BAB 6 TERTANGKAP
Ternyata pria itu memang tidak melalui anak tangga, dia langsung melompat dari bawah rangka tangga metal, berayun di pagar kemudian meloncat untuk menyergap tubuh Talisa. Talisa ingin menjerit, namun lehernya sudah lebih dulu dicekik.Akhirnya Talisa melihat wajah seorang Calvin Alexander dari jarak yang sangat dekat. Pria dingin yang jelas tidak suka diusik. Tampan luar biasa tapi tatapannya tajam seperti sisi belati yang berkilat dalam gelap.Talisa tidak sempat berpikir, dia langsung menangkupkan tangan dengan kuda-kuda kaki siaga. Posisi Talisa jadi seperti memeluk lengan pria yang sedang mencekiknya, tapi dalam gerakan sangat cepat. Talisa memusatkan seluruh tenaga kepalan tanganya untuk menghatam tepat di persendian siku lawan dari sisi atas. Efek kejutan itu membuat cengkeraman di leher Talisa terlepas. Kepala Talisa segera berkelit dan tidak lupa lututnya yang sudah siaga menendang keras tepat ke bawah pusar."Wanita terkutuk!"Pria sebesar apapun bakal meringis nyeri jika biji jantannya dihantam lutut.Talisa berhasil kabur, dia melihat kolong pintu garasi masih terbuka separuh, cukup untuk menyelipkan tubuhnya. Talisa buru-buru menuruni anak tangga, tapi sial, Calvin lebih dulu menutup pintu garasi dengan kunci remote di saku celananya.Talisa makin panik, melihat pria besar sedang mendengus seperti banteng pemarah, Calvin Alexander yang baru dia tendang buah jangkarnya sudah kembali berjalan menuruni anak tangga untuk menangkapnya. Talisa layak untuk mati jika sampai tertangkap.Benar-benar hari yang sial. Talisa baru berpaling untuk berlari kabur tapi tiba-tiba kakinya malah tersandung."Ao!"Tubuh Talisa jatuh terjungkal di lantai dengan posisi tertelungkup menubruk bungkusan kantong plastik hitam. Talisa meraba-raba ke bungkusan plastik hitam yang tadi dikeluarkan dari dalam bagasi. Saat itu juga Talisa langsung menjerit histeris. Talisa melihat lengan wanita bersimbah darah menjulur keluar dari bagian kantong plastik yang robek."Brengsek!" Calvin mengumpat marah.Ketakutan Talisa sudah bukan main-main lagi. Talisa telah melihat mayat. Pria itu langsung melompati tiga anak tangga untuk mendarat di lantai. Talisa merangkak gugup, mendadak kakinya gemetar untuk berdiri."Jangan harap kau bisa kabur!"Kali ini punggung Talisa diterkam dan lengannya dibekuk ke belakang agar tidak dapat berkelit lagi. Tubuh Talisa juga digeledah, ponselnya langsung dibanting ke lantai sampai meledak hancur. Talisa sangat ketakutan."Tolong jangan bunu*h aku!" Talisa memohon ampun. "Tolong, aku tidak mau mati!"Talisa tidak pernah merasa setakut itu dengan kematian, air matanya berurai deras ketika menoleh seonggok bungkusan tubuh wanita di sampingnya."Tolong jangan bunuh aku Mr. Alexander ...." Napas Talisa tersendat-sendat oleh tangisnya sendiri. "Aku bersumpah tidak akan memberitahu siapapun!"Saat itu juga Tubuh Talisa langsung digulingkan sampai terbalik, tapi tetap ditunggangi agar tidak dapat bergerak."Kau sudah berada di tempat yang salah!"Talisa langsung diseret kasar, dia menjerit tapi tetap tidak dihiraukan."Tolong lepaskan aku ...!"Talisa diseret keluar dari garasi, terus diseret melintasi ruangan di lantai dua untuk dilempar masuk ke dalam salah satu kamar kosong. Talisa benar-benar ketakutan karena pria itu bisa berbuat apa saja terhadapnya."Tolong jangan bunu*h aku!"Calvin Alexander tidak bicara apa-apa, dia langsung mengunci kamar dari luar kemudian pergi."Tolong lepaskan aku!" Talisa menggedor-gedor pintu seperti orang gila yang berteriak sinting. "Tolong lepaskan aku..."Teriakan Talisa juga tetap tidak dihiraukan sampai akhirnya dia lelah. Setelah merosot lemas di lantai, Talisa baru memperhatikan ke sekeliling kamar, dia melihat jendela. Talisa tahu jendela itu menghadap ke halaman belakang, dia buru-buru menghampiri jendela untuk mengintip keluar. Tidak ada harapan untuk bisa tertolong, bentengnya terlalu tinggi."Oh, sial!"Dari jendela kamar itu Talisa justru melihat Calvin Alexander pergi membawa senter sambil menyeret kantong pastik hitam dan skop. Sepertinya mayat wanita tadi akan dikubur di halaman belakang.Jika Talisa tidak terlalu penasaran, seharusnya dia tidak perlu melihat mayat wanita itu. Sekarang semuanya sudah terlambat, Talisa sangat ketakutan, dia telah menjadi saksi pembunuhan, mustahil bakal dilepaskan hidup-hidup.******Entah apa lagi yang terjadi setelah itu. Waktu seperti sedang berjalan lambat bagi Talisa. Ponsel Talisa sudah dihancurkan, sekarang dia sendirian, dikurung di dalam rumah berbenteng tinggi. Berteriak sekencang apapun tidak akan ada yang bakal mendengar. Mungkin selanjutnya Tubuh Talisa yang aka dikubur di halaman belakang.Pintu kamar kembali dibuka. Talisa langsung berjingkat siaga. Calvin Alexander kembali dengan lengan kemeja masih digulung sampai siku, ujung sepatunya kotor oleh bekas tanah galian."Tolong jangan bunu*h aku ...." Talisa memohon sabil beringsut mundur ketakutan, dia tidak akan menang dari pria sebesar itu. Otot lengannya berurat tebal, nampak mengerikan untuk mencekik leher"Untuk apa kau berada di sini?"Dagu Talisa langsung disambar kasar, kedua pergelangan tangannya dipelintir ke belakang sampai tidak dapat bergerak."Aku bekerja untuk Anda ..." Bibir Talisa gemetar, dia benar-benar bisa mati."Mustahil kau tidak tahu peraturan bekerja di rumah ini!"Talisa memang sudah sangat lancang, tapi dia tetap tidak menyangka bakal melihat sebuah pembunuhan."Maaf, Mr. Alexander ... Aku bersumpah akan menganggap tidak pernah melihat kejadian apapun!" Talisa terus memohon sambil berurai air mata."Apa yang kau kerjakan di sini?"Talisa terus ditanya dengan sura kaku."Saya membersihkan seluruh rumah dan kamar Anda ....""Seharusnya kau sudah pergi!""Maaf Mr. Alexander, sungguh aku bersumpah tidak akan menceritakan apa yang saya lihat di sini pada siapapun." Talisa terus memohon ampun. "Saya bersumpah!"Tiba-tiba pria itu berhenti. Sepertinya wajah Talisa sedang diteliti untuk menilai kejujurannya. Tanpa sengaja cat kuku Talisa yang berwarna merah muda cantik juga tidak luput dari perhatian."Mustahil wanita sepertimu bekerja untuk membersihkan rumah!"Talisa memang tidak pantas untuk menjadi tukang bersih-bersih rumah. Terlalu cantik dan banyak gaya."Beraninya kau berdusta!"Saat itu juga tubuh Talisa langsung didorong sampai terpental di atas ranjang."Sungguh aku tidak berbohong ..."Talisa panik ketakutan, sama sekali tidak bisa berkelit ketika kemudian tubuhnya diterkam."Aku juga bekerja di tempat karaoke." Talisa mengakui pekerjaannya dengan jujur. "Aku sangat butuh uang karena itu aku juga bekerja di sini. Maaf, karena sudah terlalu lelah bekerja malam, tadi aku tidak sengaja tertidur di sofa Anda."Sepertinya cerita Talisa membuat Calvin Alexander berhenti. Buru-buru Talisa melanjutkan kesempatan itu untuk melanjutkan kisah sedihnya."Aku harus membiayai ibu yang lumpuh dan kakak laki-laki dengan keterbelakangan mental. Bagaimana nasib mereka jika aku sampai tidak kembali. Siapa yang akan mengurus mereka." Talisa membumbui kebohongannya dengan airmata agar mendapat simpati. "Tolong lepaskan aku Mr. Alexander, biarkan aku pulang."Pria itu nampak berpikir dan saat itu Talisa melihat secercah harapan hidup."Saya bersumpah akan tutup mulut, Anda bisa mempercayaiku Mr. Alexander."Talisa tahu ucapannya mulai berhasil meski tatapan pria itu sama sekali belum melunak. Pria yang sangat tampan tapi mengerikan untuk dihadapi seorang diri di dalam kamar."Kau akan bekerja untukku!" Dagu Talisa kembali dicekal, diangkat agar tidak berpaling. "Kau tidak boleh menolak!"BAB 93 KETENANGANEva yakin Calvin tahu keberadaan ibunya, pria itu memiiki kuasa, tidak sulit bagi seorang Calvin Alexander untuk mendapatkan informasi apapun."Di mana ibuku?" Meski permintaan Eva masih mengejutkan, tapi Calvin tetap berusaha menjawab dengan sikap tenang."Dia sudah tidak ada." Calvin bicara jujur. "Aku sangat menyesal karena datang terlambat untuknya."Calvin hanya tidak bercerita jika dia juga terlambat percaya pada Lorna. Seandainya Calvin percaya dan mau menolong Lorna, mungkin sekarang ibu mereka masih hidup. Pastinya Eva masih syok mendengar Lorna sudah meninggal tapi sepertinya Eva juga wanita muda yang cukup tangguh. "Bagaimana ibuku meninggal?" Eva balas mentap Calvin dengan jantung berdebar. "Dia sempat bercerita jika memiliki hutang yang cukup besar."Eva terlihat memejamkan mata sejenak, seperti sedang berusaha menenangkan diri."Sepertinya aku tahu pelakunya!" Eva sudah kemabali menatap Calvin. "Aku tahu mereka bekerja untuk siapa!"Sebelum Lorna hi
BAB 92 KEBEBASAN TALISASetelah sekian lama hidup dalam ketakutan, akhirnya Talisa bisa mendapatkan kebebasan untuk bernapas lega tanpa rasa cemas. Talisa dapat bermain bebas dengan putranya tanpa harus takut dengan ancaman dari musuh-musuh Calvin. Kebahagian terbesar Talisa dan Calvin adalah melihat Evan bisa bermain dengan anak-anak seusianya. Putra mereka harus tumbuh dengan sehat di lingkungan yang normal. Calvin tidak mau Evan memiliki masa kecil suran seperti dirinya. "Kalian mau pergi kemana?" Talisa terkejut melihat Calvin dan Evan sudah siap dengan baju sewarna, kaos biru dengan celana pendek hitam dan sepatu senada."Oah!" jawab Evan dengan lidah cadel karena belum bisa menyebut nama 'Noah' dengan benar."Aku akan membawa anak-anak bermain." Kali ini Calvin yang menjelaskan. "Kami akan menjemput Noah dulu.""Kalian tidak mengajakku?" Talisa bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri."Ingat saran dokter, kau masih harus istirahat." Calvin mengecup kening Talisa kemudian me
BAB 91 PENGEJARAN CALVINBegitu melihat Talisa sudah tidak ada di tempat tidurnya Calvin langsung berteriak pada Robin untuk memeriksa kamera CCTV. Dari rekaman kamera di sepanjang lorong rumah sakit, Talisa terlihat berlari panik kemudian masuk ke salah satu ruangan dokter untuk mencuri jas putih guna membungkus pakaian pasien yang saat itu dia pakai dengan compang camping."Istri Anda kabur melalui UGD langsung kejalan raya." Robin menemukan rekaman terakhir saat Talisa menghilang di halaman gelap.Setelah ikut menyimak semua tangkapan kamera, Calvin yakin jika Talisa pilih kabur seorang diri karena mendapat tekanan."Periksa kamar istriku!"Calvin kembali memberi perintah pada Tomas. Setelah menggeledah semua laci meja dan membongkar ranjang. Tomas menemukan lipatan amplop kertas yang terselip di bawah kasur."Ini foto putra Anda, Tuan." Tomas menunjukkan foto Evan bersama Daren."Iblis terkutuk!" Calvin juga membaca pesan yang ditulis oleh Daren di balik foto.Calvin segera menga
BAB 90 KETAKUTAN TALISATalisa benar-benar pergi tanpa sepengetahuan Calvin, dia hanya memiliki waktu dua kali dua puluh empat jam untuk menyelamatkan nyawa putra mereka. Sampai Talisa duduk di dalam kursi pesawat, dia masih belum tahu akan pergi ke mana. Talisa sudah pasrah dia hanya terus mengikuti semua instruksi dari Daren.Talisa mendarat beberapa kali di ibukota negara Eropa. Talisa selalu disambut seorang pria di pintu kedatangan dengan papan namanya. Talisa akan diberi tiket penerbangan selanjutnya, beserta pasport baru dan seperti itu seterusnya untuk menghilangkan jejak. Daren benar-benar sudah sangat hati-hati, cerdik dan penuh perhitungan agar perjalanan Talisa tidak terlacak oleh Calvin.Terakhir Talisa mendarat di sebuah bandara kecil di Iceland, dia sudah di tunggu oleh supir yang akan mengantarnya. Saat itu Talisa mulai berpikir mungkin dirinya memang tidak akan pernah bisa kembali pada Calvin. Harapan Talisa hanya untuk memeluk Evan dan Talisa rela mati menukar nyawa
BAB 89 HARUS BURU-BURUSebenarnya Calvin nyaris berpapasan dengan Daren ketika dia baru keluar dari kamar Talisa. Daren buru-buru bersembunyi dan terus mengamati sampai benar-benar yakin Calvin telah pergi. Sudah dua Hari Daren mencari tahu di mana Talisa sedang dirawat setelah dia jatuh histeris di toilet.Ternyata pintu kamar Talisa terus di jaga oleh Tomas sepanjang waktu. Mustahil Daren bisa masuk menyelinap mengelabui Tomas, pasti Tomas akan langsung mengenali Daren.Tapi ternyata Daren tidak kehabisan akal karena dia juga telah mengawasi setiap dokter serta perawat yang bertugas di kamar Talisa. Setelah yakin Calvin sudah pergi, Daren buru-buru menghampiri perawat yang bertugas untuk mengantar sarapan ke kamar Talisa."Mr. Alexander!" Perawat wanita itu mengira Daren sebagai Calvin."Berikan ini pada istriku." Daren mengulurkan lipatan amplop kertas berisi foto beserta dua kalimat dengan tulisan tangan di baliknya.[Apa kau ingin bertemu putramu?][Ikuti semua instruksi ku dan
BAB 88 TALISA INGIN BETEMU EVANCalvin langsung pergi mendatangi Eva. Setelah sekian minggu tidak berkunjung, pastinya Eva tersenyum bahagia melihat kedatangan Calvin Alexander ke tempat tinggalnya di akhir pekan."I miss You." Eva menghampiri Calvin yang baru masuk dari ambang pintu untuk dia peluk mesra."Duduk!"Perintah tegas dari bibir Calvin membuat Eva terkejut karena biasanya Daren memang tidak pernah menolak sambutan Eva."Aku memberimu perintah untuk duduk!" Calvin mengulang perintahnya dengan lebih tegas karena melihat Eva masih berdiri kaku belum bergerak.Dengan dada terus berdebar Eva melangkah mundur pelan-pelan untuk duduk di sofa. Eva benar-benar duduk dengan patuh tanpa berani bergerak karena tatapan Calvin membuatnya takut. Untuk sekedar menarik napas pun sepertinya Eva memang harus hati-hati karena Calvin sedang dalam mode siap meledak, Daren sudah sangat lancang berani menyentuh putranya.Calvin melempar foto pasport Daren ke atas meja di hadapan Eva."Perhatika