BAB 7 KONTRAK
Talisa masih belum tahu akan diberi pekerjaan apa, yang terpenting nyawanya selamat dulu. Asal Talisa tidak diminta untuk ikut melakukan pembunuha*n. Calvin Alexander sangat misterius, dingin dan keji. Pria macam itu tidak akan main-main dengan ucapannya.Sudah semalaman tembus pagi, Talisa kembali dikurung di dalam kamar seorang diri. Tapi anehnya Talisa sama sekali tidak melihat atau mendengar suara pekerja lain yang datang ke rumah tersebut. Padahal selama ini Talisa berpikir, mungkin pekerja lain datang pagi hari, atau mungkin hari ini mereka semua diliburkan. Sudah beberapa kali Talisa mengintip ke luar jendela, halamannya sepi, sama sekali tidak ada orang karena sepertinya Mr. Alexander juga sudah pergi.Sampai tengah hari belum juga terdengar suara manusia lain yang datang. Entah Mr. Alexander pergi ke mana. Diam-diam Talisa juga penasaran dimana pria itu menguburkan tubuh wanita yang tadi malam dia seret ke halaman belakang. Atau mungkin itu bukan kali pertama dan mungkin memang sudah ada banyak tubuh-tubuh lain yang terkubur di halaman rumah besar tersebut. Talisa merinding, padahal dia bukan jenis penakut.Kira-kira pukul tiga sore atau setengah empat, Talisa mendengar mesin mobil dan suara pintu garasi yang dibuka. Talisa yakin itu suara Calvin Alexander yang sudah kembali pulang. Talisa langsung bangkit berdiri dengan sigap meski perutnya keroncongan. Sungguh Talisa belum pernah setegang ini sampai rasa perih di lambungnya sama sekali tidak dia hiraukan.Pintu kamar kembali dibuka, pria tinggi besar bersetelan rapi itu cuma berdiri di ambang pintu. Calvin Alexander sangat tampan, sama sekali tidak seperti orang pribumi meski bahasa Indonesia-nya cukup lancar."Keluarlah!"Talisa buru-buru mengikuti perintah dengan patuh, sama sekali tidak berani berulah."Duduk!"Calvin sudah lebih dulu duduk di salah satu sofa. Talisa terus mengikuti perintah tanpa protes. Calvin Alexander melempar map berwarna hitam tebal ke hadapan Talisa."Tandatangani semua berkasnya!""Apa ini?" Talisa bertanya dengan tatapan bingung."Baca semua dan hapalkan baik-baik!"Suara pria itu selau terdegar dingin, kaku dan tegas dalam memberi perintah. Talisa segera membuka map tersebut untuk dia baca. Ada beberapa lembar yang harus Talisa tandatangani, baru membuka lembar yang paling depan saja Talisa sudah terkejut syok."Apa ini?" talisa menunjukkan lembar dokumen yang dia maksud."Itu kontrak pernikahan!" Calvin Alexander mengucapkannya tanpa ekspresi. "Aku akan membayarmu!""Maaf, tapi saya tidak menjual diri.""Siapa yang mengatakan kau boleh memilih!" Kali ini Calvin Alexander menegakkan punggungnya dengan tatapan lurus kaku. "Cepat tandatangani dan baca semua peraturannya!"Talisa memang tidak punya pilihan, kecuali dia ingin tubuhnya ikut ditimbun di halaman belakang. Talisa belum mau mati, dia segera membubuhkan tanda tangannya tanpa banyak protes."Baca semua peraturannya!"Ada hampir empat lembar penuh berisi rentetan peraturan yang harus Talisa patuhi. Salah satunya Talisa harus tinggal di rumah itu, sama sekali tidak boleh keluar tanpa ijin."Tapi aku harus pulang ke rumah." Talisa menatap pria di hadapannya. "Aku juga masih harus bekerja." "Aku akan membayarmu!" Calvin Alexander menunjuk kertas yang masih di pegang Talisa. "Baca di lembar terakhir!"Talisa memang belum selesai membaca semuanya. Talisa makin terkejut ketika membaca berapa jumlah uang yang akan dia dapatkan setiap bulan dan ketika dia bisa menyelesaikan kontrak selama tiga tahun."Tiga tahun!" Talisa menyuarakan keterkejutannya. Bagaimana Talisa bisa pergi ke kampus dengan kontrak tiga tahun penuh aturan itu."Bisa kutambahkan jumlahnya jika tiga milyar masih kurang buatmu!""Bukan masalah jumlahnya tapi siapa yang akan mengurus ibu serta kakakku jika aku tidak pulang ke rumah.""Kau tidak boleh keluar kemanapun tanpa seijinku!"Talisa telah melihat pembunuhan, memang mustahil dia akan dilepaskan. Tapi nampaknya Talisa juga tidak kehabisan akal."Mereka sudah tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Ibuku cuma bisa berbaring di atas ranjang, sementara kakakku yang menderita gangguan mental cuma bisa membuat rumah berantakan di saat dia lapar." Talisa terus mengarang kebohongan agar pria di hadapannya itu mau bersimpati. "Tolong ijinkan aku tetap pulang, aku berjanji tidak akan berbuat macam-macam. Aku tetap akan menjaga rahasia Anda!"Talisa coba memohon keringanan."Aku akan datang kapanpun Anda memerlukan.""Kau bisa membayar orang untuk mengurus mereka!" Calvin Alexander tetap tidak mau tahu."Ibuku hanya mau makan jika aku yang menyuapinya." Talisa juga tetap tidak kehabisan akal.Tiba-tiba Calvin Alexander bangkit berdiri, menyambar tubuh Talisa untuk dia telungkupkan di atas sofa. Tangan Talisa dijerat ke belakang, kepalanya di tekan ke dudukan sofa."Aku tahu wanita sepertimu bakal merepotkan!""Ao!" Talisa memekik terkejut ketika merasakan sesuatu ditembakan ke dekat tengkuknya."Ingat! kau tidak akan bisa kabur dariku!"Talisa langsung dibebaskan dan panik meraba ke belakang tengkuknya."Apa ini?"Calvin sudah tidak menjawab, tubuh Talisa telah dia tanami semacam chip pelacak agar tidak bisa kabur. Lagi pula siapa mau membebaskan wanita yang telah melihatnya mengubur mayat di halaman belakang."Ingat kau harus datang kapanpun aku memanggilmu!" Talisa diperingatkan. "Atau kau lihat sendiri akibatnya!"Talisa memang tidak akan bisa membantah atau kabur, karena pria yang dia hadapi bukan cuma puluhan kali lebih kuat dari fisiknya, dia juga punya kekuasaan dan mungkin juga psikopat yang tega memutilasi tubuhnya.Akhirnya Talisa di ijinkan pulang tapi tetap harus mengikuti semua peraturan. Yang melegakan Talisa benar-benar dibayar dan tidak dilecehkan secara sex*ual. Talisa baru melangkah keluar dari pintu gerbang ketika mendengar suara peringatan pesan perbankan berkedip di layar ponsel barunya. Seratus juta setiap bulan dan bonus tiga milyar jika Talisa bisa menyelesaikan kontrak tiga tahun untuk menjadi istri pura-pura seorang billionaire.*****Sampai di sini Talisa masih tidak menyangka jika pekerjaan paruh waktunya sebagai tukang bersih-bersih rumah bakal membuatnya terjerat dalam kontrak pernikahan bersama seorang Billionaire misterius yang punya banyak peraturan mengerikan."Kau dari mana saja adik perempuan durhaka!" Agung langsung menghadang Talisa di depan pintu."Aku bekerja, Bang!""Sampai menginap sehari semalam dan ponselmu juga tidak dapat di hubungi!" Agung terus meluapkan kekesalannya pada Talisa."Ponselku hilang." Talisa berbohong."Mustahil!" Agung tidak akan percaya semudah itu. "Lalu apa itu yang kau bawa!"Ponsel baru Talisa terlihat menjembul di sisi kantong celana."Wah kau punya ponsel baru!"Agung menyambar ponsel adiknya."Kembalikan padaku Bang!" Talisa melotot."Tipe keluaran terbaru yang harganya hampir empat puluh juta." Agung membolak-balik benda persegi pipih di tangannya. "Darimana kau bisa mendapatkannya?"Agung penasaran tapi Talisa tidak mau menjawab."Jangan-jangan kau sudah dapat pelanggan bos kaya?""Hentikan, Bang!" Talisa makin melotot. "Kembalikan ponselku!""Jadi sekarang kau punya banyak uang?"Talisa tidak menghiraukan, dia tetap berusaha meraih ponselnya. Jadilah mereka berdua terus berebut sampai tiba-tiba ponsel Talisa jatuh terlempar dan pecah."Oh Tuhan!" Talisa sangat marah. "Lihat perbuatan, Abang!""Itulah akibatnya jika kau suka berbohong! Kau takut aku minta uang haram mu!" Agung tetap tidak mau disalahkan, dia malah menunjuk Talisa. “Awas kalau nanti kau sampai hamil dengan pria beristri!”Andai Talisa belum terlatih dengan caci makian, mungkin dia akan sakit hati. Untungnya Talisa sudah kebal karena punya kakak laki-laki dengan gangguan mental.Malam itu Talisa hanya ingin tidur nyenyak. Talisa tidak tahu jika Calvin Alexander menelpon sampai lima kali tapi ponselnya tidak dapat terhubung. Talisa tidak akan sadar jika sudah ada yang sagat murka dan menganggapnya pengkhianat!BAB 93 KETENANGANEva yakin Calvin tahu keberadaan ibunya, pria itu memiiki kuasa, tidak sulit bagi seorang Calvin Alexander untuk mendapatkan informasi apapun."Di mana ibuku?" Meski permintaan Eva masih mengejutkan, tapi Calvin tetap berusaha menjawab dengan sikap tenang."Dia sudah tidak ada." Calvin bicara jujur. "Aku sangat menyesal karena datang terlambat untuknya."Calvin hanya tidak bercerita jika dia juga terlambat percaya pada Lorna. Seandainya Calvin percaya dan mau menolong Lorna, mungkin sekarang ibu mereka masih hidup. Pastinya Eva masih syok mendengar Lorna sudah meninggal tapi sepertinya Eva juga wanita muda yang cukup tangguh. "Bagaimana ibuku meninggal?" Eva balas mentap Calvin dengan jantung berdebar. "Dia sempat bercerita jika memiliki hutang yang cukup besar."Eva terlihat memejamkan mata sejenak, seperti sedang berusaha menenangkan diri."Sepertinya aku tahu pelakunya!" Eva sudah kemabali menatap Calvin. "Aku tahu mereka bekerja untuk siapa!"Sebelum Lorna hi
BAB 92 KEBEBASAN TALISASetelah sekian lama hidup dalam ketakutan, akhirnya Talisa bisa mendapatkan kebebasan untuk bernapas lega tanpa rasa cemas. Talisa dapat bermain bebas dengan putranya tanpa harus takut dengan ancaman dari musuh-musuh Calvin. Kebahagian terbesar Talisa dan Calvin adalah melihat Evan bisa bermain dengan anak-anak seusianya. Putra mereka harus tumbuh dengan sehat di lingkungan yang normal. Calvin tidak mau Evan memiliki masa kecil suran seperti dirinya. "Kalian mau pergi kemana?" Talisa terkejut melihat Calvin dan Evan sudah siap dengan baju sewarna, kaos biru dengan celana pendek hitam dan sepatu senada."Oah!" jawab Evan dengan lidah cadel karena belum bisa menyebut nama 'Noah' dengan benar."Aku akan membawa anak-anak bermain." Kali ini Calvin yang menjelaskan. "Kami akan menjemput Noah dulu.""Kalian tidak mengajakku?" Talisa bertanya sambil menunjuk dirinya sendiri."Ingat saran dokter, kau masih harus istirahat." Calvin mengecup kening Talisa kemudian me
BAB 91 PENGEJARAN CALVINBegitu melihat Talisa sudah tidak ada di tempat tidurnya Calvin langsung berteriak pada Robin untuk memeriksa kamera CCTV. Dari rekaman kamera di sepanjang lorong rumah sakit, Talisa terlihat berlari panik kemudian masuk ke salah satu ruangan dokter untuk mencuri jas putih guna membungkus pakaian pasien yang saat itu dia pakai dengan compang camping."Istri Anda kabur melalui UGD langsung kejalan raya." Robin menemukan rekaman terakhir saat Talisa menghilang di halaman gelap.Setelah ikut menyimak semua tangkapan kamera, Calvin yakin jika Talisa pilih kabur seorang diri karena mendapat tekanan."Periksa kamar istriku!"Calvin kembali memberi perintah pada Tomas. Setelah menggeledah semua laci meja dan membongkar ranjang. Tomas menemukan lipatan amplop kertas yang terselip di bawah kasur."Ini foto putra Anda, Tuan." Tomas menunjukkan foto Evan bersama Daren."Iblis terkutuk!" Calvin juga membaca pesan yang ditulis oleh Daren di balik foto.Calvin segera menga
BAB 90 KETAKUTAN TALISATalisa benar-benar pergi tanpa sepengetahuan Calvin, dia hanya memiliki waktu dua kali dua puluh empat jam untuk menyelamatkan nyawa putra mereka. Sampai Talisa duduk di dalam kursi pesawat, dia masih belum tahu akan pergi ke mana. Talisa sudah pasrah dia hanya terus mengikuti semua instruksi dari Daren.Talisa mendarat beberapa kali di ibukota negara Eropa. Talisa selalu disambut seorang pria di pintu kedatangan dengan papan namanya. Talisa akan diberi tiket penerbangan selanjutnya, beserta pasport baru dan seperti itu seterusnya untuk menghilangkan jejak. Daren benar-benar sudah sangat hati-hati, cerdik dan penuh perhitungan agar perjalanan Talisa tidak terlacak oleh Calvin.Terakhir Talisa mendarat di sebuah bandara kecil di Iceland, dia sudah di tunggu oleh supir yang akan mengantarnya. Saat itu Talisa mulai berpikir mungkin dirinya memang tidak akan pernah bisa kembali pada Calvin. Harapan Talisa hanya untuk memeluk Evan dan Talisa rela mati menukar nyawa
BAB 89 HARUS BURU-BURUSebenarnya Calvin nyaris berpapasan dengan Daren ketika dia baru keluar dari kamar Talisa. Daren buru-buru bersembunyi dan terus mengamati sampai benar-benar yakin Calvin telah pergi. Sudah dua Hari Daren mencari tahu di mana Talisa sedang dirawat setelah dia jatuh histeris di toilet.Ternyata pintu kamar Talisa terus di jaga oleh Tomas sepanjang waktu. Mustahil Daren bisa masuk menyelinap mengelabui Tomas, pasti Tomas akan langsung mengenali Daren.Tapi ternyata Daren tidak kehabisan akal karena dia juga telah mengawasi setiap dokter serta perawat yang bertugas di kamar Talisa. Setelah yakin Calvin sudah pergi, Daren buru-buru menghampiri perawat yang bertugas untuk mengantar sarapan ke kamar Talisa."Mr. Alexander!" Perawat wanita itu mengira Daren sebagai Calvin."Berikan ini pada istriku." Daren mengulurkan lipatan amplop kertas berisi foto beserta dua kalimat dengan tulisan tangan di baliknya.[Apa kau ingin bertemu putramu?][Ikuti semua instruksi ku dan
BAB 88 TALISA INGIN BETEMU EVANCalvin langsung pergi mendatangi Eva. Setelah sekian minggu tidak berkunjung, pastinya Eva tersenyum bahagia melihat kedatangan Calvin Alexander ke tempat tinggalnya di akhir pekan."I miss You." Eva menghampiri Calvin yang baru masuk dari ambang pintu untuk dia peluk mesra."Duduk!"Perintah tegas dari bibir Calvin membuat Eva terkejut karena biasanya Daren memang tidak pernah menolak sambutan Eva."Aku memberimu perintah untuk duduk!" Calvin mengulang perintahnya dengan lebih tegas karena melihat Eva masih berdiri kaku belum bergerak.Dengan dada terus berdebar Eva melangkah mundur pelan-pelan untuk duduk di sofa. Eva benar-benar duduk dengan patuh tanpa berani bergerak karena tatapan Calvin membuatnya takut. Untuk sekedar menarik napas pun sepertinya Eva memang harus hati-hati karena Calvin sedang dalam mode siap meledak, Daren sudah sangat lancang berani menyentuh putranya.Calvin melempar foto pasport Daren ke atas meja di hadapan Eva."Perhatika