Share

BAB 3 PENJARA TAK TERLIHAT

“Jadi ini istrimu? Cih. Ternyata biasa saja. Apa bagusnya sebenarnya dia sampai kamu menolak anak Walikota? Ha.” Andien Ferdinan istri pemilik Sinaga Group, memandang Maryam dengan sinis dan dingin sambil berlalu.

“Ma.. Jangan gitu lah, mereka ‘kan baru datang..” timpal Farah Paramita, istri Presiden Direktur Sinaga Group sekaligus CEO Parama Holding Company, perusahaan investasi multinasional terbesar di Indonesia.

“Jangan mempermalukan nama keluarga dan hanya ikuti aturan yang ditetapkan di rumah ini selama tinggal di sini. Mengerti?” Ucapan dingin lain turut keluar dari pria tua pemilik Sinaga Group sekaligus rumah mewah ini, Erwin Wijaya Sinaga.

Maryam hanya bisa tertegun mendengar ucapan dari orang-orang tidak terduga itu.

Apa Maryam sedang bermimpi sekarang?

Bagaimana bisa Maryam berakhir di sini?

Kalau begitu, siapa sebenarnya Wildan yang membawa Maryam ke sini?

“Dan Wildan, lakukan tugasmu dengan benar untuk mendapat dukungan di rapat pemegang saham nanti. Ingat kalau kamu harus jadi Presiden Direktur selanjutnya.” Erwin lalu pergi, sementara Wildan hanya tersenyum tipis dengan mata tajam yang tidak pernah Maryam lihat.

Presiden Direktur? Apa itu berarti Wildan adalah pewaris Sinaga Group?

Maryam baru teringat berita yang cukup menghebohkan, mengenai kemunculan anak kedua Erwin yang selama ini disembunyikan dan akan menjadi pengganti dari Presiden Direktur Sinaga Group sebelumnya, padahal usianya masih sangat muda.

Kalau begitu, apa berita tersebut tentang Wildan?!

Tidak hanya dikejutkan dengan kehadiran keluarga luar biasa yang ia pikir tidak dimiliki Wildan, serta sikap mereka yang ternyata tidak begitu menerima Maryam, Maryam juga dikejutkan dengan identitas asli Wildan yang tidak pernah Maryam sangka.

“Maryam ya? Aku Farah. Biar aku antar kamu ke rumah kalian sekarang,” ujar Farah dengan hangat, menyadarkan Maryam dari keterkejutannya.

Setidaknya ada satu orang yang menyambut Maryam dengan baik di sini, pikir Maryam.

Ternyata tempat ini adalah Mansion Keluarga Sinaga yang bernilai ratusan miliar dan terkenal seantero Indonesia itu.

Mansion seluas 4.000 meter persegi yang terletak di Pondok Indah Jakarta Selatan ini, memiliki 6 bangunan terpisah dengan fungsi berbeda yang terdiri dari 1 rumah utama, 4 rumah pribadi dan 1 rumah tamu, dengan total 20 kamar.

Tempat Maryam dan Wildan berpijak kini adalah rumah utama yang digunakan sebagai tempat keluarga besar Sinaga berkumpul. Sedangkan rumah yang ditempati masing-masing keluarga adalah rumah pribadi yang luasnya tidak jauh berbeda dari rumah utama.

“Untuk saat ini kalian akan tinggal di rumah tamu dulu karena rumah pribadi kalian masih disiapkan, tidak apa-apa ‘kan?” ucap Farah setelah penjelasan singkatnya.

Lebih aneh jika Maryam keberatan untuk tinggal di rumah tamu yang luasnya 5 kali lipat dari rumah Maryam dulu.

Ha.. Maryam sepertinya memang sedang bermimpi.

“Kalau gitu, selamat memulai hidup baru di rumah ini. Kalau ada apa-apa, bisa tanya aku ya,” ucap Farah sambil berjalan pergi bersama para pembantu yang membawa barang-barang Wildan dan Maryam ke rumah tersebut. “Oh ya, salam kenal Maryam..”

Maryam hanya bisa tersenyum. Ia bahkan tidak bisa mengatakan sepatah katapun sejak memasuki mansion mewah ini, justru kakinya yang mendadak lemah setelah terus menahan keterkejutan yang harus ia hadapi.

“Kamu baik-baik aja?” Wildan segera menangkap Maryam sebelum ia terjatuh.

Bagaimana bisa Maryam baik-baik saja dengan semua ini?

***

“Apa kamu kaget?” tanya Wildan begitu ia dan Maryam duduk di kamar mereka yang seluas rumah Maryam dulu.

“Bukannya lebih aneh kalau aku gak kaget?”

Wildan tertawa, sambil memegang tangan Maryam seolah berusaha menenangkannya. “Maaf karena aku baru mengungkapkannya. Aku cuma ingin memastikan sesuatu sebelumnya.”

“Apa maksudnya?” Maryam mengernyit, tapi Wildan hanya tersenyum tanpa memberikan jawaban.

‘Kenapa sebenarnya Wildan menyembunyikan tentang semua ini dariku? Kenapa juga dia memilih menikahiku, padahal status kami begitu berbeda?’ pikir Maryam ingin menanyakan semua itu, tapi melihat tanggapan Wildan, mungkin sekarang belum saatnya.

Sekarang yang harus Maryam lakukan adalah menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya di mansion ini sebagai bagian dari keluarga Sinaga. Meskipun begitu, Maryam entah kenapa terus merasa tidak nyaman.

Namun, begitu ia dan Wildan diminta pergi ke rumah utama untuk makan malam keluarga besar, Maryam jadi tahu apa yang membuatnya tidak nyaman lebih dari sebelumnya.

“Bang Yoga!” seru Wildan pada seorang pria yang membuat jantung Maryam berdebar ketakutan.

Yoga Prasetya Sinaga, Direktur Eksekutif Sinaga Group sekaligus pria yang 5 tahun lalu menghancurkan hidup Maryam, ada di hadapan Maryam sekarang.

Kenapa dia ada di sini?!

“Ini istrimu? Halo!” sapa Yoga dengan santai.

Halo?

Apa dia tidak mengingat Maryam yang sudah ia hancurkan hidupnya?

Ah. Maryam sempat lupa bahwa Yoga juga bagian dari keluarga Sinaga.

Apa itu berarti Yoga juga tinggal di rumah ini?!

“Dia sepupuku, Bang Yoga.” Wildan yang tidak tahu apapun, mengenalkan Yoga dan membuat Maryam semakin terluka.

“Kenapa juga harus berkenalan, tidak penting!” potong Andien yang baru datang dengan wajah menggerutu, membuat Maryam justru bisa mengabaikan dan melupakan sejenak ingatan buruknya tentang Yoga, karena semua orang segera duduk begitu Erwin dan Andien hadir.

Tidak hanya orang tua Wildan dan Farah kakak iparnya, keluarga dari adik Ayah Wildan juga ada di sana yaitu orang tua Yoga beserta Yoga dan istrinya.

Mereka pun bukan orang-orang sembarangan karena Ayah Yoga yaitu Erik Raditya Sinaga adalah pemilik bersama Sinaga Group dan Ibu Yoga yaitu Dianti Kusuma adalah salah satu pemegang saham di sana. Sedangkan istri Yoga yaitu Sandra Permana adalah CEO Permana Corporation yang terkenal di bidang keuangan, perbankan dan teknologi.

Menyadari bahwa Maryam dikelilingi orang-orang hebat yang sangat berbeda jauh dengannya, tiba-tiba ia merasa tertampar kenyataan tentang dirinya sendiri. Apalagi saat ia melihat Yoga yang telah menghancurkan hidupnya juga menjadi bagian dari mereka, Maryam merasa semakin tidak pantas berada di sana.

“Maaf.. Saya harus.. ke toilet sebentar..” Maryam tidak bisa lagi menahan diri untuk pergi, demi menenangkan rasa tidak nyamannya.

“Tidak sopan.”

“Beraninya meninggalkan tempat ini padahal orang baru.”

Hanya suara-suara tidak mengenakan yang mengiringi kepergian Maryam, sebelum Wildan hendak menyusul Maryam, tapi harus terhenti karena perkataan Erwin.

“Wildan, kita harus bicara.”

“Ha..” Sementara di dalam toilet, Maryam baru bisa bernapas lagi untuk melepas ketidaknyamanannya. Namun, setelah beberapa saat Maryam akhirnya bisa keluar dari sana, orang yang menantinya justru adalah orang yang paling tidak ingin Maryam temui.

Yoga.

“Apa kamu takut melihatku, Nona Maryam?”

Deg.

Apa Yoga mengenali Maryam?

Yoga mendekatkan wajahnya pada Maryam sambil tersenyum sinis. “Ha.. Gimana bisa wanita kotor sepertimu menjadi istri dari sepupuku?”

Apa Yoga baru saja menyebut Maryam kotor, padahal dia yang sudah menodai Maryam dulu?!

“Jangan banyak bertingkah selama tinggal di sini, kalau kamu gak mau Wildan mengetahui betapa kotor dirimu, lalu meninggalkanmu seperti orang-orang dulu!” ancam Yoga tanpa rasa bersalah, meskipun dia lah orang yang membuat Maryam dicap wanita kotor hingga ditinggalkan orang-orang 5 tahun lalu.

Ha..

Ternyata Maryam masih tidak bisa keluar dari penjara penderitaan. Sebab, meskipun ia sudah mencoba keluar dari penjara masa lalu yang ia buat sendiri sejak 5 tahun lalu, sekarang ia justru harus masuk ke penjara tidak terlihat yang bernama rumah, tempat orang-orang yang tidak menerimanya ini.

Apa rumah ini benar-benar rumah yang pantas untuk Maryam?

Kenapa pula Wildan harus menikahi Maryam dan membawanya ke sini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status