Hari pergantian umur adalah satu momen yang begitu ditunggu banyak orang, tak terkecuali gadis cantik bernama Zaskia. Sejak pagi gadis berusia 20 tahun itu terus saja menyunggingkan senyum saat membaca ucapan selamat yang masuk ke akun W******p-nya.
"Kalau lagi makan simpen dulu hape kamu. Ketauan Ibu bisa marah dia," ujar Bapak.
"Kan mumpung gak ada Ibu, Pak. Lagian boleh lah setahun sekali aku makan sambil mainin hape. Orang lagi ulang tahun mah, bebas Pak," ujar gadis cantik itu seraya memamerkan rentetan giginya yang rapi.
"Kamu ulang tahun hari ini?" Bapak tua itu terlihat kaget.
"Iya, Pak. Hari ini aku 20 tahun. Udah 20 tahun Pak!" Serunya dengan riang.
Tapi tidak dengan pria bernama Kusdi itu, meski wajahnya memancarkan aura kebahagiaan, tapi matanya nampak berlinang.
"Gak kerasa ya, udah 20 tahun aja. Perasaan baru kemaren Bapak nganterin kamu masuk SD, sekarang bentar lagi Bapak nganterin kamu ke pelaminan," seloroh Pak Kusdi.
"Dih, apaan sih si Bapak. Anaknya aja belum lulus kuliah udah mau dikawinin. Aku mau sukses dulu Pak. Mau buktiin sama tetangga-tetangga kita di kampung kalau aku anak tukang ojek online, mampu jadi sarjana. Terus jadi orang sukses, baru deh nikah sama orang kaya," jawab Kia dengan menggebu-gebu.
"Aamiin," sahut Pak Kusdi. "Tapi Neng, ada baiknya jangan nyimpen dendam sama orang. Biar mereka ngomong apa, kita tetep fokus aja sama tujuan kita, niatkan apa yang kamu jalanin sekarang itu untuk kebaikan bukan untuk balas dendam. Takutnya nanti kamu malah jadi orang sombong pas kamu sukses, atau malah kamu depresi pas kamu gak bisa meraih apa yang kamu impikan," ujar Pak Kusdi seperti biasa. Karena dia tak ingin si sulung menjadi manusia yang hanya ingin dilihat baik oleh orang lain.
"Iya, Bapak. Iya," jawab gadis cantik nan cerdas itu. Karena kecerdasannya dia berhasil mendapatkan beasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri di ibukota.
"Sok kitu la. Mun dibejaan ku kolot teh. Teu mahkul bae bawaanna (gitu aja deh kalau dikasih tau orang tua. Gak terima aja bawaannya)," ujar Pak Kusdi sambil mengusap-usap puncak kepala sang putri yang selama dua tahun ini ikut tinggal bersama dirinya di Jakarta, sedangkan istri dan dua anaknya yang lain tetap memilih tinggal di kampung, untuk meminimalisir biaya hidup mereka.
Setiap harinya, sebelum melakukan aktivitasnya sebagai tukang ojek online, Pak Kusdi selalu mengantarkan Kia ke kampus. Tapi tidak jika pulang, karena biasanya Kia sering menumpang kendaraan temannya atau memilih untuk naik kendaraan umum, karena setiap jam 5 sore hingga pukul 10 malam Kia mengisi waktunya dengan bekerja paruh waktu di sebuah kafe milik paman sahabatnya, Angel, yang letaknya hanya berjarak 2 km dari kontrakan sempit mereka.
"Pak, malam ini Eneng pulang agak maleman ya, ada meeting sama pemilik kafe dulu, kata Pak manajer."
"Mau semalam apa? Tiap malam aja kamu pulang larut terus. Bahaya Neng, perempuan pulang malem sendirian. Nanti Bapak jemput aja ya, sekalian Bapak mau beliin kue ulang tahun buat kamu. Seumur-umur belum pernah bapak beliin kue ulang tahun buat kamu."
Mendengar ucapan sang ayah Kia langsung antusias, matanya berbinar penuh harap. Bukannya Kia tak pernah mau dibelikan kue tart di hari ulang tahunnya, tapi ia sadar diri kondisi ekonomi keluarganya yang sulit tak akan pernah memungkinkan dirinya untuk mendapatkan hal itu, jadi daripada harus menelan kekecewaan, selama ini dia tak pernah meminta hal kecil itu.
"Bapak emang punya uang?" tanya Kia memastikan. Tetap saja hatinya menyisakan ruang untuk kecewa.
"Hari ini Bapak dapet arisan. Lumayan banyak, lima juta," bisik Pak Kusdi seolah takut ada yang mendengar pembicaraan mereka.
"Ikut arisan dimana Pak? Kok Eneng gak pernah tau?"
"Tuh, ikut arisan sama Ibu kontrakan. Seharinya cuma 20 ribu. Jadi gak kerasa," jawab Pak Kusdi dengan bangga. "Alhamdulillah urusan biaya masuk SMA si Hilman (anak kedua Pak Kusdi) udah teratasi."
"Mudah-mudahan dia bisa dapet beasiswa juga ya. Biar bisa kuliah gratis juga kayak Eneng."
"Aamiin," ucap Pak Kusdi sepenuh hati.
****
Mereka pun melakukan aktivitas hariannya seperti biasa. Pak Kusdi langsung melanjutkan menjadi tukang ojek online setelah mengantar putrinya ke kampus. Begitu pula Kia, setelah memeras otaknya seharian di kampus, dia pun bersiap pergi ke kafe tempatnya bekerja.
"Bareng yuk Ki, gue juga mau ke sana," ajak Angel saat keluar kelas. "Nih buat elo." Sebuah kotak ukuran sedang berpita emas dia berikan kepada sahabatnya.
"Apa nih? Bukan prank kan?" Sambil menatap curiga ke arah sahabatnya yang memang biasa jahil.
"Elu suuzon aja sama gue." Tangannya berjari lentik itu dengan santainya mendorong kening sang sahabat.
"Aset nih aset. Maen toyor-toyor aja lu!" Kia menyolot, tapi tak urung dia pun menarik simpul pita di atas kotak berwarna hitam itu.
Dan alangkah terkejutnya Kia saat melihat isi di dalamnya. Sebuah jam tangan wanita dengan merek ternama dunia ada di dalam kotak itu.
"Buat gue?" Matanya membelalak tak percaya.
"Bukan. Tapi buat bokap lu!" ketus Angel.
"Njel, elu gak lagi kesambet apa-apa kan? Atau ini cuma buat elu pinjemin ke gue selama seharian ini?" Dia terus membolak-balikan jam tangan cantik bertahtakan beberapa berlian di dalamnya. "atau jangan-jangan ini jam KW-nya ya?"
"Iya mereknya GUSI." Dia kembali mendaratkan tangannya yang halus di kening Kia, saking kesalnya.
"Si Pea." Kia terbahak-bahak.
"Elu kayak lagi ngerendahin kekayaan keluarga gue tau. Gue bisa beli 100 model jam ini kalau gue mau," imbuh gadis cantik itu dengan jemawa.
"Iya, iya percaya gue. Elu pan Sultini." Kemudian Kia langsung memeluk erat tubuh sahabatnya. "Makasih Entin, udah mau adopsi gue jadi sahabat lu!"
"Si Geblek. Revisi panggilan elu dulu, ogah amat gue dipanggil Entin!" Angel meronta dalam pelukan Kia.
Sepasang sahabat itu pun tertawa terbahak-bahak. Entah apa yang sedang mereka tertawakan yang pasti tawa mereka membawa orang lain yang melihatnya ikut menyunggingkan senyum.
Sore itu, setiba di kafe Kia langsung menuju ruang ganti untuk mengganti kostumnya, sedangkan Angel langsung bergabung dengan teman-teman SMA-nya yang selevel dengannya. Tak seperti kebanyakan orang kaya, Angel tak malu memperkenalkan Kia kepada para sahabatnya juga, bahkan beberapa diantara mereka manjadi langganan tetap untuk meminta bantuan Kia mengerjakan tugas kuliah mereka, tak gratis memang. Karena Angel mematok harga yang lumayan tinggi untuk setiap tugas yang para sahabatnya berikan untuk Kia.
Waktu bergulir begitu cepat, tak terasa langit sudah gelap saat Kia membereskan meja pengunjung yang berada di luar ruangan. Begitu juga Angel dan para sahabat elitnya sudah meninggalkan kafe itu sejam yang lalu.
Sebuah notifikasi pesan masuk ke akun W******p-nya.
"Bapak udah beliin kue buat kamu. Bagus, kan? Padahal ini paling murah loh." Sebuah pesan dari Pak Kusdi masuk beserta foto kue tart berwarna coklat dengan nama Zaskia di atasnya.
Wajah Kia langsung semringah, rasa lelahnya seketika lenyap melihat foto yang bapaknya kirim.
"Makasih Bapakku tercinta Kusdinar Bin Jajuli," balas Kia yang pasti akan membuat sang Bapak tersenyum saat membacanya.
"Wih, ada yang ulang tahun nih," celetuk seseorang dari arah belakang dirinya. Ternyata Pak Awan, sang manajer kafe. "Selamat datang di dunia dua puluhan, Nona," seloroh pria itu.
"Kadonya mana Pak? Yang ngasih selamat udah banyak, sampe penuh DM saya, tapi yang ngasih kado baru Angel doang. Atau Pak Awan sama kayak temen-temen aku yang lain berdalih ngasih doa yang tulus dan ikhlas daripada hadiah." tantang Kia.
"Eh, si Bocah, baru sehari ngerasain umur dua puluan udah berani nantangin gue. Besok aku traktir ayam geprek level 10, mau?"
"Ogah," jawab Kia langsung.
"Bonus es campur juga loh. Masa gak minat sih? Jarang-jarang loh orang seganteng gue traktir orang."
"Pantesan jomblo, pelit sih," celetuk Kia sambil membawa baki berisi piring-piring dan gelas-gelas kotor bekas pengunjung.
"Yey, si Bocah, malah ngelunjak. Mau lu gue balikin ke umur 17 lagi!"
****
Kia nampak bersemangat menunggu kedatangan sang Bapak, bahkan dia sempat meminjam lipgloss dan maskara ke salah satu karyawan kafe hanya untuk terlihat cantik di mata bapaknya.
Untung saja Pak Awan bisa diajak kompromi agar dia tidak perlu ikut rapat dengan pemilik kafe ini.
Tak lama suara motor sang Bapak pun terdengar masuk ke parkiran kafe, membuat Kia secara otomatis melebarkan senyumnya.
"Rek kamana Neng, tos geulis kieu? (Mau kemana Neng, udah cantik begini?)," seloroh Pak Kusdi saat melihat wajah sang putri yang terlihat lebih cantik dari biasanya.
"Mau ngedate sama Bapak. Kayak orang-orang kaya," jawab Kia sambil memakai helm retro berwarna merah muda miliknya.
"Hayu atuh, siap. Gaskeun!" sahut Pak Kusdi menimpali candaan putrinya.
"Pake helmnya Pak," tegur Kia melihat sang Bapak malah mencangkolkan helmnya.
"Udah balelu (bosen) Neng Bapak dari pagi pake helm melulu. Deket ini lah dari sini ke rumah. Gak akan ketemu polisi," jawab Pak Kusdi tak menghiraukan perkataan putrinya.
Dan baru saja keluar beberapa meter dari parkiran kafe, mereka tiba-tiba saja ditabrak oleh sebuah mobil sport yang melaju dengan kecepatan penuh. Sebuah mobil sport merah yang begitu familiar di mata Kia.
"Bapak!" Hanya itu yang bisa ia katakan sebelum tak sadarkan diri saat melihat sang Bapak tak sadarkan diri beberapa meter darinya.
Pening, itulah yang pertama kali Kia rasa saat membuka matanya hingga ia harus memegang kepalanya kuat-kuat. Sepertinya ini masih dalam mimpinya, pikir Kia ketika melihat seorang pria tampan duduk bersandar sambil melipat tangan di dada dengan kedua matanya terpejam. Dia lah bosnya, sang pemilik kafe tempatnya bekerja. Jadi ini pastilah mimpi, karena tak mungkin bosnya itu ada dalam kamarnya.Eh, tunggu!Ini bukan kamar tidur di kontakannya, kamar bernuansa putih dengan aroma menenangkan ini begitu asing di ingatan Kia. Jadi sekarang dia ada dimana?Cepat-cepat Kia bangun dari tidurnya tanpa aba-aba, dan itu membuat sekujur tubuhnya seperti dialiri sengatan listrik yang cukup menyakitkan terutama di bagian kakinya. Jadi ruang tidur ini adalah sebuah ruang rawat inap rumah sakit.
Belum sampai Gery mengiyakan apalagi menjelaskan perihal yang terjadi, pintu kamar rawat inap diketuk, diiringi ucapan salam.“Waalaikumsalam,” jawab Kia dan Gery hampir bersamaan.“Itu suara ibu saya, Pak.” Sambil tersenyum senang. “Bu, masuk, Bu!” panggil gadis itu dengan senyum yang masih melekat di bibirnya.“Biar saya yang buka pintunya!” ucap Gery saat melihat sang pasien akan beranjak turun.Seorang wanita yang tidak terlalu tua berdiri di depan pintu kamar dengan sebuah kantong plastic putih di tangan kirinya.“Punten, Mas. Ini kamarnya Zaskia?” tanya ibu itu dengan logat Sunda yang khas. Matanya nampak sembab.&nb
Gery meminta izin untuk keluar sebentar kepada kedua wanita yang saat itu sedang menikmati makan siang mereka, “saya izin keluar dulu, mungkin nanti sore atau malam saya balik lagi. Ada yang harus saya urus sebentar,” ucapnya dengan sopan.“Iya, istirahat aja yang cukup, jangan sampe nak Gery ikut sakit juga,” jawab ibu dengan nada khawatir. “jangan khawatirin Kia, denger kan kata dokter tadi kalau besok Kia udah boleh pulang, jadi sekarang nak Gery pulang aja, ya! Jangan terlalu tergesa-gesa. Karena biasanya yang tergesa-gesa itu kurang baik hasilnya, wanita itu cuma butuh tindakan nyata tanpa perlu banyak ungkapan kata. Ngerti kan maksud ibu?” lanjut Ibu sambil menepuk-nepuk lengan Gery.Gery dengan bodohnya malah mengangguk seolah menyetujui semua nasihat yang keluar dari mulut wanita tua itu, meskipun sebetulnya tak ada yang bisa dia simpulkan dari nasihat tersebut. Dan segera dia meninggalkan kamar pasien tersebut.Selang satu jam sejak kepergian Gerr
“Elu mau sampe kapan ngejogrok di sini?” tanya sahabat Gery.“Bentaran ngapa Mbek. Gue bingung harus ngejelasin dengan cara apa ke mereka kalau sebetulnya gue yang bikin bokapnya si Kia koma,” keluh Gery sambil menyeruput tetes terakhir kopi pahitnya.“Yaelah, apa susahnya tinggal bilang, ‘bu, sebetulnya saya yang tabrak motor suami ibu semalem, dan dari lubuk hati ...’” “Gak usah pake lubuk hati, lubuk hati, nanti lubuk hati mereka salah penerimaan lagi,” bentak Gerry.Sahabatnya yang bernama Satria itu hanya cengengesan, melihat kegelisahan di wajah sang sahabat. “Sorry, Nyet gue lupa kalau hati elu kan buluk,” selorohnya, hingga membuat bantal sofa mendarat di wajah tampannya.Seharusnya satria ikut merasa sedih dan prihatin atas musibah yang menimpa sahabatnya, tapi entah mengapa sejak awal Gery bercerita tentang awal mula musibah itu tercipta, hingga terjadinya kesalahpahaman antara Gerry dan korban, Satria malah tidak bisa men
“Makasih Pak,” ujar Kia pada sopir keluarga Chen yang mengantarnya pulang ke kontrakan. Awalnya ia menolak dengan halus tawaran mommy bosnya untuk diantarkan pulang oleh sopir keluarga itu, malu rasanya harus menerima semua kebaikan yang sudah diberikan keluarga kaya raya itu untuknya, yang hanya mengalami cedera ringan. Tapi nyatanya tak mudah bagi Kia dan ibunya untuk menolak tawaran Nyonya Chen, karena mommy bosnya itu malah mengiba agar Kia mau diantar pulang. Jadi mau bagaimana lagi, dengan sedikit rasa terpaksa Kia akhirnya menerima tawaran baik itu. Untung saja sekarang dia sudah tahu fakta yang sebenarnya, karena jika tidak, makin besar kepala saja Kia diperlakukan baik oleh mommy bosnya.“Tunggu Mbak!” cegah sopir itu sebelum Kia dan ibunya masuk ke dalam kontrakan.“Kenapa? Ongkos?” tanya Ibu dengan polosnya.“Zbukan,” jawab si sopir cepat, sambil membuka bagasi belakang. “Ini dari Ibu Rossi, ada sedikit bingkisan kecil darinya.” Sambi
Sebetulnya bukan mau Gery jadi seperti ini. Masalah jadi tambah runyam saja sejak Kia memintanya untuk menjadikan semua biaya rumah sakit Pak Kusdi sebagai piutang, karena Gery memang tulus ingin membantu mereka sebagai bentuk penyesalan dirinya. Masa bodoh lah Kia akan membayar utangnya dengan cara apa nantinya, bahkan Gery dengan bodohnya sempat ikut menghitung jumlah populasi ternak kambing keluarga gadis itu di tiga tahun ke depan, jika dalam satu tahun induk kambing melahirkan 3 ekor anak, maka dari empat ekor kambing ada sekitar 12 anak kambing dalam satu tahun, belum lagi kambing yang melahirkan kembar, tambah banyak lagi kambing yang akan keluarga Kia miliki dan jika dikalkulasikan jumlah itu dalam tiga tahun, hasilnya adalah… Gery langsung tersadar dan segera berhenti menghitung jumlah mereka. Buang-buang waktunya saja. Sudah 20 menit dari jam kerja Kia dimulai, tapi gadis itu belum juga tercium baunya. Gerry yang memang akhir-akhir ini lebih banyak
Tangis pilu Kia pecah saat melihat kondisi sang ayah yang saat itu sedang di bisikan ayat-ayat Alquran oleh sang ibu. Sudah tak ada lagi alat bantu yang terpasang di tubuh pria tercintanya, menandakan jik para dokter sudah angkat tangan.Kia segera menghampiri tubuh yang terbujur dengan mata terpejam itu, memanggil dengan lirih orang yang begitu ia cinta. “Bapak, bangun!” ucap Kia dengan bibir bergetar. “Pak, maafin Eneng!” sambungnya sambil menggenggam erat telapak tangan yang begitu kasar itu.Gery pun tak kalah sedih melihat pemandangan memilukan di hadapan matanya itu. Kumohon jangan seperti ini.Ya Allah, biarkan aku meminta maaf secara langsung padanya. Akhirnya pria itu meminta bantuan Penciptanya.Beri kesempatan aku untuk meminta maaf secara langsung!Kumohon. Apapun yang dia inginkan, pasti akan kukabulkan. Batin Gery lirih.“Pak, tunggu anak-anak datang ya, Pak. Izinkan mereka meminta maaf pada Bapak!” ucap i
“APAAA?” seru Gery sambil berjingkat dari duduknya, kemudian mendengarkan orang yang berbicara di seberang telepon dengan seksama.“Kenapa? Ada berita buruk apa sampe muka kamu begitu?” tanya Mommy Rossi.“Pak Kusdi…” tenggorokannya tercekat saat harus melanjutkan ucapannya.“Kenapa dengan Pak Kusdi?” kali ini Papi yang bertanya dengan wajah yang tak kalah panik.Gery langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa dengan pandangan menerawang jauh ke depan. “Mom, ini pasti mimpi. Ya kan?” ucapnya pelan.“Emang ada apa dengan Pak Kusdi? Bukannya dia udah baik-baik aja, tadi siang waktu Mommy datang jenguk, dia udah keliatan jauh lebih sehat dari dua hari lalu, bahkan sempet nitip jagain Kia ke Momy,” ujar Mommy Rossi, meskipun hatinya khawatir tapi ia tetap berusaha untuk berpikiran positif.“Ger, jangan bilang kalau Pak Kusdi…” terka Papi sambil mencengkram kedua bahu putranya.Gery mengangguk perlahan dengan wajah tertunduk, wajah putihnya tampak merah dengan ur