Share

Aborsi

Penulis: Rosa Rasyidin
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-08 10:03:41

Amira keluar dari kamar mandi dengan raut wajah cemas. Takut-takut ia menunjukkan test pack itu pada mamanya. Kasih mengambil benda tersebut dan detik itu juga kedua orang tuanya memejamkan mata.

Sebuah aib telah terjadi dalam keluarga mereka. Walau tentu saja tidak di kerajaan Gunung Kalastra. Ada alasan mengapa Taksaka harus terus-terusan menjaga sang ratu. Keturunan Abhiseka yang baru akan segera lahir.

“Amira, cerita, Nak, siapa yang melakukan ini sama kamu? Kamu ingat siapa orangnya. Kita bisa tuntut dia ke penjara atas tuduhan pemerkosaan.” Kasih duduk di ranjang yang sama dengan putrinya. Bagaimanapun juga aib itu harus hilang, kalau tidak nama baik mereka sekeluarga akan tercoreng.

“Amira nggak ingat apa-apa, Ma? Sumpah, Amira nggak bohong. Amira merasa kalau Amira masih suci.” Gadis itu tak henti-hentinya berpaling dari kenyataan. Semudah itu mencampakkan kenangan malam pertama yang begitu indah dan berlanjut dengan malam-malam lainnya.

“Gusti Ratu, kau berdusta!” jawab Taksaka dari kejauhan. Ia yakin sekali kalau Amira tidak akan bisa melupakan Abhiseka.

“Mama takutnya ini bukan anak manusia, Nak. Bisa aja, loh, yang gitu sama kamu itu hantu atau siluman. Kamu di gunung, Nak, bukan di hotel!”

“Ma,” panggil Pak Bondan perlahan.

“Pa, please, nggak ada yang nggak mungkin. Kita harus bertindak cepat, Pa.” Mata Kasih sudah berembun mengenang nasib putrinya yang sial.

“Kalau misalnya siluman, Ma, kita gimana mau nangkap dia? Mama nggak ingat dulu kita panggil dukun buat ambil Amira pulang, mereka mati, kan?”

“Udah, Pa, Ma, jangan diributkan lagi. Amira juga nggak mau hamil, aborsi aja anak ini. Amira belum siap jadi ibu,” jawab gadis itu tanpa pikir panjang.

Taksaka yang mendengar kata aborsi bingung dengan maksud dari gusti ratu. Belum semua hal ia pelajari selama dua hari di dunia manusia.

“Apa, digugurkan? Kamu yakin, Nak?” Kasih bertanya lebih jelas-jelas lagi.

“Yakin, Ma. Bapaknya juga nggak jelas siapa. Ngapain dipertahankan, anak haram juga kalau hidup. Kasihan dia nanti menderita diejek sama teman-temannya.” Amira memejamkan mata dalam mengambil keputusan. Buah cintanya bersama Abhiseka tidak ia anggap penting sama sekali.

“Tidak bisa begitu, Gusti Ratu. Aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi pada putri Gusti Prabu.” Taksaka menghilang dari sisi Gusti Ratu Amira. Dia memang bukan sosok yang banyak bicara. Lebih suka melakukan aksi nyata langsung.

Segera saja kedua orang tua Amira mengurus prosedur untuk aborsi bayi di rumah sakit yang sama. Jelas mendapat penolakan. Malam itu juga ketiganya keluar dari rumah sakit dan mencari tempat di mana biasanya dilakukan aborsi.

“Bapak cari klinik, atau apalah di mana biasanya orang-orang gugurin kandungan,” perintah Kasih pada supir mereka.

“Ini uang untuk tutup mulut, jangan sampai saya dengar berita ini tersebar atau kamu yang kepalanya saya dor!” ancam Pak Bondan sambil memberikan uang tunai pada supirnya.

Lelaki yang telah melayani Pak Bondan selama puluhan tahun itu menghubungi teman-temannya. Berbekal info dari sana sini mobil mewah itu bergerak ke sebuah klinik bidan yang agak jauh dari perkotaan.

Suasana di dekat klinik aborsi sangat mengerikan. Di belakang kliniknya menjadi kuburan massal bagi bayi-bayi yang tak diinginkan orang tua mereka. Yang datang kebanyakan bersama pacarnya.

Ada juga bersama orang tua. Tujuan mereka sama, untuk menutupi aib. Padahal saat membuat anak mereka tidak memikirkan semau itu

Ada banyak penampakan di dekat klinik itu. Salah satunya seorang lelaki yang menggunakan kain dari perut sampai ke atas lutut. Dari pancaran matanya yang berwarna kuning, Taksaka sudah terlihat mengerikan, bahkan sanggup mengusir hantu-hantu di sekitar klinik.

“Kamu yakin, ya, Nak? Aborsi itu pasti sakit, melahirkan normal aja sakit.” Kasih meyakinkan putrinya sekali lagi. Bagi wanita itu tak apa dilahirkan, toh anak tidak berdosa, tapi mau bagaimana lagi kalau Amira tidak mau.

“Yakin, Ma. Daripada hidup menanggung malu,” jawab Amira saat keluar dari mobil.

Nyonya Kasih dan Pak Bondan mengurus pendaftaran putri mereka terlebih dahulu. Bahkan lelaki itu berani bayar tiga kali lipat asalkan kandungan putrinya diluruhkan malam ini juga. Demi melihat tumpukan uang, bidan yang menangani klinik aborsi tersebut pun tersenyum lebar.

“Masuk,” pinta wanita berseragam putih itu pada Amira.

“Sakit nggak nanti?” tanya sang permaisuri.

“Nggak, kan masih sekecil kuku, nggak terlalu sakit. Kayak digigit semut aja, nggak akan terasa keluarnya. Udah bener kamu datang sekarang. Kalau tunggu dua atau tiga bulan bisa lebih sakit lagi.” Bidan itu meminta Amira untuk ganti baju dengan pakaian berwarna biru dan memintanya berbaring di ranjang eksekusi.

“Kenapa digugurin, Sayang? Pacar kamu nggak tanggung jawab, ya? Mau enaknya aja?” Sang eksekutor telah memakai sarung tangan dan mulai membuka lebar-lebar dua kaki Amira.

“Bukan, ini pemerkosaan, Bu.” Amira menarik napas panjang. Ia pasrahkan nasib anak tak diinginkan itu pada ibu bidan.

“Lakik di mana-mana emang sama aja bangsatnya.” Dengan entengnya bidan itu memaki Abhiseka.

“Dusta!” Taksaka ada di dalam kamar aborsi itu. Ia memejamkan mata dan lampu ruangan mati dan hidup tiba-tiba saja. Amira yang mencium aroma cendana sadar siapa yang ada di dalam sana.

“Kenapa lagi lampu kamar ini.” Ibu bidan berdiri dan ingin menghidupkan lampu yang hidup mati setiap sebentar. Namun, tiba-tiba saja benda-benda tajam yang ada di dalam kamar operasi itu bergerak ke sembarang arah sendirian.

“Eh, kenapa ini?” Bidan itu berlindung dan merunduk. Sebuah gunting tajam nyaris saja menancap di lehernya.

“Nggak, jangan! Jangan bunuh orang!” jerit Amira. Tak ia perhitungkan bahwa dirinya selalu diikuti oleh manusia harimau.

Bidan tersebut tentu saja merasa bingung. Beberapa detik setelahnya pisau bedah yang tipis dan tajam bergerak cepat dan menggorok leher ibu bidan hingga darah mengucur membasahi seragam putihnya.

Amira yang ketakutan langusung sembunyi di bawah kolong ranjang. Sang eksekutor mati di tangan Taksaka. Tidak ada yang boleh menyakiti anak keturunan Gusti Prabu Abhiseka.

“Gusti Ratu, pahamilah kedudukanmu sekarang, kau bukan gadis lagi, kau sudah ada yang punya. Anak ini tak hanya milikmu saja, tapi milik Gusti Prabu juga. Kau punya hak, gustri prabu juga begitu dan aku yang ditugaskan menjaga kalian berdua. Jangan coba-coba untuk mengulangi perbuatan ini lagi. Aku pasti akan membunuh semua yang terlibat. Sekalipun itu kedua orang tuamu.” Suara Saka terdengar begitu tegas dan mengerikan di telinga sang ratu.

Amira menggigil dan berkeringat dingin di dalam kolong ranjang. Mata sang ratu tertuju pada jenazah bidan yang mati dengan mata terbuka. Bayangnnya tertuju pada kedua orang tua, bagaimana kalau Taksaka benar membunuh mereka yang menjadi sandaran Amira sekarang.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BODYGUARD KESAYANGAN    94

    Abhiseka membuka mata secara tiba-tiba ketika ia merasakan tubuhnya terasa sakit. Lelaki itu sedang menyendiri di puncak Gunung Kalastra. Tanpa kehadiran satu pun pengawalnya termasuk Cakra Buana. “Ada apa ini?” Ia memegang jantungnya yang berdetak kuat. Lelaki itu berdiri perlahan dan hendak turun ke istana. Perlahan-lahan ia melangkah bahkan serasa nyaris tumbang karena raganya tak kokoh lagi. Abhiseka semakin kesakitan. Pada saat ia hampir sampai di depan istana, rasanya lelaki bermata biru itu tak sanggup lagi melangkah. Abhiseka duduk di dekat pohon dan memandang semua pencapaiannya selama menjadi raja di Gunung Kalastra. Anak, cucu, dan cicit yang sudah tewas dan sekarang tergantikan oleh tiga putra yang kini sudah tinggi ukuran tubuhnya. “Apakah ini saatnya?” gumam Abhi sambil menahan rasa dingin yang tiba-tiba merambat dari dari telapak kakinya. Dari kejauhan Amira berjalan ke arahnya, tetapi langkah wanita itu tertahan ketika salah satu putranya mengajaknya bermain. Abhi

  • BODYGUARD KESAYANGAN    93

    Saka mencakar-cakar tabir gaib yang dibuat oleh Sanaha beberapa kali. Namun, benda itu bahkan tak berkurang sedikit pun kadar ketebalannya. Harimau kuning itu mengubah wujudnya menjadi manusia. Ia menarik pedang di pinggang kemudian berkali-kali menacapakannya. Tak menyerah terus diulang Saka tetapi tidak juga ada perubahan. “Tuan, bagaimana ini, nanti Tuan Putri kesakitan di atas sana,” ucap Mei yang tak bisa membantu apa-apa. “Aku juga bingung. Aku belum menguasai dengan baik wilayah ini, aku takut semua akan berakhir tak baik.” Menetes peluh di dahi Saka saking ia telah lelah mencoba. “Kita kembali ke Gunung Kalastra, meminta pertolongan pada Gusti Prabu Abhiseka,” bujuk Mei. “Jangan. Ini bukan urusannya lagi, ini menjadi urusanku. Mei kau tunggu di sini, aku akan kembali ke istana dan mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk menghantam tabir gaib ini.” Saka menghilang begitu saja. Mei tidak bisa melakukan apa pun. Begitu juga dengan peri capung yang menatap dari kejauhan sa

  • BODYGUARD KESAYANGAN    92

    Abhiseka membuka matanya. Ia tidak tidur, hanya sedang mengawasi tiga anak lelakinya bermain bersama Amira. Sang prabu mengulang dari awal lagi membangun keluarga besar ketika semuanya meninggal. “Apa yang kau harapkan dengan mengirim Cahaya ke sana, putraku?” Ratu Swastamita muncul. Abhiseka menoleh. Sang ratu duduk di sisinya. “Aku berharap Cahaya dan Saka bisa membangun semua peradaban kita dari awal lagi, Ibu.” Hanya Abhiseka saja yang bisa melihat Ratu Swastamita yang bentuknya tembus pandang. “Bahkan ibu saja tidak bisa melawan ular hijau itu. Apalagi Cahaya yang setengah manusia biasa.” “Ada Saka yang melindunginya.” “Bagaimana kalau Saka juga tewas, lalu putrimu tak bisa bertahan?” Pertanyaan sang ratu membuat Abhiseka terdiam sejenak. “Kalaupun Cahaya tewas, aku masih memiliki tiga putra yang akan meneruskan takhta.” Abhiseka menjawab sambil menahan nyeri di hatinya. Sang ratu kemudian menghilang. Tak pernah ada yang menyangka Abhiseka tega berbuat demikian pada putri

  • BODYGUARD KESAYANGAN    91

    Ratu harimau tewas di tangan Sanaha. Jantung binatang itu masih berdetak ketika diambil paksa oleh sebuah tangan berkuku panjang. Ibunda sang pangeran berubah wujud menjadi harimau lalu berpendar menjadi abu. Tak ada lagi yang tersisa dari dalam istana. Semua sudah habis. Sanaha mengubah wujudnya menjadi manusia seutuhnya, ia melayang di atas istana. Siluman ular tersebut menyaksikan sendiri betapa banyak darah yang tumpah akibat murkanya. Murka yang disebabkan oleh perbuatan panglima elang dan harus ditanggung oleh seluruh rakyat. “Apakah semuanya mati?” tanya Sanaha pada jantung gusti ratu yang masih berdetak. “Apakah Abhi juga tewas?” Siluman ular itu meneteskan air mata walau tanpa terisak. Walau bagaimanapun mereka punya kisah yang sangat manis. Abhiseka tidak mati, ia terlihat berlari dan melompat menuju istana. Hingga terlihat olehnya Sanaha menggunakan sutera campuran berwarna hijau hitam dan di tangannya ada sesuatu yang membuat Abhiseka tak mampu lagi melangkah. “Terlamb

  • BODYGUARD KESAYANGAN    Balas Dendam

    Sanaha tersenyum ketika beberapa hari lagi bayi dalam kandungannya akan lahir ke dunia. Akhirnya ia tak akan kesepian lagi. Selama hamil ular hijau itu memang melemah kekuatannya, ditambah Abhiseka tak pernah datang ke tempatnya lagi. Sanaha tak tahu kalau di atas sana panglima elang dan beberapa anak buahnya datang mengawasi dan menunggu saat yang tepat baginya untuk menghabisi keturunan ular hijau penghuni telaga. Pernikahan dilangsungkan oleh Abhiseka bersama seorang putri dari kerajaan lain. Sanaha tahu dari desas-desus yang ia dengar. Ular itu tidak bisa mencegah takdir yang terjadi. Malam itu kerajaan sedang berbahagia atas penobatan pangeran dan putri makhota serta dua selirnya. Selama tujuh hari tujuh malam para duyung menyanyikan lagu-lagu bahagia hingga Abhiseka tak sempat memikirkan Sanaha. Gusti Ratu Swastamita tak melihat kedatangan panglima elang. Artinya makhluk yang setia padanya masih mengawasi telaga dan menunggu waktu yang tepat. Tengah malam ketika pesta perni

  • BODYGUARD KESAYANGAN    Tak Bisa Memilih

    Abhiseka bangky dari pembaringannya. Di sana ia tidur bersama Amira. Manusia biasa yang ia jadikan permaisuri setelah semua istrinya tewas di tangan siluman kelabang. Meski sudah hampir ribuan tahun tinggal di Gunung Kalastra. Harimau putih itu masih merindukan kampung halaman tempatnya lahir. Tempat itu ia tutup rapat dari pandangan baik manusia atau siluman, bahkan Guru Wirata tak bisa menemukannya. Hingga pada akhirnya ia serahkan pada Cahaya dan Saka agar tempat itu hidup kembali. Apakah ia tak memikirkan apabila Sanaha bangkit dari tidur panjangnya dan tak akan mengganggu Cahaya. Abhi memikirkan semua itu. Ia yakin putrinya yang dari garis manusia biasa bisa menangani ditambah kehadiran Saka—pengawal yang sangat ia percaya. Walau demikian ia termasuk mempertaruhkan semuanya. Bisa saja Cahaya mati. “Sanaha, aku harap kemarahanmu tidak seperti dulu lagi. Sudah ribuan tahun berlalu, biarkan putriku mengambil tempat nenek moyangnya kembali. Aku sudah menepati janjiku untuk tidak k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status