil mengendus-endus makanannya."Itu temannya Mbak Aura?" tanya Kinan. Sebaiknya aku harus
Bab 9"Apa sih teriak-teriak?" tanya Mas Dafa, ia pun bertanya dengan nada sedikit meninggi. Tiba-tiba aku teringat ucapan Yuri, besok adalah hari kehancuran para suami yang berkhianat. Sepertinya tak perlu lah tanyakan celana dalam yang kutemukan dengan memakai otot. Buang-buang tenaga saja."Mas Dafa yang katanya tampan, aku mau tanya ini milik siapa? Kenapa ada di tas kamu?" tanyaku dengan mengangkat kedua alis. Tanganku memegang celana dalam hanya dengan ujung jari. Tak lupa aku tutup lobang hidung ini dengan tangan sebelah kanan."A-anu, Sayang. A-aku pun nggak tahu itu milik siapa, hemm jangan-jangan anak-anak yang lain nih iseng biar kita ribut," elak Mas Dafa dengan terbata-bata.Sudah kuduga, ia takkan mengakui meskipun bukti ada di depan mata. Padahal ada bukti yang lebih akurat lagi sudah dipegang oleh Yuri
Bab 10POV DafaSudah hampir setahun setengah aku menjalani pernikahan siri dengan Ayumi Titta Devi. Seorang gadis desa yang dikenalkan oleh Pak Gilang, atasan di pabrik.Awalnya kami mendirikan club mobil untuk touring sekadar refreshing. Namun, Pak Gilang menyodorkan seorang wanita cantik, muda, dan baby face tentunya.Tidak hanya aku yang disodorkan, semua yang ikut club disodorkan olehnya. Namun, ada beberapa yang menolak dengan alasan belum bisa berlaku adil dengan istri pertamanya.Malam sebelum berangkat touring, ponselku berisik hingga malam. Aku sempat tertidur karena kelelahan, tapi tiba-tiba saja mata ini terbuka kembali. Lalu kulihat layar ponsel penuh dengan notifikasi grup. Kutengok ke arah Aura yang sudah terbaring, terlintas kekhawatiran bila Aura membaca sedikit pesan yang ada di jendela ponselku. Meskipun aku kunci
Bab 11POV Dafa"Kamu itu mempertanyakan sesuatu yang benar-benar di luar wewenang kamu, ini uangku, terserah dong mau untuk apa, kan yang bayar juga aku nantinya, kalau kamu tidak percaya dengan ucapanku, ya sudah, jangan perpanjang masalah kecil jadi besar," tegasku pada Aura. Ya, aku harus menegaskan ini padanya. Ia tak punya hak untuk mengatur uang yang aku peroleh dari keringat sendiri, yang terpenting nafkah untuknya tetap aku berikan."Ya, aku tidak berhak, mentang-mentang hanya ibu rumah tangga, kalau begitu caranya, aku akan cari kerja juga, biar kamu tak seenaknya melakukan ini terhadapku," pungkasnya terkesan merajuk. Ia balik badan, lalu tarik selimut untuk segera tidur."Loh, aku belum makan, kenapa sudah tidur?" tanyaku sambil menarik selimutnya kembali."Bodo amat, kamu cari makan sendiri saja," timpalnya berl
Bab 12POV AuraLelaki memang sering kali berkelit dalam kebohongan yang ia buat. Sudah bohong lalu menutupi kebohongan lainnya dengan kebohongan lagi dan lagi. Itu semua sudah menjadi hal yang lumrah sering ditemui di sekitar.Baiklah, masalah emas yang ia gesek melalui kredit card sudah aku tutup, anggap selesai dan tak pernah ada masalah soal ini, itu yang Mas Dafa harapkan.Aku segera tarik selimut, begitu pun Mas Dafa, ia ikut tidur dalam keadaan perut kosong, sebab aku tak mau diajaknya cari makan.***Pagi ini aku sarapan dengan sudah berpakaian rapi. Kemudian, Mas Dafa pamit dengan terburu-buru, seperti biasa ia pergi dengan menggunakan motor kesayangannya.