BAB 2 SAHABAT
Talisa tidak mau menyerah, dia harus bisa menyelesaikan kuliah demi masa depan yang lebih terhormat. Setelah pulang dari kampus Talisa mampir ke rumah sahabatnya. Nana adalah mantan teman Talisa bekerja di minimarket. Biasanya Nana punya banyak info pekerjaan.
"Sepertinya aku butuh pekerjaan paruh waktu!"
"Pekerjaan apa lagi?" Nana terkejut. "Bukannya sekarang kamu sudah kerja di karaoke?"
"Ya, tapi gajinya pas-pasan aku butuh uang tambahan untuk bayar kuliah."
Talisa juga bercerita kalau abangnya masih pengangguran, dia harus memenuhi semua kebutuhan rumah sendirian, termasuk membayar uang sewa tempat tinggalnya yang cuma dua petak kamar.
"Tolong Na, kalau ada info kerjaan paruh waktu apa aja aku mau."
"Serius lo mau kerja apa aja?"
"Kerjaan apa aja asal bisa aku kerjakan sore pulang dari kampus."
Malam Talisa sudah kerja di tempat karaoke sampai hampir subuh, pagi dia kuliah. Talisa cuma bisa mencari kerja sampingan untuk sore hari sebelum dia berangkat ke tempat karaoke.
"Biasanya kau banyak info kerajaan."
"Ada sih, tapi jadi tukang bersih-bersih rumah apa lo mau?" Nana menawarkan pekerjaan itu sambil mengerutkan dahi dan wajah masam.
"Aku bisa kalau cuma bersih-bersih rumah."
"Tapi bosnya cerewet!" Kali ini Nana bicara sambil memiringkan bibir seolah dia sendiri yang cerewet.
"Cerewet seperti apa?" Talisa malah jadi penasaran.
"Banyak aturannya!" Nana mulai menyebutkan satu persatu. "Lantai toilet harus kering, tidak boleh ada air setetes pun yang tercecer. Seprai tempat tidur harus rapi kencang tidak boleh ada kerutan. Semua tirai jendela harus dibuka minimal dua jam setiap hari dan masih banyak lagi dalam catatan aku tidak hapal."
"Apa semua itu bisa aku kerjakan sore?" Talisa harus memastikan karena ingat waktunya cuma bisa sore.
"Sepertinya tidak masalah asal kau bisa kerja cepat. Yang penting semua pekerjaan harus selesai jam lima sore sebelum pemilik rumah pulang!"
"Sepertinya aku bisa." Talisa sudah biasa bersih-bersih dengan kilat.
"Aku sudah pernah coba satu bulan dan gak betah! Tapi coba saja dulu jika kau memang berminat."
"Ya, beri aku nomor teleponnya!"
"Tidak perlu! Nanti tinggal aku bilang ke kakakku jika Kau mau dan Kau bisa langsung mulai kerja hari ini atau besok."
"Kau serius semudah itu?" Talisa terkejut campur heran.
"Ya, Karena sudah sejak kemarin kakakku cari pengganti buat kerja di sana."
Artinya Nana dan kakaknya sudah sama-sama tidak betah. Harusnya dari situ Talisa curiga jika memang ada yang tidak beres. Tapi Talisa sedang sangat membutuhkan pekerjaan, dia jadi tidak banyak berpikir. Apa lagi Nana mengatakan gajinya lumayan.
******
BAB 3 RUMAH MEWAHKeesokan harinya Talisa benar-benar mulai bekerja, Nana cuma memberinya alamat rumah, tanpa nomor telpon. Untung rumah di kawasan elit tidak terlalu susah untuk dicari. Talisa juga cuma tinggal menyebutkan namanya di depan alat sensor tamu yang ada di samping pintu gerbang."Halo selamat sore Mr. Alexander, saya Talisa Marina Putri."Talisa terkejut karena pintu gerbang besar di hadapannya langsung bergeser terbuka tapi tidak ada siapa-siapa. Sekuriti pun tidak ada untuk ukuran rumah mewah sebesar itu."Oh Tuhan ..." Talisa masih bengong terpukau.Rumahnya sangat besar dan megah dengan halaman super luas tapi sunyi, tanpa kehidupan seperti kuburan. Rumah mewah tapi auranya suram, jika di kampung pasti para tetangga sudah bergosip pemilik rumah memelihara pesugihan. Untungnya rumah tersebut ada di kota dan dikelilingi pagar beton tinggi jadi tidak terlalu nampak jelas dari luar. Lagipula orang perkotaan juga tidak terlalu perduli dengan rumah tetangganya, apa lagi di
BAB 4 PEKERJAAN"Kau dari mana saja?" Giliran Agung yang menghadang adiknya di depan pintu."Aku kerja Bang.""Kerja apa lagi?""Jadi tukang bersih-bersih rumah.""Kerjaan macam apa itu!""Kerjaan halal untuk kita bertahan hidup!"Talisa ingin menyindir abangnya yang penganguran, tidak mau berusaha mencari kerja malah mengomentari jenis pekerjaannya. Padahal Talisa sendiri yang harus membiayai semua pengeluaran di rumah, abangnya cuma makan, tidur, numpang hidup gratis dengan malas-malasan.Tapi menurut Talisa, percuma meributkan perkara keuangan dengan abangnya, mereka hanya akan bertengkar. Lebih baik Talisa bekerja dapat duit dan masalah beres. Cuma itu jurus paling waras agar tidak mendadak gila.Sebenarnya Talisa juga sangat capek, ibarat hidup seorang diri tanpa boleh minta tolong pada siapapun. Selesai dari kampus Talisa langsung bersih-bersih rumah seluas tiga lantai seorang diri, pulang sebentar sudah harus segera bersiap lagi untuk bekerja di tempat karaoke sampai hampir pag
BAB 5 HARI SIAL Hari yang sial, gara-gara Talisa bertemu pengunjung kaya yang suka cari ribut, akhirnya Talisa harus menghadap HRD. Akibatnya Talisa jadi harus pulang sampai hampir pagi, cuma sempat tidur dua jam sudah harus bangun lagi. Talisa langsung bergegas mandi untuk buru-buru bersiap ke kampus. "Jadi hari ini tidak ada makanan lagi?" Agung menghadang adiknya yang mau keluar pintu kamar. "Ada telur dan mie instan di rak dapur, aku buru-buru Bang!" "Sudah empat hari aku kau suruh makan mie instan!" Agung mengeluh. "Tidak ada gizinya!" "Mau kusuruh masak rendang Abang juga gak bakal bisa!" Talisa tetap mau pergi, masa bodoh dengan cucian piring yang sejak kemarin Agung biarkan bertumpuk di wastafel. "Sejak kau kerja mengurus rumah orang, urusan rumahmu sendiri tidak kau kerjakan, memangnya berapa gajimu jadi pembantu!" "Abang kan bisa, habis makan, piringnya langsung dicuci! Sapu lantai rumah sebentar sebelum nongkrong di teras!" "Bersih-bersih rumah itu tugas perempuan!
BAB 6 TERTANGKAPTernyata pria itu memang tidak melalui anak tangga, dia langsung melompat dari bawah rangka tangga metal, berayun di pagar kemudian meloncat untuk menyergap tubuh Talisa. Talisa ingin menjerit, namun lehernya sudah lebih dulu dicekik. Akhirnya Talisa melihat wajah seorang Calvin Alexander dari jarak yang sangat dekat. Pria dingin yang jelas tidak suka diusik. Tampan luar biasa tapi tatapannya tajam seperti sisi belati yang berkilat dalam gelap. Talisa tidak sempat berpikir, dia langsung menangkupkan tangan dengan kuda-kuda kaki siaga. Posisi Talisa jadi seperti memeluk lengan pria yang sedang mencekiknya, tapi dalam gerakan sangat cepat. Talisa memusatkan seluruh tenaga kepalan tanganya untuk menghatam tepat di persendian siku lawan dari sisi atas. Efek kejutan itu membuat cengkeraman di leher Talisa terlepas. Kepala Talisa segera berkelit dan tidak lupa lututnya yang sudah siaga menendang keras tepat ke bawah pusar. "Wanita terkutuk!" Pria sebesar apapun bakal m
BAB 7 KONTRAK Talisa masih belum tahu akan diberi pekerjaan apa, yang terpenting nyawanya selamat dulu. Asal Talisa tidak diminta untuk ikut melakukan pembunuha*n. Calvin Alexander sangat misterius, dingin dan keji. Pria macam itu tidak akan main-main dengan ucapannya. Sudah semalaman tembus pagi, Talisa kembali dikurung di dalam kamar seorang diri. Tapi anehnya Talisa sama sekali tidak melihat atau mendengar suara pekerja lain yang datang ke rumah tersebut. Padahal selama ini Talisa berpikir, mungkin pekerja lain datang pagi hari, atau mungkin hari ini mereka semua diliburkan. Sudah beberapa kali Talisa mengintip ke luar jendela, halamannya sepi, sama sekali tidak ada orang karena sepertinya Mr. Alexander juga sudah pergi. Sampai tengah hari belum juga terdengar suara manusia lain yang datang. Entah Mr. Alexander pergi ke mana. Diam-diam Talisa juga penasaran dimana pria itu menguburkan tubuh wanita yang tadi malam dia seret ke halaman belakang. Atau mungkin itu bukan kali pertama
BAB 8 ISTRI BAYARANTalisa tidak menyangka dirinya masih dibiarkan hidup setelah melihat mayat di garasi. Bahkan sekarang Talisa malah diberi pekerjaan. Pekerjaan sebagai istri bayaran seorang billionaire psikopat. Pekerjaannya seperti kurang enak didengar telinga, tapi jumlah seratus juta sepertinya akan sepadan. Dengan uang seratus juta, Talisa tidak perlu lagi bekerja di tempat karaoke, dia juga masih bisa menyelesaikan kuliah. Masa bodoh dengan kejahatan yang telah dilakukan oleh Calvin Alexander. Talisa tidak akan ikut campur, pria itu sangat kaya, bisa saja dia bebas dari hukum.Akhirnya Talisa dapat kembali menjalani hidup normal. Pagi ini Talisa berangkat ke kampus dengan langkah ringan karena mengingat seratus juta dalam rekeningnya. Talisa tidak perlu pusing memikirkan beban pengeluaran bulanan serta uang semester. Masalah Talisa cuma tinggal perkara kontak nomor teleponnya yang raib semua, ternyata hal sepele itu jadi merepotkan dan sekarang layar ponsel barunya juga hanc
BAB 9 KEBOHONGANSeorang pria terlihat berbisik pada pelayan yang bertugas mengedarkan minuman. Tatapan pria itu masih tertuju pada sosok wanita cantik yang sedang berada di sisi Calvin Alexander.Talisa juga masih belum sadar jika sejak tadi dirinya sedang diperhatikan. Pikiran Talisa masih terlalu fokus pada pria di sampingnya yang terus membuat jantung berdegup kencang, tampan tapi galak."Ingat, jangan membuatku malu!" Calvin berbisik di telinga Talisa dengan gestur seperti baru mengecup sisi keningnya."Sepertinya hak sepatuku terlalu tinggi." Talisa mengeluhkan berdirinya yang tidak nyaman.Jemari tangan Talisa langsung digenggam kencang, rasanya hangat tapi Talisa gemetar, Talisa bakal sangat malu bila sampai ketahuan. Talisa terus berusaha menepis segala pikiran konyolnya, karena maksud Calvin cuma membantu Talisa agar berdiri tegak. Tapi Calvin Alexander memang mahluk yang sulit untuk diabaikan. Tampan luar biasa, berkarisma dengan pembawan tegas penuh wibawa. Seorang pria
BAB 10 PEMARAH DAN DINGINKarena Calvin masih terlihat marah, Talisa jadi tidak berani bersuara sampai mereka benar-benar berhenti di dalam garasi."Apa aku bisa langsung pulang?" Talisa memberanikan diri untuk bertanya dengan hati-hati."Sudah larut malam, pulang saja besok!""Aku sudah biasa pergi malam, pulang pagi juga tidak masalah." Talisa menjelaskan."Aku menyuruhmu menginap!"Calvin bicara tanpa menoleh Talisa lagi, dia juga langsung keluar lebih dulu kemudian pergi naik ke lantai tiga. Benar-benar baru kali ini Talisa bertemu mahluk seperti itu, dingin, kaku, dan pemarah.Walaupun sambil menggerutu, Talisa ikut pergi ke kamarnya sendiri di lantai dua. Talisa segera melepas semua pakaian serta aksesoris, terutama cincin berlian di jari manisnya. Memakai cincin berlian seharga ratusan juta mungkin membuat Talisa takut. Buru-buru Talisa memasukkan benda itu ke dalam laci, berharap hatinya akan segera tenang, tapi ternyata juga tidak.Malam itu, Talisa kesulitan untuk memejamkan