Share

WE TRAPPED

“Jangan pernah takut untuk mencoba, tapi takutlah untuk tidak mencoba.”

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

“Wahhh...”

“Tempat macam apa ini?”

“Gila! Ada banyak sekali bir disini..,” ujar Peter dan Fred kegirangan

“Apa kau sudah pernah masuk ke ruangan ini, Bryan?”

 “Baru kali ini aku memasuki ruangan yang semewah ini..,” Bryan terpelongo saking takjubnya.

“Ada kolam renang, ruang tamu, dapur, halaman belakang, dan masih banyak lagi ruangan di sebelah sana. Ini benar-benar persis seperti rumah bangsawan.” ucap Marcel sehabis berkeliling melihat seluruh bagian tempat itu bersama Marvel dan Draco

 “Mustahil ada tempat semacam ini di sekolah kita!” bantah Cedric tidak percaya

“Sepertinya bukan sembarang orang bisa masuk kesini.” sahut Marcel agak bingung

“Jangan-jangan buku yang dipegang Bryan itu ada kaitannya dengan tempat ini?” tanya Fred ikutan bingung

“Menurut yang kami lihat sewaktu berjalan mengitari tempat ini sih, sepertinya kita sudah nggak berada di area sekolah lagi. Benarkan Marcel?” tanya Draco

“Iya itu benar. Di bagian sisi selatan kami lihat ada pemandangan kota yang nggak terlalu jauh dari sini, sedangkan disisi utara kami hanya melihat pepohonan rimbang yang lebat.” jelas Marcel

“Kemungkinan saja ini penginapan milik seseorang, ya nggak?” ujar Peter mencoba mengutarakan apa yang sedang ada dalam dipikirannya

“Benar juga sih,”

“Tapi kalau benar begitu, lantas kenapa hanya ada kita bertujuh disini?”

Krekk..

     Ketujuh pemuda tersebut spontan memalingkan wajah mereka secara bersamaan ke arah pintu besar yang berada tepat di sebelah kanan mereka.

   Suasana mendadak tegang dan tak ada satupun di antara mereka yang mengedipkan matanya. Perlahan-lahan pintunya terbuka, terdengar begitu jelas suara langkah kaki dari bagian luar pintu tersebut. Suasana semakin tegang sampai seorang  pemuda berjubah merah pun muncul dari baliknya. 

  Tapi anehnya pemuda asing itu tampak basah kuyup, jubah merahnya sedikit menggelap dan kinclong karena air.

     “Apa diluar hujan?” Tanpa sadar Peter mengeluarkan suaranya lebih dulu

Sadar akan keanehan pemuda tersebut seketika  memalingkan wajahnya ke sumber arah suara itu terdengar.

 Dan benar saja mereka semua terkejut bukan main.

    “K-kalian siapa hah!? Kenapa kalian ada disini?! Kalian penyusup ya?! Jawab!!” panik pemuda itu cepat-cepat mengarahkan pistol panjangnya kepada mereka

“Hei hei hei tenang dulu bro..” Marvel dan keenam teman dekatnya juga ikutan panik. Berharap tidak ada pertempuran aneh di antara mereka.

 “Jangan ada yang maju!!”

“Ka-kami ini bukan penyusup. Kami saja masih bingung sama tempat ini.” ujar Peter terlalu jujur

“Jangan coba-coba membodohiku!” bantah pemuda asing itu

“Buat apa kami membodohimu, hah? Kami bertujuh ini nggak sengaja masuk kemari dan nggak ada satupun di antara kami yang tahu cara bagaimana keluar dari sini.” ucap Bryan usai terdiam selama beberapa menit

   Tak sengaja pemuda asing itu melirik ke buku cokelat yang terpegang erat oleh tangan besarnya Bryan. Ia memandangi Bryan dari ujung kepala hingga ujung kakinya sembari menyeringai tipis dan berhenti menyodongkan pistol miliknya.

    “Kenalin aku Juno.”

Tiba-tiba ia memperkenalkan dirinya penuh sopan santun. Nada suaranya kini telah berbeda dari sebelumnya.

  “Oh hai..” sahut mereka kaku

  “Kalau boleh tahu kalian ini angkatan ke berapa?” tanya Juno sembari menutup kembali pintu dan menyandarkan pistol panjangnya itu dibalik pintu

   “Aku angkatan ketiga, dan mereka berenam itu sama-sama angkatan keempat.” jawab Cedric

Juno melepaskan jubahnya dan menggantungnya di tiang khusus, ia berjalan mendekati Cedric, menepuk pelan bahunya dan berbisik, “Selamat datang teman baru.”

“Apa maksudmu?” heran Cedric melihat Juno yang berjalan santai menuju dapur

“Emang apa yang dikatakannya?” tanya Marcel. Keenam temannya terlihat bengong.

“Selamat datang teman baru.” ketus Cedric

“Hah??”

Cedric bergegas mengikuti Juno ke dapur, menghadangnya tepat di depan meja makan.

   “Apa maksud perkataanmu itu? Apa yang kau sembunyikan dari kami?”

 “Aku nggak menyembunyikan apapun.” responJuno yang fokus meracik segelas teh hijau untuk dirinya. “Bukankah sudah jelas kalau kalian itu terjebak disini?” lanjutnya lagi

“Terjebak katamu?” tanya Draco yang ternyata ikut menyusul bareng yang lain

 “Yup. Tempat ini sama halnya seperti ruangan VVIP. Nggak sembarang orang bisa masuk ke dalam sini, kalau kalian nggak percaya lihat saja sekitaran kalian, bukankah persis seperti rumah bangsawan?”

 “Sesuai dugaan Marcel tadi,” bisik Peter dan Fred

“Jangan-jangan kau masuk kesini karena kami?!”

“Tentu saja nggak, aku jauh lebih dulu masuk kemari.”

“Caranya?” heran Bryan

“Dengan buku yang kau pegang itu.”

“Apa? Buku ini?”

“Iya.” jawabnya singkat sambil meneguk teh hijaunya

“Buku ini milikmu?”

“Nggak.”

“Loh jadi?”

“Awalnya buku itu aku temui di kantin, aku nggak ada niatan mau mengembalikannya ke perpustakaan, tapi karena aku terlalu penasaran akupun membukanya dan ternyata isinya nggak ada yang menarik, jadi aku tinggalkan saja disana.”

“Terus kenapa bisa kau berakhir disini?”

“Aku kan sudah menyentuhnya.”

 “Hah??”

“Ooh jadi macam itu cara kerja dari buku ini.” ucap Cedric yang langsung paham

“Gimana? Gimana?”

“Begini, buku itu hanya akan mengikuti seseorang yang sudah menyentuhnya, sama seperti Bryan, katamu kau menemukannya di perpustakaan lalu berniat mengembalikannya ke rak buku lain, benarkan?”

 “Iya benar.”

“Nah itu, secara nggak langsung kau sudah menyentuh permukaan buku itu meski sekilas doang, makanya buku ini terus mengikutimu sampai kau benar-benar mau membaca seluruh isinya.”

  “Kalimat yang tertulis di pertengahan halaman itu adalah kata sandi untuk memasuki ruangan ini.” ucap Juno

“Benarkah?”

“Iya, aku juga membacanya sebelum masuk kesini.”

“Kau angkatan ke berapa?” tanya Marvel

“Kedua.” Juno melangkahkan kakinya,  kemudian berhadapan pada Bryan yang setinggi dengannya. Ia mendekatkan wajahnya ke telinga Bryan kemudian berbisik, “Bersiap-siaplah untuk malam ini.”

Cedric menarik kasar bahu Juno, menatap wajahnya setajam mungkin.

 “Aku tahu kau menutupi sesuatu dari kami.” bantah Cedric yang sama sekali tak mempercayai Juno

“Nanti juga kalian akan tahu.” jawab Juno bodoh amatan

“Apa yang akan terjadi malam ini?” tanya Bryan. Aura badboy-nya seketika terpancar.

“Bukankah akan lebih seru bila di saksikan langsung?.”

“Tinggal jawab saja apa susahnya sih!” kesal Marvel

“Ini sudah larut malam, sebaiknya kalian istirahat. Oh iya kalian nggak perlu khawatir, ada banyak kamar kosong disini. Kalau begitu aku istirahat duluan,”

Tempo suaranya yang begitu datar membuat ketujuh pemuda asing tersebut semakin tidak mempercayainya, bahkan Draco sendiri sampai mengambil tindakan untuk tidak membiarkannya pergi dari hadapan mereka. Draco berlari dan langsung mencegatnya sebelum menaiki tangga.

     “Aku benci permainan. Kalau kau masih mau hidup, beritahu kami sekarang apa maksud dari semua ini.” ancam Draco. Kedua bola matanya terlihat sudah berubah menjadi warna merah kekuningan.

   “Matanya Draco...” Peter beserta keenam temannya terpelongo melihat hal tersebut

  “Waahh, aku takut sekali.” ledek  Juno terkekeh kecil

 “Nimortuus.” tegas Marvel. Tatapan tajam tertuju sepenuhnya pada Juno

Untuk pertama kalinya Marvel memperlihatkan kekuatannya tersebut di hadapan teman-temannya, akan tetapi entah mengapa kekuatannya itu tidak menimbulkan efek apapun kepada orang yang dituju.

Sekilas timbul sebuah lingkaran bening seperti gelembung mengelilingi sekujur tubuhnya Juno, seakan sedang melindunginya dari segala mara-bahaya.

  “Loh kok?”

“Sudah kuduga hal ini akan terjadi.” gumam Juno menyeringai tipis, ia berbalik menghadap mereka dan berkata, “Kalian nggak akan pernah bisa membunuhku, berbeda dengan kekuatanku yang mampu membunuh kalian semua dalam sekejap. Seperti ini!”

Benda tajam mendadak menghantam bagian perut Draco dengan keras, membuatnya jatuh tergeletak tak berdaya di atas lantai. Darah segar mengalir deras dari dalam perutnya.

   Melihat salah satu temannya sekarat di atas gelinangan darahnya ternyata sanggup menimbulkan kepanikan di antara mereka.

      Tanpa berpikir panjang Marcel langsung berlari menghampiri Draco dan berupaya mengobati luka tusukan itu menggunakan kekuatannya sendiri.

 Mereka memberikan harapan penuhnya pada Marcel agar dapat menyelamatkan nyawa Draco.

     Namun dibalik kejadian tersebut,  Juno tertawa kerastepat di sebelah kanan Marcel yang tengah fokus mengobati luka di perut Draco.

      “Huh! Bisa-bisanya kau tertawa setelah apa yang sudah kau perbuat pada temanku?!!” Marvel mencengkram erat kaos yang dipakai Juno, tangannya bersiap-siap untuk meninju.

     “Disini kan nggak ada larangan untuk jangan tertawa. Hahaha benar-benar ya, nggak kusangka kalian sebodoh ini ternyata.” ledek Juno

   “Apa katamu?!”

Sring!

   Wujud Draco tiba-tiba lenyap dari pangkuannya Marcel, mereka berpikir bahwa Juno lah yang melakukan hal itu. Suasana semakin tercampur aduk. Bahkan Peter dan Bryan saja sudah tak sanggup menahan amarahnya lagi.

    Sampai akhirnya wujud Draco kembali muncul namun kali ini terlihat dirinya sudah berada di tingkat dua, berdiri dengan kedua siku tangannya yang bertumpu di atas tiang pembatasan tangga.

    “Kalian kenapa?” tanya Draco terheran

   “Apa-apaan ini? Draco, kenapa kau bisa ada disitu?” heran Fred bercampur kaget

 “Kalian yang apa-apaan, aku daritadi ada disini.” jawab Draco sedikit terkekeh

 “Bukannya kau tadi terkapar dilantai? Darahmu ada dimana-mana loh,” ujar Peter. Ia memberitahukan apa yang mereka lihat tadi sambil menunjuk-nunjuk ke area tempat kejadian itu terjadi. Tapi semua hal itu telah menghilang. Lantai kini terlihat bersih mengkilat.

Juno berdeham, “Bisa singkirkan tangan kotormu ini?”

Dengan raut wajah kebingungan, Marvel menyingkirkan cengkeraman kedua tangannya dari kerah baju Juno.

     “Aku itu nggak sejahat yang kalian pikirkan.” ketus Juno

  “Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Kau kenapa bisa ada di atas sana?” tanya Marvel kepada Draco. Ia masih belum paham terhadap apapun.

    “Dia sengaja memanipulasi semuanya. Kalau bukan karenanya, mungkin sekarang aku sedang meringis kesakitan akibat kutukan yang kau lontarkan tadi.” jelas Draco

    Keenam temannya sejenak terdiam memandangi sekujur tubuh Marvel, ingin rasanya memarahi akan tetapi itu bukan sepenuhnya kesalahan Marvel.

Juno berjalan menaiki tangga, mendekati posisi Draco dan merangkul bahunya tanpa merasa canggung. Seolah seperti mereka sudah berteman lama.

   “Dulu aku juga pernah ngejalanin pertemanan semacam ini, jadi nggak perlu takut. Aku nggak akan sekeji itu pada kalian bertujuh.” ucap Juno. Kali ini raut wajahnya tampak sedikit cerah dari sebelumnya.

    “Aku minta maaf atas kecerobohanku.” ucap Marvel merasa bersalah

   “Sudahlah, yang penting teman kalian yang satu ini tetap baik-baik saja.” Juno menepuk pelan bahu bidangnya Draco lalu berkata lagi, “Di tingkat satu hanya ada tiga kamar, di tingkat dua ada lima kamar sedangkan di tingkat tiga ada enam kamar.”

  “Gila! Kamar sebanyak itu buat apa?”

  “Sebenarnya yang punya tempat ini mau buat hotel atau rumah sih? Rumahku saja kamarnya nggak sebanyak itu juga,” gerutu Fred tak percaya mendengar ucapan Juno barusan

    “Terus kamar bagian mana yang bisa kami gunakan?” tanya Marcel

  “Sebelumnya semua kamar disini bisa digunakan, tapi semenjak kejadian yang dulu, seluruh kamar di tingkat tiga sepenuhnya nggak bisa digunakan, bahkan dilarang untuk memasukinya.”

   “Lah kenapa begitu?”

 “Memangnya dulu ada kejadian apa?”

 “Aku nggak tahu, sewaktu aku dan teman-temanku baru masuk ke tempat ini, area di tingkat tiga memang sudah diberi peringatan untuk jangan dimasuki.”

  “Jadi kamar-kamar yang boleh digunain itu cuma yang ditingkat dua dan satu?” tanya Fred

 “Iya benar. Di tingkat satu kamarnya berdekatan sama ruang tamu dan halaman belakang.” jawab Juno

Sekilas mereka melirikkan kedua matanya ke arah dua kamar yang ada di sebelah pintu keluar halaman belakang.

    “Seram banget pemandangannya.”

  “Aku yang mempunyai kebiasaan kebelet di tengah malam mungkin nggak cocok tidur di kamar itu.” gumam Fred dengan ekspresi penuh kejulidan

“Ihh, siapa juga yang mau tidur disana. Begitu buka pintu kamar eh sudah disuguhkan sama penampakan hantu.” sahut Peter berlagak berani padahal nyatanya ketakutan

   “Jadi siapa-siapa saja yang akan tidur di kamar tingkat satu?”

 “Jangan tunjuk aku, aku nggak mau.” sindir Peter yang menyadari bahwa dirinya sedang dipantau oleh Cedric dari seberang

“Kalau nggak ada yang mau, di tingkat dua kan masih ada lima kamar, satu kamar boleh dua orang.” Draco pun mencoba memberikan saran darinya, dan ternyata mereka menyetujui hal tersebut terkecuali Juno.

  “Aku nggak suka ada oranglain yang tidur bersamaku.” ketus Juno

“Hei, semua yang ada disini cowok, jadi wajar-wajar saja kalau sekamar. Oh atau jangan-jangan kau itu tukang ngorok ya makanya kau nggak berani berbagi kamar, ya kan?” Dan bisa-bisanya Peter menggodai Juno dengan cara seperti itu

  Juno melemparkan tatapan tajam kepada Peter yang masih berada di ruang tamu tingkat satu bersama yang lain.

    “Kalau begitu kita bagi-bagi sekarang. Draco dan Bryan sekamar, Fred bareng Marvel, sedangkan aku bareng Marcel.” jelas Cedric mencoba adil dalam pembagian kamar lalu kemudian menoleh ke arah Peter yang tengah berdiri santai tepat dihadapannya, “Kau tidur sendirian di kamar pojok kanan di tingkat satu.”

    “Apa katamu?!! Nggak! Nggak! Aku merasa keberatan.  Masa iya kalian semua punya teman sekamar, sedangkan aku sendirian? Tega kalian!” Secara blak-blakkan dirinya melontarkan beberapa kalimat umpatan kepada teman-teman dekatnya itu

  “Habisnya mau gimana lagi, Juno bersikeras dia harus sendiri dikamarnya.” sahut Marcel

“Akh nggak! Aku sekamar bareng Juno. Titik no koma.” Peter cepat-cepat menaiki tangga, berlari ke arah bagian kanan dan bergegas masuk ke dalam kamar Juno sebelum yang punya kamar tersebut melarangnya. Akan tetap tidak semudah itu, bahkan dirinya saja tidak tahu dimana letak kamar Juno.

   Saking penasaran akan tingkah laku temannya tersebut, Fred beserta yang lain pun ikut menyusul naik ke tingkat dua.

Begitu mereka menolehkan kepalanya masing-masing, serentak mereka menertawakan Peter yang tengah terbodoh memandangi tiga pintu kamar di depannya.

Suara tawa itu seketika menghancurkan konsentrasinya Peter, membuatnya jengkel terhadap mereka.

     “Jangan ketawa kalian!!”

    “ Dasar kau bodoh. Kamarku ada di sebelah kiri, berdekatan sama ruangan teater.” ucap Juno ditengah-tengah tawanya

  “Hah? Ada kamar teater juga?” kaget Fred. Kedua matanya terbelalak lebar, tampak ia kegirangan mendengarnya.

 “Iya ada.”

“Teater itu apa?” tanya Draco

“Itu loh ruangan pribadi yang khusus untuk menonton film layar kaca lebar. Di rumahku juga ada ruangan spesial untuk itu, soalnya dulu akuminta dibuatin itu..” jelas Fred menyeringai lebar

“Wahh tempat ini benar-benar semacam rumah bangsawan ya.” salut Marcel dan Cedric bersamaan

“Sudah waktunya istirahat, besok kita lanjut lagi percakapannya. Woi kau, siapa namamu?” ucap Juno sembari bertanya ketus pada Peter

 “Namaku Peter Jason.”

“Aku nggak perlu nama lengkapmu. Kau jadi sekamar bareng aku nggak?”

 “Iya jadi lah, nggak mau aku tidur sendirian.”

“Kalau gitu jangan berisik. Ayo cepat ikut aku.”

“Matilah. Peter kan orangnya paling berisik di antara kita.” gumam Marvel sedikit meledek

  “Eh! Awas kau ya!” tegur Peter. Raut wajahnya tampak serius,tapi hanya sesaat. Tak sampai semenit Peter kembali tertawa.

  “Ku usir kau kalau berisik!” ancam Juno dari depan

“Eh iya, nggak nggak.”

     Usai dengan segala percakapan random itu, mereka semua pun langsung memasuki kamarnya masing-masing.

Tidak butuh waktu lama rumah tersebut kembali sunyi. Para pemuda-pemuda tampan kini sudah tertidur lelap di kamarnya, terkecuali Bryan dan Draco yang masih bercengkrama di kamar mereka.

     “Oh ya Draco, menurutmu apa yang akan terjadi selama kita tidur?”

  “Yah nggak ada.”

“Menurutmu begitu kah?”

“Iya.”

“Tapi kok aneh ya, aku malah merasa gelisah.”

“Gelisah kenapa? Ada yang mengganggu pikiranmu kah?”

“Entahlah. Semenjak Juno bisikin itu, aku gelisah terus dari tadi. Buat nutup mata saja rasanya sulit.”

“Juno bisikin apa?”

“Bersiap-siaplah untuk malam ini.”

“Hah?!”

“Aku sama sekali nggak paham maksudnya apa,”

“Sudah jangan dipikirin. Mungkin itu sekedar gurauan dia saja,”

“Kuharap begitu.”

“Kau ini terlalu serius menanggapinya, itu dia bilang sebelum kejadian di tangga tadi kan?”

“Iya sih, tapi aku yakin pasti ada maksud lain dari kalimatnya itu.”

“Kenapa kau bisa berpikir begitu?”

“Perhatikan saja,”

“Perhatikan apa?”

“Em..” Bryan bingung harus berkata apa

“Kita masih baru pertama kali datang kemari, Bryan.”

“Nah justru itu. Lantas kenapa kau bisa semudah itu mempercayainya?”

“Aku bicara begitu bukan karena aku sudah mempercayainya. Untuk kali ini, kita nggak ada pilihan. Bagaimanapun dia itu sudah lebih dulu masuk ke dalam sini,”

“Iya tapi kan,”

“Bryan, jangan biarkan hal-hal negatif merusak pikiranmu. Mungkin benar, kita belum tahu siapa Juno itu sebenarnya. Tapi sesuai yang kubilang tadi, yang kita lakukan untuk saat ini hanya cukup mengikutinya saja.” ujar Draco sembari mengusap pelan punggung Bryan yang sedaritadi duduk di tepi kasurnya

“Kau benar. Semoga saja apa yang ada di dalam pikiranku nggak terjadi.” gumam Bryan. Ia tampak depresi akibat perkataan Juno tadi.

“Yasudah istirahat gih, aku sudah nggak sabar buat tidur sekarang.”

“Iya. Selamat tidur.”

Draco mengganggukkan kepalanya, sedangkan Bryan masih harus menaiki tangga kecil menuju kasur tidurnya yang berada di atas Draco.

   Meski begitu Bryan masih tetap terjaga usai berbaring.

   “Oh ya Draco,” panggilnya mencoba memastikan apakah Draco sudah tertidur atau belum

“Hm?”

“Kau jangan tidur dulu,”

“Kenapa lagi?!”

“Ada yang mau kutanyakan padamu,”

“Apa?”

“Tapi janji ya jangan marah,”

“Hm, cepatlah.”

“Tadi kenapa matamu bisa berubah warna?”

“Kapan?”

“Tadi, sebelum kejadian di tangga.”

“Memangnya warna mataku berubah?”

“Iya.”

“Jadi warna apa?”

“Nggak terlalu jelas sih, cuma kelihatan ada kuning-kuning gitu.”

“Itu efek.”

“Aku serius. Kemampuan apapun itunggak akan sampai bisa mengubah warna mata.”

“Tapi aku bisa.”

“Apa kekuatanmu?”

“Infinity.”

“Hah? Kekuatan macam apa itu?”

“Kekuatanku itu nggak terbatas. Aku bisa melakukan segalanya.”

“Nggak ada kekuatan semacam itu. Jujur saja,”

“Kalau aku jujur, kemungkinan kau bakal menjauh dariku.”

“Nggak mungkin.”

“Mungkin.”

“Nggak.”

“Aku ini keturunan vampir.”

Suasana mendadak hening.

 Bryan terpaku diam mendengarnya. Setelah dua tahun berteman, baru kali ini Bryan mengetahui identitas asli dari Draco.

  “Jijik kan?”

“Aku bukan jijik. Aku kaget,”

“Sudah kuduga.”

“Apa yang lain sudah tahu?”

“Belum. Hanya kau,”

“Berarti sebelumnya kau nutupin itu dari kami?”

“Yup.”

“Kenapa harus ditutupin?”

“Karena aku sudah yakin reaksi kalian bakal lebih dari yang kubayangkan.”

“Em, buktinya reaksiku nggak seperti itu. Iya aku kaget, tapi aku nggak sampai muntah dimana-mana atau teriak-teriak, kan?”

Draco hanya bisa terdiam sembari asyik memandangi atap kasur Bryan dari bawah.

 “Vampir makanannya cuma darah, kan?” tanya Bryan lagi

“Iya.”

“Jadi selama kau nutupin identitas dari kami, kau makan darah siapa?”

“Kalau bareng kalian, aku ikut makan apa yang kalian makan. Tapi di belakang kalian, aku menghisap darah manusia.”

“Siapa?”

“Ibuku.”

“Ibumu manusia?”

“Iya, dia sama seperti kalian.”

“Bagaimana caranya? Apa kau pergi menemui ibumu setiap kali kelaparan?”

“Bukan begitu. Sebelum masuk ke SOS, ibuku sudah memberikan stok darah untukku.”

“Gila! Ibumu kasih stok darahnya untuk dua tahun? Seberapa banyak, huh?!”

“Sekitar tiga koper besar lah.”

“Serius?!”

“Hahaha, kau ini benar-benar polos ya.” Draco tak sanggup menahan tawanya

“Eih, candaan ternyata.”

“Iya iyalah, mana mungkin ibuku kasih stok darahnya sebanyak itu. Kau ini yang benar saja,”

Saking kesalnya Bryan pun bergumam pelan. “Bonacium!” Ekspresi datar terlihat jelas di wajah tampannya.

Sebuah bantal besar mendadak muncul di atas Draco, dan langsung terjatuh begitu saja mengenai kepalanya.

   “HEH!!”

 “Chicken dinner hahaha...” tawa Bryan cukup keras

“Aish, mana sihirku nggak mempan lagi.” gerutunya. Rasa kesal tersebut seketika pindah ke Draco

“Hahaha aku mendengarnya~”

“Tidur lah!!”

“Hahaha, selamat malam chicken dinner.”

“Chicken dinner pa*t**mu.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status