Home / Fantasi / BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU / 3. Kejadian Memalukan

Share

3. Kejadian Memalukan

Author: Nanda Safitri
last update Last Updated: 2025-07-03 23:49:48

Suara yang tidak terdengar asing, mendengung di telinga Ros. Dia langsung menoleh cepat. Seseorang berdiri di belakang mereka—berbaju putih yang sedikit basah dengan tatapan penuh tanya. Payung berwarna perak, sedikit menutupi bagian wajahnya.

Radha tak membuka mata. Bibirnya mulai bergerak dan langsung melontarkan tanya dengan suara lirih. “Siapa itu, Ros?”

Ros tidak menggubris pertanyaan Radha. Dia malah fokus pada pria yang datang tiba-tiba.

“Krisna?” Mata Ros terbuka lebar kala mendapati pria itu berdiri di belakang. “Kenapa bisa di sini?” tanyanya.

Dengan tenang pria itu menjawab, namun matanya tertuju pada wanita yang sedang meraup kenyamanan di bahu Ros. “Baru saja. Apa dia selalu selemah ini setelah lomba?” tanyanya lagi.

“Aku juga ngga tahu, kayaknya Radha kelelahan,” jawab Ros seadanya.

Sadar ada yang membicarakan dirinya, Radha pun membuka mata. Dia menatap Ros dengan tatapan penuh tanya. “Siapa, Ros?”

“Krisna, Ra,” jawab Ros.

Mendengar nama itu, Radha pun langsung bangun dari bahu Ros. Dia menoleh pada pria berbadan proposional tersebut.

Rasa malu menelusup begitu cepat, seakan menghapus semua rasa sakit. Ingatannya mundur ke beberapa menit yang lalu—tepat saat dia tahu siapa partner lombanya.

“Kamu?” Mata Radha membelalak. Dia tidak pernah menyangka pria itu adalah partner lomba yang dimaksud panitia.

“Kenapa? Aku bukan orang yang kamu harapkan?” Alis sebelah kanan pria itu sedikit terangkat. Dia membenarkan lengan bajunya yang terlipat sebelah.

Mata Radha tidak berkedip, dia teringat pada lukisan abstrak yang dia ketahui adalah milik pria itu. Kalau dia jadi partnerku, belum sempat menulis prolog, aku sudah mati duluan, monolognya dalam hati.

Melihat Radha yang diam terpaku, Krisna pun keheranan. Pria tinggi itu berdiri sembari memasukkan kedua tangannya pada saku celana. Krisna berjalan perlahan. Langkah sepatunya beradu dengan lantai, menimbulkan bunyi pelan.

Setelah sampai, pria berparas campuran tersebut, melambaikan tangan di depan wajah Radha. “Hei, apa aku seburuk itu, sampai kamu shock begini?”

Lambaian tangan Krisna tidak membuyarkan lamunan Radha. Bahkan, perempuan itu semakin hanyut dalam pikirannya sendiri.

Ros yang melihat interaksi antara Radha dan Krisna pun menghampiri mereka. “Ra!” Dengan suara sedikit keras dia menepuk pundak Radha. Membuat sang empunya sontak terkaget.

“Astaga!” Pundak Radha terangkat. Dia terhuyung ke depan dan jatuh tepat di dada bidang pria di depannya.

Mata keduanya pun bertemu. Tatapan terkejut Krisna bercampur dengan tatapan malu Radha. Entah kenapa terasa sedikit nyaman ketika berada di pelukan pria itu. “Buset! Ganteng banget!” serunya tanpa sengaja.

Dahi Krisna mengkerut, namun setelah menyadari apa yang diucapkan Radha barusan membuat Krisna sedikit menyeringai. “Memang ketampananku sudah diakui di seluruh dunia,” ujarnya datar, namun terasa begitu dalam.

Mata Radha mengerjap. Dia gegas menjauh dari pria tersebut. “Dih, apaan? Aku bukan muji kamu. Tapi …” Ucapan Radha terhenti sejenak. Dia menoleh ke sana kemari, mencari alasan yang logis untuk mengelak.

Hingga perempuan berambut sebahu itu, menemukan alasan yang pas dan tanpa menunggu lebih lama, dia pun melontarkannya. “Aku lagi muji bapak itu!” Radha menunjuk salah satu pria paruh baya berkumis yang duduk paling ujung.

Mata Krisna mengikuti ke mana arah telunjuk wanita tersebut. Sontak dia langsung tertawa, karena yang dipuji tampan oleh Radha adalah bapak-bapak yang hampir mendekati ajal.

Ros yang masih berdiri di belakang Radha pun ikut tertawa. “Astaga, Ra. Gantengan juga Mas ini,” ujarnya tanpa rasa malu.

Radha menggertak, dia memainkan matanya pada Ros seolah menyuruh perempuan itu diam. Dia langsung menarik sahabatnya dan beranjak dari sana sekarang juga.

Kejadian memalukan yang sangat susah dihilangkan dari pikiran Radha. Seharusnya dia tidak mengucapkan kalimat tersebut. “Pergi sana, jangan ganggu kami!” Radha menepis tangan Krisna yang entah sejak kapan menyentuh dahi wanita itu.

“Suhu tubuh kamu panas banget. Sebaiknya kamu istirahat sebentar, di rumahku!”

Radha membelalak, dia sangat terkejut kata terakhir pria itu. “Rumahku?” Radha membuka mulut, siap menolak. Tapi sebelum sempat berkata apa-apa, Krisna sudah membalikkan badan dan berjalan sambil berkata: "Ayo, sebelum kamu pingsan di sini."

Terus kami harus jalan hujan-hujanan?” Teriakan Radha tenggelam di tengah derasnya deru air.

Ros mengangguk, dia mengusap punggung Radha. “Sabar, Ra. Jangan teriak-teriak, ingat kamu lagi sakit.”

Radha menghela napas jengah. Dia memutar mata malas. “Ini orang bikin emosi mulu, Ros!”

Krisna berbalik, dia kembali ke halte. “Maaf! Aku lupa. Artistik mendominasi otak pintarku ini.”

Mendengar kalimat terakhir yang dilontarkan oleh Krisna, seketika raut Radha langsung berubah. Dia seakan dibuat teringat akan suatu hal yang bahkan sudah dikuburnya dalam-dalam.

Ros yang menyadari perubahaan ekspresi itu melambaikan tangan di depan wajah Radha. “Ra, kamu nangis?” serunya.

Cuma satu kata, tapi cukup untuk mengaduk semua luka yang sudah dia tekan selama bertahun-tahun.

Alis Radha terangkat, hidungnya kembang kempis, bersiap meledakkan larva panas yang seakan tercekat di kerongkongan. Radha membeku. Matanya kosong sejenak, sebelum merah menjalar ke pipinya.

"Jangan ucapkan kata itu di depanku!" bentaknya, seperti petir yang menyambar.

Radha berdiri, dia nekat berjalan dan membelah deras hujan. Kakinya yang semula lemah, seakan berubah kuat. Tak peduli apa yang dia lewati, yang Radha pikirkan hanya menjauh dari sana secepat yang dia bisa.

Hujan menyamarkan air mata Radha. Ekspresinya mendadak kaku. Satu kata itu menyeretnya kembali ke luka lama.

“Ra … tunggu!” Ros berlari, seakan ikut menyelam pada kesedihan sang sahabat.

Sementara itu, Krisna masih diam terpaku. Apa aku menyinggung perasaannya? monolognya.

Hatinya mulai gelisah, dan untuk pertama kalinya, dia merasa perlu bertindak. Lelaki itu pun ikut berlari dan menyusul dua orang sahabat tersebut.

Radha berhenti, tiba-tiba kakinya terasa melemah. Kekuatan yang tadinya membara kini hilang entah ke mana. Dia berdiri seakan terpaku pada inti bumi. Kepalanya menunduk, bulir-bulir bening jatuh dari rambutnya yang lepek karena basah.

Tolong … jangan ingatkan aku … hal menyakitkan itu lagi! monolog Radha.

Dunia mulai kabur. Napasnya pendek. Suara hujan memekakkan telinga. Radha pun terjatuh, hujan turun seperti cambuk, menghardik tubuh kecil yang tak sanggup berdiri lagi.

Melihat Radha tergeletak di tengah jalan, Mata Ros langsung nyalang. Dia berteriak histeris dan mempercepat laju kakinya. “Radha!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   24. Hampa

    Malam semakin larut, tak ada lagi suara yang terdengar kecuali suara jangkrik yang selalu menemani istirahat orang-orang. Bulan pun tampak malu-malu, tertutup kabut malam.Di satu tempat, terlihat Krisna yang masih fokus dengan telpon genggamnya. Menggulir layar cerah itu hampir ke akar tanpa henti. “Apa penulis artikel ini tau sesuatu?” gumamnya pelan. Sudah lama pemuda yang sudah memakai piyama itu terpaku di tempat yang sama. Hingga kantuk pun datang. Sambil menguap, Krisna beranjak dan berhambur ke tempat tidur. “Radha harus tau ini,” gumamnya, lalu kemudian mulai tertidur.Di sisi lain, terlihat Radha yang tengah fokus menggoreskan alat gambarnya pada kertas di atas kasur. Perempuan itu terlihat mengayunkan kakinya sambil tengkurap. “Gini bukan, sih?” tanyanya pada diri sendiri.Karena kurang yakin dengan karyanya sendiri, Radha pun kembali menghapus gambar yang sudah hampir selesai tersebut. “Susah banget gambar ginian doang!” keluhnya.Lama perempuan itu merenung, memandangi k

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   23. Sedikit Rasa Nyaman

    Krisna menahan tawa ketika wajah Radha berlumuran lumpur. “Kalau makan coklat jangan kemaruk,” ejeknya. “Aku ngga makan coklat, loh, dari tadi.” Radha menggeram. Dia mengobrak-abrik tasnya guna mencari cermin kecil yang selalu dia bawa ke mana-mana. Ketika cermin itu menampakkan wajah Radha. Mata perempuan itu langsung menyalang, ada lumpur di hampir seluruh bagian mulutnya. “Apa-apaan ini!” “Kok bisa kamu ngga sadar, Ra?” Krisna terkekeh pelan. “Ya, aku fokus ngomong sama kamu,” kesalnya. “Ya, udah, sini aku bersihin!” Tangan pria itu terangkat. Hendak membersihkan lumpur yang berlumuran di sekitar mulut Radha. Radha diam terpaku, kenapa rasanya sedikit berbeda ketika disentuh oleh pria itu? Jantungnya pun berdetak lebih cepat dari biasanya. Elusan tangan Krisna, membuat perempuan itu merinding. Dengan cepat Radha menepis tangan Krisna dari mulutnya. “Biar aku aja yang bersihkan!” Krisna mengangguk paham, dia pun kembali duduk manis seperti sedia kala. Kemudian pria

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   22. Sebuah Rencana

    Dunia langsung berubah gelap, ketika kepala Radha tersungkur masuk ke dalam ember berukuran sedang yang hampir menutupi seluruh kepalanya. Krisna yang berlari menghampiri Radha tak kuasa menahan tawa melihat Radha berkepala ember. “Makanya, Ra, jangan banyak tingkah.”“Tolongin dong! Jangan ketawa aja!” teriak Radha. Suara Radha terdengar samar karena tertutup ember.“Ha? Apa? Aku ngga denger,” teriak Krisna.Radha mendecak kesal, ember berwarna hitam itu sangat bau dan sempit. “Jangan becanda dulu, Kris!”“Ini ngga bisa secara manual, nih. Kayaknya harus panggil damkar,” celetuk Krisna asal.“Krisna! Kalau kamu ngga bantuin aku, aku ngga akan kasih tahu kamu sebuah info penting tentang kita,” ucap Radha penuh ancaman. Napasnya juga sudah mulai sesak dan bau yang tidak nyaman sangat menyiksa dirinya.Akhirnya, Krisna pun menurut, dia berusaha menarik ember yang menutupi kepala Radha de

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   21. Penyihir

    “Apa jangan-jangan dia penyihir, dan dia yang udah sihir kamu sama Krisna,” tebak Ros asal. “Hus, ngga boleh gitu. Zaman sekarang mana ada yang kayak gitu, Ros.” “Tapi … bisa aja, ‘kan, Ra? Mungkin dia ada dendam sama kamu.” Ucapan Ros sukses membuat Radha berpikir ulang. Perempuan itu terdiam, apa yang dikatakan Ros tidak sepenuhnya salah. Bisa jadi memang seperti itu, mengingat Radha sempat membuat Raksa sakit hati. “Benar juga yang kamu bilang, Ros. Raksa sempat nembak aku, tapi aku tolak,” jelasnya. “Nah, mungkin karna itu, dia nyihir kamu!” “Oh, ya, aku jadi teringat soal perempuan yang datang ke rumah Krisna kemarin,” ucap Radha mengubah topik pembicaraannya. “Perempuan? Siapa? Pacar Krisna?” tanya Ros ingin tahu. Perempuan itu tampak sangat tertarik dengan pembahasan Radha. “Aku juga ngga tau, sih, Ros. Kemarin dia datang nangis-nangis. Trus, dia cerita kalau ibunya dirawat di rumah sakit jiwa, ayahnya bawa cewe ke rumah,” jelas Radha panjang lebar. Ros mengangg

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   20. Satu Hal Yang Begitu Aneh

    “Ngga nyangka banget kita bakalan ketemu di sini Ra!” Pria berjas hitam, berambut pendek dan lurus terlihat sangat kegirangan. Dia bahkan sampai menjatuhkan kertas yang dipegangnya.Radha tersenyum canggung, sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. “Raksa, kamu pemilik minimarket ini?”Pria bernama Raksa pun mengangguk. Dia berjalan cepat menghampiri Radha yang masih berdiri di ambang pintu. “Kamu sendiri ngapain? Apa kamu yang mau melamar kerja di sini?” tanya Raksa.“I-iya, aku dipaksa sama temanku,” jawabnya gugup.“Oh … nggak masalah, kok. Ya, udah, sekarang kamu diterima kerja,” ucapnya tanpa basa-basi.Sontak perkataan Raksa membuat Radha seakan tidak percaya. “Loh, apa ngga diinterview dulu?” tanya Radha basa-basi, meski perempuan itu tahu apa alasan yang membuat Raksa langsung menerima dirinya.“Udah lama aku cari kamu, Ra! Kabarnya kamu, adik, dan ibu kamu pindah rumah. Setelah aku dapat alamatnya, kamu malah ngga ada

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   19. Mencari Kerja

    “Jadi Papa kamu bawa lima perempuan ke rumah?” Radha tampak sangat terkejut.Sambil berlinang air mata, perempuan itu mengangguk. “Mama aku sekarang ada di rumah sakit jiwa,” tambahnya lagi.“Apa? Jadi, gara-gara Papa kamu selingkuh, mama kamu jadi, maaf, gila?” Radha sungguh tidak habis pikir. Rupanya, kehidupan orang kaya tidak selamanya indah. Dilihat dari penampilan, perempuan itu sangat jauh dari kata kekurangan, tapi, cobaanya ada di keharmonisan keluarganya.“Lukisan yang kasih ke aku, rusak dirobek papa aku,” sambung perempuan itu lagi.“Lukisan?”“Iya, maaf, ya! Aku ngga bisa jaga lukisan kamu dengan baik,” ujarnya merasa sangat bersalah.“Ngga apa-apa, itu bukan salah kamu,” jawab Radha lagi.***Pagi ini dunia terasa begitu dingin, namun tidak ada hujan sama sekali. Hanya udara yang berhembus kencang. Matahari pun enggan menampakkan diri, Radha bergumul di dalam selimut tebal, dan seperti tidak mau bangun untuk melakukan aktivitas.“Dingin banget, latihan hari ini tunda aja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status