Gerry pikir setelah acara pernikahan mereka, tak ada lagi acara lain-lainnya yang mengharuskan dirinya memasang senyum manis di depan orang lain. Tapi nyatanya sehari setelah acara ijab Kabul berlangsung, kediaman sang istri masih saja ramai oleh tamu yang kemarin tidak sempat menyaksikan acara sakral yang berhasil membuat seorang manusia arogan sekelas Gerry dibuat gugup bukan main. Bahkan dia harus beberapa kali mempermalukan dirinya di depan umum karena harus mengulang 5 kali ijab kabul.
“Kita 'babacakan' aja atuh makannya,” kata sang ibu pada Kia dan kawan-kawannya yang kini tengah berbincang seru di teras rumah, dengan Gerry yang selalu berada di samping sang istri seperti sebuah pajangan mewah.“Boleh tuh idenya, udah lama juga kita gak ngampar daun,” sambung salah seorang kawan Kia yang sejak tadi mendominasi percakapan.“Iya, iya, setuju,” imbuh yang lain.“Beli ikan masnya dulu atuh, kalau mau 'babacakan', siang ini kiHari sudah berganti sore kala Gerry bangun dari tidur siangnya. Selepas solat dzuhur tadi, Kia dan Gerry yang kekenyangan langsung tidur di kamar pengantin mereka, tanpa diselingi ritual terapi 'sosor-sosoran' yang semalam mereka lakukan dua kali. Bukan tak menginginkan, tapi Gerry tak kuasa mengecewakan adik kecilnya dengan memberi harapan palsu. Ingat. Gengsinya jauh lebih kokoh dibandingkan adik kecilnya.Ditatapnya wajah lelap sang istri yang gaya tidurnya cukup aneh untuk ukuran gadis cantik. Gaya tidur Kia terlalu berantakan, sangat mencerminkan bahwa gadis itu bukan tipe wanita feminim yang anggu. Ditambah lagi dengan cara tidurnya yang sedikit membuka mulutnya, sangat jauh dari representasi tidur seorang putri. Tapi anehnya bukannya tak suka, Gerry malah begitu menikmati pemandangan yang baru ia lihat pertama kali ini. dia tak bosan memeta setiap inci bagian wajah sang istri dengan kedua mata kecilnya. Puas memperhatikan setiap inci wajah yang masih terlelap di hadapannya,
Pagi itu Kia sibuk mengemas pakaian mereka, atau lebih tepatnya pakaian sang suami. Sebab tak satupun pakaiannya yang ia bawa ke Jakarta. Gerry melarangnya. Dengan angkuhnya tadi Gerry menyuruh Kia membeli pakaian baru daripada harus repot-repot membawanya ke Jakarta. Gerry hanya memperhatikan gerak-gerik istrinya dari atas ranjang tanpa banyak berkata. Sejak kemarin Kia merasa sikap Gerry sangat aneh, tidak seperti biasanya, pria cerewet itu lebih banyak diam, dan hanya berkata saat ia bertanya atau butuh sesuatu, selain dari itu tak ada kata yang keluar dari mulut pria suaminya.Apa Gerry marah karena Kia tak mampu mengembalikan kejantannya seperti dulu?Padahal ciuman yang mereka lakukan saja sudah berhasil membuat separuh otak Kia tidak bisa berkonsentrasi dengan baik. Tapi sepertinya ciuman yang mereka lakukan tidak berpengaruh apapun pada suaminya. Buktinya kini Gerry terlihat sangat acuh, bahkan saat semalam Kia mengajaknya untuk melakukan terapi ciuman lagi, Gerry menolaknya
Suasana melankolis masih terus menyelimuti perasaan Kia sepanjang perjalanan. Wajahnya terus mengarah ke luar jendela dengan mulut terkunci. Pikirannya terus melayang ke hari dimana dia dan Gerry memutuskan berpisah nanti, dan saat hari itu tiba apa yang harus ia katakan pada sang ibu?Apa alasan yang harus ia berikan pada ibunya nanti? Karena pasti ibunya akan sangat kecewa dengan perceraian mereka.Sementara itu, Gerry yang duduk di kursi penumpang bersama sang istri terus memperhatikan wajah sendu Kia. Berkali-kali Kia menghembuskan napas kasar seperti seseorang yang sedang merasa kelelahan. Dan apakah beban yang Kia rasakan itu dirinya?Banyak pertanyaan dalam hati Gerry yang ingin sekali ia pertanyakan, namun mulutnya seperti terkunci. Tak ada satu tetes air mata pun yang mengalir, tapi entah mengapa wajah sang istri tampak memancarkan kesedihan yang teramat dalam. Tapi Gerry memilih masa bodoh dengan apa penilaian sang i
“Om Gel, cium-cium Onty Ia,” ucap Sachee dengan telunjuknya yang menuding Gery dengan sangat lurus.“Ciam, cium. Bocah masih ngedot, berani-beraninya ngeledekin gue.” Gerry segera saja membawa tubuh kecil Sachee ke atas ranjang pengantinnya.“Itu namanya cium Om, Papa kalau cium Bunda kayak gitu, kata Bunda itu ciuman Papa Bunda, kok Om Geli ikutan Papa sama Bunda aku? Emang Om Geli sama Onty Ia, Papa sama Bunda juga?” Bocah cerewet yang sedang serba ingin tahu itu, minta penjelasan.“Elu ngomong apa sih, Abon?” Gerry yang gemas dengan celotehan anak itu langsung menciumi bocah yang tadi berhasil menggagalkan misi mensejahterakan adik kecilnya.Sachee terus terkekeh geli, sambil menyembunyikan lehernya dengan cara menempelkan dagunya ke dada. “Om Nyet udaaaah,” pintanya di sela tawa.“Ini hukuman karena kamu udah ganggu acara mamam Om.” Gery berpindah menciumi pipi Sachee yang satunya.“Itu ciuman Papa sama Bunda, Om.” Bocah itu terkekeh geli.Sebetulnya Kia cukup lega dengan kedatang
Suasana rumah keluarga Chen yang tadi sangat ramai, langsung terasa sepi sejak kepergian Kimmy dan keluarga kecilnya, karena bocah menggemaskan yang sejak kedatangannya menjadi pusat perhatian semua orang merengek ingin pulang. Sedangkan Thomas menunda diri untuk menyelesaikan permainan catur bersama Gerry. Mommy Rossi dan suaminya pun sudah sejak 10 menit yang lalu pamit untuk beristirahat, maklum waktu sudah cukup larut kala itu.“A, aku duluan ya,” pamit Kia pada suaminya setelah beberapa kali menguap.“Hemm. Tidur di atas aja, di kamar tadi masih banyak sampah yang belum dibersihkan,” ucap Gerry sembari memindahkan kudanya untuk memakan benteng Thomas.“Heh, Monyet, kuda lu keblinger apa ya? Langkah kuda lu kelewatan satu kotak itu.” Thomas kembali mengambil benteng miliknya. “Sorry, kuda gue udah diupgrade, Ta,” selorohnya.Kia langsung pergi setelah pamit. Menyisakan dua orang sahabat yang tengah asik dengan permainan catur mereka. Sebetulnya momen ini yang sejak tadi Thomas tu
Meski Gery menawarkan Kia untuk berangkat bersama ke kantor, tapi Kia yang masih belum bisa memahami maksud dari kebaikan suaminya, memilih untuk tidak menerima ajakan itu. Apa yang harus ia katakana nanti pada orang-orang kantor jika mereka melihat kedatangannya dengan calon pewaris stasiun televisi tempatnya bekerja?Kia datang lima menit setelah kedatangan Gerry, karena tadi mereka memang keluar dari apartemen Kia secara bersama, namun Kia sengaja memperlambat laju mobilnya. Baru beberapa hari tidak masuk kerja, sudah banyak pertanyaan yang Kia terima dari rekan-rekan kerjanya, mulai dari menanyakan kabarnya, hingga yang menuduhnya ikut pergi tugas ke luar negeri bersama Gery. Dan entah bagaimana reaksi para wanita yang memang selalu memuja suaminya itu jika tahu dirinya menikah dengan anak bos mereka. Kia bergidik ngeri membayangkan dirinya akan dikucilkan oleh para rekan kerjanya.“Ki, tunggu!” seru Hans saat Kia baru akan menutup pintu lift. “hai,” sapanya pada Kia.“Hai, juga.
Senyum Hans seketika tercipta saat melihat wanita yang sedang ia tunggu datang menghampirinya dengan wajah bersemu, hatinya riang bukan kepalang, sebab pikirnya Kia sedang malu-malu saat itu. Pria itu tidak tahu saja jika wanita yang ia damba itu baru saja melakukan adegan hangat-hangat kuku bersama anak pemilik stasiun televisi tempatnya mencari nafkah.“Maaf nunggu lama ya, tadi aku …” Wajah cantik Kia semakin memerah saja saat otaknya me rewind apa yang ia lakukan dengan suaminya, dan mungkin jika saja Hans tidak meneleponnya, scen yang lebih panas mungkin telah terjadi dalam ruang kerja sang suami.“Susah minta izin sama Pak Gery?” terka Hans.Bukan, tapi dirinya yang sulit melepaskan diri dari ciuman sang suami. Dada Kia berdesir hebat saat itu juga, bibirnya terus menyunggingkan senyum malu-malu, membuat lawan bicaranya jadi salah memahami gestur tubuhnya.“Kalau boleh tau apa yang mau kamu bicarain?” tanya Hans, karena satu jam lagi dia ada meeting bersama krunya.“Oh itu. Aku
Serangan Gery yang tiba-tiba membuat Kia sedikit ketakutan, bahkan bibirnya terus mengatup tak langsung membalas ciuman sang suami. Air matanya saja masih belum kering, rasa kesal dan marah yang belum hilang membuat Kia enggan membalas ciuman yang Gery lakukan. Enak saja pria itu memperlakukan dirinya semaunya, memangnya dia boneka yang tak punya hati apa.“Maaf!” ucap Gerry mengiba.Entah maaf apa yang Gerry maksud, yang pasti saat itu juga hati Kia meleleh bersamaan dengan rasa hangat yang mulai menjalar ke sekujur tubuhnyaPadahal hawa dingin sejak tadi terasa mendominasi kamar yang berukuran cukup luas itu. Akan tetapi Kia tak mau begitu saja membodohi dirinya, dia tak mau lagi berharap terlalu dalam pada Gerry. Bagaimana jika nanti pria itu akan kembali memperlakukan dirinya seperti yang sudah-sudah?“Pak, jangan begini!” Tangan Kia sedikit mendorong dada Gerry yang langsung berhenti saat akan kembali mendaratkan bibirnya.“Kenapa?” Gerry tak bergeming, hanya memberi jarak yang