BAB 5 HARI SIAL
Hari yang sial, gara-gara Talisa bertemu pengunjung kaya yang suka cari ribut, akhirnya Talisa harus menghadap HRD. Akibatnya Talisa jadi harus pulang sampai hampir pagi, cuma sempat tidur dua jam sudah harus bangun lagi. Talisa langsung bergegas mandi untuk buru-buru bersiap ke kampus."Jadi hari ini tidak ada makanan lagi?" Agung menghadang adiknya yang mau keluar pintu kamar."Ada telur dan mie instan di rak dapur, aku buru-buru Bang!""Sudah empat hari aku kau suruh makan mie instan!" Agung mengeluh. "Tidak ada gizinya!""Mau kusuruh masak rendang Abang juga gak bakal bisa!" Talisa tetap mau pergi, masa bodoh dengan cucian piring yang sejak kemarin Agung biarkan bertumpuk di wastafel."Sejak kau kerja mengurus rumah orang, urusan rumahmu sendiri tidak kau kerjakan, memangnya berapa gajimu jadi pembantu!""Abang kan bisa, habis makan, piringnya langsung dicuci! Sapu lantai rumah sebentar sebelum nongkrong di teras!""Bersih-bersih rumah itu tugas perempuan! Sudah kau suruh aku membuat makana sendiri, sekarang kau suruh jadi babumu cuma karena kau yang sedang bekerja!"Agung memang pemalas, suka mengeluh, karena maunya semua sudah serba disiapin meskipun dia pengangguran."Sudah Bang! Aku buru-buru!" Talisa langsung kabur karena tidak mau ribut."Adik perempuan durhaka!" Agung menyumpahi Talisa yang tetap melejit pergi meninggalkannya tanpa makanan. "Semoga harimu sial!"Untung Talisa sudah kebal dengan berbagai kutukan dari abangnya, gendang telinganya juga sudah tebal untuk mendengar suara makian. Memang sudah nasib Talisa, punya kakak laki-laki tidak dapat diandalkan tapi masih juga menyusahkan. Jika tidak ingat pesan mending ibunya untuk hidup rukun dengan saudara, pasti Talisa sudah lebih pilih tinggal sendiri tanpa abangnya.Karena masih ngantuk berat, plus tidak sempat sarapan, jam kuliah yang Talisa ikuti jadi sama sekali tidak ada yang meresap ke otak. Belum lagi, pulang dari kampus Talisa masih harus membersihkan rumah tiga lantai. Andai tidak ingat butuh duit, pasti Talisa sudah menyerah untuk pulang dan tidur.******Meskipun lelah luar biasa, Talisa tetap datang ke rumah Mr. Alexander. Talisa membuka semua tirai jendela sampai semua ruangan terang benderang, mendorong mesin penghisap debu dengan langkah setengah melayang-layang karena ngantuk yang sulit untuk ditahan. Selanjutnya Talisa masih harus merangkak di lantai kamar mandi untuk menggosoknya sampai kering mengkilat dan tidak boleh lupa, merapikan tempat tidur tanpa kerutan.Setelah merapikan tempat tidur, rasanya Talisa benar-benar jadi ingin langsung menjatuhkan tubuhnya tertelungkup di atas kasur. Ranjangnya sangat besar, empuk, dan entah seperti apa rasanya kasur mahal. Bisa dibayangkan bakal senyaman apa jika matanya terpejam sambil memeluk guling di sana. Tapi Talisa harus buru-buru ingat jika pekerjaannya belum selesai.Talisa segera keluar dari kamar yang sudah dia semprot pewangi. Talisa masih harus berkeliling untuk kembali menutup semua tirai jendela. Ruangan yang semula benderang kembali berubah suram. Orang normal akan menganggapnya angker, tapi bagi Talisa justru terasa nyaman untuk berebah dan memejamkan mata sejenak.Waktu masih menunjukkan pukul setengah empat sore, sepertinya memang tidak apa-apa bila Talisa istirahat sebentar. Jika Talisa pulang cepat dia hanya bakal diajak ribut oleh abangnya, tidak akan sempat beristirahat. Talisa sedang dalam kondisi super capek, dia berbaring di atas sofa, menutup matanya dengan bantal kecil dari sandaran kursi. Tidak sampai satu menit berputar, Talisa sudah lupa segalanya, dia benar-benar tertidur seperti orang pingsan.Jam dinding terus berputar seiring lingkungan di sekitarnya yang makin temaram sampai benar-benar jadi gelap. Talisa masih nyenyak tertidur dan jarum jam terus berkeliling. Mungkin Talisa bakal tertidur sampai tembus pagi jika tidak dikejutkan oleh suara nyaring yang langsung membuatnya berjingkat bangun."Oh, Tuhan ...!" Talisa terkejut melihat lingkungan di sekitarnya yang sudah gelap, sampai dia lupa dengan suara yang tadi mengejutkannya."Jam berapa ini?"Semua lampu belum ada yang dinyalakan. Talisa panik mencari ponselnya, meraba-raba meja dan sofa padahal benda yang dia cari ada di kantong celana."Gawat!"Sudah jam delapan malam, Rasa kantuk Talisa langsung lenyap, dia bakal terlambat berangkat kerja. Talisa baru berdiri untuk mengingat-ingat di mana dia menaruh tasnya tapi tiba-tiba kembali dibuat terkejut oleh suara serupa. Suara pintu garasi yang tadi juga membangunkan Talisa dari tidur nyenyak."Sial!"Talisa yakin pemilik umah sudah pulang. Sepertinya hari Talisa memang jadi benar-benar sial seperti kutukan abangnya. Baru kali ini kutukan Agung mujarab.Di tengah ruangan yang masih gelap, akhirnya Talisa menemukan tas selempangnya ada di ujung sofa, dia menyambar benda itu untuk buru-buru kabur sebelum ketahuan pemilik rumah."Gawat ...! Gawat ...! Gawat ....!" Talisa melangkah berjinjit-jinjit seperti pencuri yang takut tertangkap basah tapi mulutnya terus mengomel seperti mengucapkan mantra agar tidak terlihat.Ketika melalui samping pintu tembus garasi, Talisa mendengar suara mesin mobil masih berdengung belum dimatikan. Bukannya buru-buru menyelinap kabur, Talisa malah penasaran. Sudah lama Talisa penasaran dengan pemilik rumah besar itu. Seperti apa wajah Calvin Alexander yang misterius karena tidak mau bertemu orang miskin.Seharusnya Talisa langsung saja pulang bukan malah mengintip ke dalam garasi. Talisa menuruni anak tangga garasi pelan-pelan sambil meraba sisi dinding karena situasinya juga gelap. Talisa sudah bisa mengintip dari lima tangga teratas.Talisa melihat seorang pria keluar dari dalam mobil sedan berkaca gelap. Meskipun cuma melihatnya dari sisi belakang dan dalam pencahayaan temaram, Talisa tetap bisa memastikan jika pria itu masih muda, berbadan tinggi atletis, dengan setelan jas rapi.Talisa baru akan kembali melangkah mundur tapi tangannya yang memakai arloji metal tidak sengaja membentur besi pegangan tangga. Pria itu spontan menoleh ke atas."Sial!"Talisa reflek menempelkan tubuhnya lurus di dinding agar tidak ketahuan. Jantung Talisa berdegup kencang, berdentam-dentam nyaris terlontar. Dengan mata terpejam rapat Talisa terus memanjatkan berbagai doa apa saja yang dia bisa. Matilah Talisa kalau sampai tertangkap.Sunyi sampai beberapa saat tidak ada suara pergerakan, tapi Talisa tetap waspada. Setelah menunggu kondisi aman, Talisa memberanikan diri mengintip sekali lagi untuk memastikan. Sepertinya pria itu sudah tidak curiga, dia terlihat berjalan ke belakang mobil untuk membuka bagasi. Entah kantong hitam apa yang dia keluarkan karena sepertinya besar dan berat.Talisa berniat memanfaatkan kesempatan untuk kabur tapi tiba-tiba ponsel di kantong celananya malah berbunyi."Oh, sialan!"Talisa sendiri terlompat kaget, dia panik meraba-raba kantong. Meski benda bergetar itu berhasil Talisa matikan dengan cepat, tapi sepertinya dia sudah ketahuan. Suara berdebum terdengar baru dijatuhkan ke lantai kemudian disusul suara langkah sol sepatu menggesek lantai ubin garasi yang agak kasar.Talisa sudah kembali bersembunyi, meringkuk terjepit di sudut balik tangga sambil membekap sisi jantung dan mulutnya agar tidak menjerit. Talisa benar-benar takut mendengar langkah kaki yang makin mendekat tapi anehnya tidak terdengar menapaki anak tangga.Posisi Talisa sudah terpojok, akan tetap tertangkap jika tidak segera kabur. Talisa nekat berlari tapi tiba-tiba bahunya diseret kasar dari belakang. Entah dari mana munculnya pria itu, bahu Talisa langsung didesak dan lehernya dijerat cengkeraman.Talisa ingin menjerit, tapi ternyata tidak bisa. Pria itu menatapnya tajam seperti sisi belati yang berkilat dalam gelap. Akhirnya Talisa melihat wajah seorang Calvin Alexander.BAB 6 TERTANGKAPTernyata pria itu memang tidak melalui anak tangga, dia langsung melompat dari bawah rangka tangga metal, berayun di pagar kemudian meloncat untuk menyergap tubuh Talisa. Talisa ingin menjerit, namun lehernya sudah lebih dulu dicekik. Akhirnya Talisa melihat wajah seorang Calvin Alexander dari jarak yang sangat dekat. Pria dingin yang jelas tidak suka diusik. Tampan luar biasa tapi tatapannya tajam seperti sisi belati yang berkilat dalam gelap. Talisa tidak sempat berpikir, dia langsung menangkupkan tangan dengan kuda-kuda kaki siaga. Posisi Talisa jadi seperti memeluk lengan pria yang sedang mencekiknya, tapi dalam gerakan sangat cepat. Talisa memusatkan seluruh tenaga kepalan tanganya untuk menghatam tepat di persendian siku lawan dari sisi atas. Efek kejutan itu membuat cengkeraman di leher Talisa terlepas. Kepala Talisa segera berkelit dan tidak lupa lututnya yang sudah siaga menendang keras tepat ke bawah pusar. "Wanita terkutuk!" Pria sebesar apapun bakal m
BAB 7 KONTRAK Talisa masih belum tahu akan diberi pekerjaan apa, yang terpenting nyawanya selamat dulu. Asal Talisa tidak diminta untuk ikut melakukan pembunuha*n. Calvin Alexander sangat misterius, dingin dan keji. Pria macam itu tidak akan main-main dengan ucapannya. Sudah semalaman tembus pagi, Talisa kembali dikurung di dalam kamar seorang diri. Tapi anehnya Talisa sama sekali tidak melihat atau mendengar suara pekerja lain yang datang ke rumah tersebut. Padahal selama ini Talisa berpikir, mungkin pekerja lain datang pagi hari, atau mungkin hari ini mereka semua diliburkan. Sudah beberapa kali Talisa mengintip ke luar jendela, halamannya sepi, sama sekali tidak ada orang karena sepertinya Mr. Alexander juga sudah pergi. Sampai tengah hari belum juga terdengar suara manusia lain yang datang. Entah Mr. Alexander pergi ke mana. Diam-diam Talisa juga penasaran dimana pria itu menguburkan tubuh wanita yang tadi malam dia seret ke halaman belakang. Atau mungkin itu bukan kali pertama
BAB 8 ISTRI BAYARANTalisa tidak menyangka dirinya masih dibiarkan hidup setelah melihat mayat di garasi. Bahkan sekarang Talisa malah diberi pekerjaan. Pekerjaan sebagai istri bayaran seorang billionaire psikopat. Pekerjaannya seperti kurang enak didengar telinga, tapi jumlah seratus juta sepertinya akan sepadan. Dengan uang seratus juta, Talisa tidak perlu lagi bekerja di tempat karaoke, dia juga masih bisa menyelesaikan kuliah. Masa bodoh dengan kejahatan yang telah dilakukan oleh Calvin Alexander. Talisa tidak akan ikut campur, pria itu sangat kaya, bisa saja dia bebas dari hukum.Akhirnya Talisa dapat kembali menjalani hidup normal. Pagi ini Talisa berangkat ke kampus dengan langkah ringan karena mengingat seratus juta dalam rekeningnya. Talisa tidak perlu pusing memikirkan beban pengeluaran bulanan serta uang semester. Masalah Talisa cuma tinggal perkara kontak nomor teleponnya yang raib semua, ternyata hal sepele itu jadi merepotkan dan sekarang layar ponsel barunya juga hanc
BAB 9 KEBOHONGANSeorang pria terlihat berbisik pada pelayan yang bertugas mengedarkan minuman. Tatapan pria itu masih tertuju pada sosok wanita cantik yang sedang berada di sisi Calvin Alexander.Talisa juga masih belum sadar jika sejak tadi dirinya sedang diperhatikan. Pikiran Talisa masih terlalu fokus pada pria di sampingnya yang terus membuat jantung berdegup kencang, tampan tapi galak."Ingat, jangan membuatku malu!" Calvin berbisik di telinga Talisa dengan gestur seperti baru mengecup sisi keningnya."Sepertinya hak sepatuku terlalu tinggi." Talisa mengeluhkan berdirinya yang tidak nyaman.Jemari tangan Talisa langsung digenggam kencang, rasanya hangat tapi Talisa gemetar, Talisa bakal sangat malu bila sampai ketahuan. Talisa terus berusaha menepis segala pikiran konyolnya, karena maksud Calvin cuma membantu Talisa agar berdiri tegak. Tapi Calvin Alexander memang mahluk yang sulit untuk diabaikan. Tampan luar biasa, berkarisma dengan pembawan tegas penuh wibawa. Seorang pria
BAB 10 PEMARAH DAN DINGINKarena Calvin masih terlihat marah, Talisa jadi tidak berani bersuara sampai mereka benar-benar berhenti di dalam garasi."Apa aku bisa langsung pulang?" Talisa memberanikan diri untuk bertanya dengan hati-hati."Sudah larut malam, pulang saja besok!""Aku sudah biasa pergi malam, pulang pagi juga tidak masalah." Talisa menjelaskan."Aku menyuruhmu menginap!"Calvin bicara tanpa menoleh Talisa lagi, dia juga langsung keluar lebih dulu kemudian pergi naik ke lantai tiga. Benar-benar baru kali ini Talisa bertemu mahluk seperti itu, dingin, kaku, dan pemarah.Walaupun sambil menggerutu, Talisa ikut pergi ke kamarnya sendiri di lantai dua. Talisa segera melepas semua pakaian serta aksesoris, terutama cincin berlian di jari manisnya. Memakai cincin berlian seharga ratusan juta mungkin membuat Talisa takut. Buru-buru Talisa memasukkan benda itu ke dalam laci, berharap hatinya akan segera tenang, tapi ternyata juga tidak.Malam itu, Talisa kesulitan untuk memejamkan
BAB 11 HARUS SELALU WASPADA"Maaf, aku belum merapikan kamar karena tidak tahu Anda akan pulang lebih cepat.""Kerjakan sekarang!" Calvin masih duduk di sofa. "Ganti semua seprai serta selimutnya!""Ya!"Talisa mengangguk dan segera pergi ke kamar Calvin tanpa memiliki pikiran macam-macam. Talisa lega karena sepertinya Calvin memang tidak tahu jika dia baru dari halaman belakang, Calvin benar-benar cuma ingin mengembalikan ponsel jelek miliknya. Nampaknya Talisa Lupa jika Calvin telah menanamkan pelacak. Jangankan Talisa yang cuma berkeliaran di halaman belakang, kemana Talisa pergi seharian kemarin, Calvin juga bisa tahu.Talisa lekas mengganti seprai, sarung bantal dan selimut. Talisa baru menarik ujung seprai bagian atas kepala ranjang ketika tangannya tidak sengaja menyentuh benda bergemerisik seperti plastik."Oh!"Talisa terkejut melihat bekas bungkus alat kontrasepsi pria yang sudah kosong. Walaupun sudah dua puluh empat tahun Talisa tetap geli dan merinding. Talisa memang paya
BAB 12 TERKEJUTBegitu mengetahui nomor Talisa sudah kembali aktif, sebuah pesan dari Daren juga kembali masuk.[Aku ingin bertemu denganmu, segera!]"Masa bodoh!" Talisa mengabaikan.Karena tahu tidak bakal dibalas, Daren malah langsung menelpon. Talisa tetap tidak perduli, dia justru menyelipkan ponsel mahalnya ke bawah bantal.Ternyata Daren juga pantang menyerah, terus menelpon dan mengirim pesan.[Aku akan datang ke rumahmu jika kau tidak juga membalas!]"Pria brengsek!" Talisa mengumpat dulu sebelum menjawab panggilan telepon."Apa maumu?" tegas Talisa."Aku ingin bertemu, hanya berdua!""Jangan bermimpi!""Ini perintah!""Kau bukan bosku!""Akan kubayar lebih tinggi dari yang diberikan Calvin!""Coba katakan itu di depan Calvin jika kau berani!" tantang Talisa.Karena Daren tiba-tiba diam, Talisa langsung menutup sambungan teleponnya. "Pengecut!"Setelah itu Daren sudah tidak menelpon atau mengirim pesan lagi. Sebenarnya Talisa juga bingung kenapa sepertinya dia terus cenderu
BAB 13 BILLIONAIRE'S WIFE Nyonya Maria yang masih dalam perawatan pasca pemasangan ring jantung langsung jatuh pingsan begitu mendengar cucu kesayangannya telah menikahi wanita dari tempat hiburan malam. Calvin juga benar-benar berani menjawab tegas pertanyaan neneknya di hadapan semua keluarga besar mereka. Ketika semua orang panik mengangkat tubuh Nyonya Maria dan menelpon dokter, saat itu Talisa melihat Daren sedang duduk santai, meneguk sisa wine di gelas kristal yang baru dia goncang-goncang pelan. Talisa tahu ini adalah pembalasan atas tantangannya kemarin. Calvin juga masih belum tahu jika Talisa dan Daren sudah pernah bertemu di tempat karaoke. Seumpama rahasia Calvin dan Talisa dibuka saat pesta perusahaan, mungkin tetap tidak akan ada karyawan yang berani berkomentar. Tapi kali ini Daren membongkarnya di tengah semua keluarga besar Calvin yang sedang berkumpul. Sekarang setiap pasang mata jadi ikut menuduh Talisa untuk disalahkan atas pingsannya Nyonya Maria dan parahnya