Share

Chapter 4

Author: INDRY
last update Last Updated: 2023-11-06 19:41:34

"Aku sangat cemas! Kamu sudah seminggu lebih tidak masuk kampus dan susah dihubungi. Lalu, kenapa kamu tidak membalas pesanku?" gerutu Susan sahabat baiknya di kampus.

Puas memeluk meluapkan rindu pada sahabatnya, Susan langsung masuk ke dalam rumah Eliza tanpa menunggu dipersilahkan.

Susan langsung pergi ke meja makan untuk mencari makanan disana. Setelah pulang dari kampus perut Susan menjadi sangat berisik. Untuk itu ia memutuskan untuk mampir ke rumah Eliza melepas rindu sekaligus menumpang makan siang.

"Kamu tidak masak?" tanya Susan setelah membuka tudung saji diatas meja.

"A-aku,"

"Astaga, dikulkasmu juga tidak ada apapun. Hanya ada air putih dan, sisa susu hanya sedikit?" ujar Susan sambil menunjukkan kotak susu yang diambil dari dalam kulkas.

"Dan ini, roti yang sudah expired kenapa tidak kamu buang?" tambahnya setelah memeriksa isi kulkas Eliza lagi.

Susan masih tidak bisa berkata-kata, mengapa bisa kulkas sampai tidak ada makanan sedangkan saat ini dia sangat lapar sekali.

"Aku tidak punya yang kamu butuhkan. Pulanglah jika kamu ingin makan."

Eliza melangkah dengan malas dan melemparkan kembali tubuhnya ke kasur.

Baru Eliza merebahkan badannya, terdengar suara perutnya sangat ramai dan riuh.

Susan menautkan kedua alisnya, "Kamu belum makan?"

Eliza buru-buru bangkit dari tidurnya, lalu melingkarkan kedua tangan di perutnya yang kelaparan.

Susan segera menghampiri Eliza, memintanya untuk berkata jujur dengan apa yang terjadi padanya. Ya, benar. Tujuan Susan datang sebenarnya karena dirinya merasa curiga jika mungkin saja sahabatnya memiliki masalah yang disembunyikan. Terlebih, Susan belum mengetahui alasan Eliza tidak mengikuti aktivitas kuliah dalam waktu yang lama.

"Jujurlah padaku, El. Kita adalah sahabat baik. Mengapa kamu menyimpan kesedihanmu sendirian?"

Eliza mendongak menatap Susan. Mulutnya terasa sangat berat sekali untuk membuka suara dan bercerita mengenai masalah yang sedang menimpa dirinya. Namun nyatanya, Eliza tidak memiliki pilihan lain sekarang.

"Sebenarnya aku sedang punya masalah."

"Apa itu?"

"Akhir-akhir ini aku sedang mencari pekerjaan untuk membayar uang kuliah dan uang sewa rumah ini. Namun, aku belum mendapatkan hasil."

"Kenapa kamu tidak mengatakannya padaku?" Jelas sekali raut wajah Susan spontan berubah menjadi iba padanya. Hal itulah yang tidak disukai oleh Eliza. Dia tidak ingin dikasihani oleh orang lain. Karena itu sangat menyakiti harga dirinya. Dan juga dapat merepotkan orang lain. "Aku tidak ingin membebanimu. Dan jangan melihatku dengan rasa kasihan seperti itu."

Sontak wajah Susan kembali dalam mode setelan awal. "Hei, kita adalah sahabat," ujar Susan sembari turut duduk di bibir ranjang.

"Jika besok aku tidak bisa membayar uang sewa rumah ini. Aku terpaksa harus meninggalkan rumah ini," ujar Eliza sambil memindai seluruh sudut ruang rumahnya.

"Apa?" Susan sontak berdiri sambil berkacak pinggang. "Kamu benar-benar keterlaluan. Kenapa masalah seserius ini kamu tidak cerita padaku?"

"Aku sudah bilang, aku tidak ingin merepotkan siapapun."

Susan menghela napas kasar. "Baiklah, ayo ikut aku." Susan menarik lengan Eliza untuk mengajaknya berbelanja kebutuhan bulanan dan kebutuhan pokok Eliza lainnya.

"Tunggu," pinta El, membuat Susan menghentikan langkahnya sekejap.

"Ada apa lagi?" tanya Susan merasa kesal.

"Aku ambil tasku dulu," ucap Eliza, lalu melepaskan pegangan tangan mereka.

Eliza mengambil tasnya yang tergantung di dinding lalu kembali menghampiri Susan.

Susan datang dengan membawa mobilnya sendiri. Ia berniat mengajak Eliza untuk berbelanja di supermarket di dekat rumah Eliza tinggal.

"Susan, kamu tidak perlu melakukan ini. Aku merasa tidak nyaman."

"Aku akan marah jika kamu menolaknya," ucap Susan sambil berfokus mengemudikan mobilnya.

Eliza akhirnya diam dan hanya menurut pada Susan. El tahu bahwa Susan adalah sahabat yang tidak akan membiarkannya kesusahan. Selama ini dia selalu menawarkan bantuan, akan tetapi Eliza yang selalu bersikeras menolaknya.

Mereka telah sampai di halaman parkir supermarket setelah perjalanan sepuluh menit dari rumah El. "Ayo, turunlah."

Eliza turun dengan malas. Susan mengambil sebuah troli yang tersedia di lobby supermarket agar memudahkan mereka berbelanja.

Susan mengambil beberapa bahan makanan yang dibutuhkan tanpa bertanya dulu pada El. Jika ia bertanya, pasti El akan menolak dan menolak.

"Susan, kau membeli selai dan roti terlalu banyak."

"Diamlah. Aku berhak membeli apapun dengan uangku."

Eliza terdiam seketika saat Susan menceramahinya. Dia menghela napasnya merasa pasrah.

Disisi lain, Eliza merasa bersyukur dan terbantu atas kebaikan Susan. Setidaknya dia akan dapat bertahan hidup beberapa hari kedepan untuk melanjutkan usahanya mencari kerja.

Hari ini dia terlalu lemas untuk pergi karena dari semalam dirinya belum mengisi perutnya dengan makanan.

"Apa kau sudah menerima panggilan wawancara?"

"Aku datang untuk wawancara beberapa hari lalu. Namun sayangnya mereka langsung menolakku."

"Apa alasan mereka menolakmu?"

"Aku tidak tahu. Tapi, sepertinya karena aku belum mendapat ijazah universitas."

Susan merasa iba pada Eliza. Ditatapnya wajah sahabat satu-satunya itu lekat-lekat. Susan tahu mengenai keluarga El yang berantakan, ditambah Eliza harus berjuang hidup seorang diri di kota tanpa bantuan siapapun.

Ayah El terkena stroke dan tidak bisa berjalan. Saat ini ibu tirinya lah yang merawat ayahnya. Namun itu tidak gratis. El harus terus mengirim uang ke rumah untuk membayar ibu tirinya yang mengurus ayahnya.

Jika El tidak mengirimkan uang, maka ayahnya tidak akan diurus dengan baik. Bahkan pernah terjadi, sang ayah tidak diberi makan satu hari karena El telat mengirimkan uang.

Ibu tiri El hanya mencintai suaminya saat ia sehat saja. Saat ini ibu tirinya lebih pantas disebut pengasuh yang terus memeras nya. Wanita itu pun hampir setiap hari membawa pulang pria lain dan bermesraan di rumah. Tidak jarang ayah El melihat kelakuan wanita yang masih menjadi istrinya tersebut. Namun sang ayah hanya bisa diam, menangis dalam hatinya karena dia tidak berdaya.

"Apa kau sedang mengasihaniku?" ujar Eliza yang membuyarkan lamunan Susan.

Susan segera sadar, lalu dia berusaha mengelak. Karena dia tahu, El sangat tidak suka dikasihani. Apalagi oleh sahabatnya sendiri. Jika dikasihani, itu berarti El merasa dianggap tidak mampu melewati apapun yang terjadi padanya.

"Oh tidak. Aku hanya sedang mengagumimu," jawab Susan sambil meneruskan langkah mereka ke kasir.

"Hei, jangan berani-berani jatuh cinta padaku. Aku masih menyukai pria."

"Oh ya? Jika aku sanggup membiayai kamu apa kau akan menolakku untuk menjadi sugar girlfriend-mu?" canda Susan.

Seketika saja, keduanya tertawa.

Tak lama, keduanya memutuskan ke supermarket.

Mereka berbelanja cukup banyak di sana, hingga memutuskan antri di kasir.

Di Depan mereka ada dua orang lagi yang sedang mengantri. Sambil menunggu, Susan bermain ponselnya lalu membuka aplikasi kamera untuk mengambil gambar.

"El, mendekatlah. Aku ingin mengupload foto kita," pinta Susan segera membuat pose cantik.

Eliza yang tidak terlalu suka berfoto hanya berpose datar saja. "El, senyum!" Gerutu Susan yang cemberut lalu kembali berpose imut dengan senyum manisnya.

Eliza berusaha melebarkan senyumnya, menyenangkan hati sahabatnya.

Cekrek cekrek cekrek.

Mereka mengambil beberapa foto dengan poses yang hanya sedikit berbeda. Jika bukan karena sudah tiba antriannya untuk melakukan pembayaran, mungkin Susan masih saja mengambil puluhan gambar untuk memilih angel paling bagus dan pada akhirnya hanya menyisakan 3 atau 5 foto saja di galerinya.

Eliza membantu Susan mengeluarkan semua belanjaannya dari troli untuk di scan oleh mesin kasir.

"Totalnya adalah tiga ratus dollar," ujar seorang kasir yang melayani mereka.

Tanpa menjawab, Susan langsung mengeluarkan kartu debitnya. "Aku membayar debit," ucapnya enteng.

Eliza hanya diam melihat sahabatnya dengan enteng membayar semua belanjaan itu. Jika itu dia, pasti akan sangat sulit menggesekkan kartu debitnya untuk melepas uang tiga ratus dolar.

Eliza membuang napas nya dalam. 'Seandainya aku bisa seperti Susan. Dapat mengeluarkan uang tanpa harus berpikir dua kali.'

Usai melakukan pembayaran, mereka pun membawa barang belanjaan dalam kantong besar yang di dorong dalam troli ke parkiran. Eliza lalu memasukkan tiga kantong belanja yang besar itu ke dalam bagasi mobil.

Usai menutup pintu bagasi, El segera masuk ke dalam mobil. Susan sudah siap menyalakan mesin untuk melajukan mobilnya.

Sesampainya di rumah, mereka sudah disambut dengan wanita pemilik rumah yang tadi. Kali ini dia tidak datang sendiri. Dia datang bersama dua orang pria berbadan gempal, seolah sengaja membawanya untuk menakuti Eliza.

Eliza yang terkejut sontak membeku sekejap. "Wanita itu mengapa sudah datang padahal masih sore?" lirihnya panik.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 46

    Disisi lain, Liliana tampak sedang serius memandangi perhiasan berlian-berlian yang dijejer di hadapannya. Sofa putih yang sangat nyaman itu berada di toko perhiasan berlian miliknya. Ia sedang memilih beberapa model untuk di display sebagai item keluaran terbaru, dan akan meminta pihak pengrajin untuk modifikasi jika ada yang kurang sesuai dengan harapannya."Yang tengah itu, letakkan di tempat yang paling eksklusif," perintah Liliana pada seorang pegawainya yang berdiri di dekatnya. Pegawai itu segera mengambil perhiasan yang ditunjuk dan meletakkan sesuai instruksi sang atasan. Liliana memandangi pegawainya itu dari sofa tempatnya duduk. Tiba-tiba seorang pria berusia 30 an berjalan mendekati Liliana. Pria itu sedikit membungkuk seolah membisikkan sesuatu di dekat daun telinga Liliana. Dia adalah Richard, orang kepercayaan Liliana yang ditugaskan untuk sebuah misi."Dia tinggal di rumah yang disewa bersama Nona Susan.""Rupanya mereka bersahabat baik," gumam Liliana merespon bisi

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 45

    "Tadi kami ada sedikit urusan, dan kami mampir ke kafe ini untuk istirahat sebentar." "Be-benar, Bos," timpal Eliza dengan senyuman yang sedikit bergetar. "Urusan apa, kalau aku boleh tahu?" cecar Vico dengan tatapan menyelidik. Sepengetahuan dirinya, hari ini Reiz tidak memiliki jadwal meeting di luar, jadi tentu dirinya penasaran urusan apakah sebenarnya yang mereka miliki sampai harus hangout berdua di kafe untuk istirahat sebentar. Lirikan Vico menjelajah keluar kafe, dimana tepat di depan bangunan kafe itu ada sebuah hotel mewah. Kedua netranya terlihat menyeramkan kala melihat hotel itu. Sebelum Vico berperang dengan pikiran kotornya, Eliza langsung menginterupsi keadaan."Kami baru saja berkunjung ke makam ayah saya, Bos. Dan, Tuan Reiz telah berbaik hati mengantarkan saya berkunjung kesana."Vico terlihat terkejut, lalu melirik adiknya untuk memastikan ucapan kekasihnya itu. Reiz terkekeh kecil karena melihat sang kakak yang mudah curiga itu. "Benar apa yang kekasihmu kata

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 44

    Eliza meletakkan dua buket bunga yang dibelinya dalam perjalanan tadi. Dia duduk disamping nisan ayahnya sambil beberapa kali mengusap. "Ayah, aku datang."Reiz yang mengenakan kacamata hitam itu berdiri tidak jauh dari Eliza. Eliza menoleh ke arah Reiz, lalu kembali menatap nama yang tertulis di makan itu. "Dia adalah bosku yang sangat baik, Ayah. Dia bahkan mengingat janjinya untuk membawaku menjenguk ayah."Di pusara sang ayah, Eliza mengirimkan doa-doa terbaiknya. Eliza juga sempat bercerita tentang isi hatinya dengan suara lirih agar Reiz tidak mendengarnya. Namun pendengaran tajam Reiz mampu menangkapnya, dan membuat pria itu tersenyum lembut.Tiba-tiba Reiz turut duduk berjongkok di samping Eliza. "Bos, maafkan saya. Sepertinya saya terlalu lama bicara, sampai Anda kelelahan berdiri.""Tidak. Aku juga ingin bicara pada ayahmu."Eliza mengangkat kedua alisnya. Ingin dia bertanya apa maksudnya, tapi dia merasa lebih baik melihat saja. "Tuan, namaku adalah Reiz Barbarossa. Aku a

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Bab 43

    Matahari pagi mulai mengintip dan perlahan terbit. Bias cahayanya berebut menyelinap ke celah jendela kamar Eliza. Sentuhan hangat sinarnya membuat Eliza membuka matanya. Eliza menatap langit-langit kamar untuk beberapa detik. Dadanya langsung berdegup kala ia mengingat bahwa dia sedang tidak sendirian di ranjang. Eliza sontak menoleh ke samping kirinya. Bibir lembut Vico menjadi sorotan pertama yang membuat Eliza membulatkan mata.Setelah sepersekian detik Eliza puas memandang wajah tampan itu, bibirnya perlahan mengulas senyum. Dia merasa ini seperti mimpi, bahwa dirinya tengah menjalin hubungan yang nyata dengan sang presdir, yang diidamkan banyak wanita.Eliza tidak ingin membangunkan Vico. Dia beranjak perlahan ingin membersihkan diri. Namun, tiba-tiba tangan Eliza tertarik dan sontak membuat tubuhnya kembali rubuh diatas ranjang. "Apa kau ingin pergi begitu saja?" ujar Vico yang masih memejamkan mata. Dia masih ingin lebih lama disana bersama Eliza. Memeluk wanitanya selama mu

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 42 : Melakukan Dengan Lembut

    "Duduklah."Vico menarik Eliza perlahan untuk kembali ke kursinya. Eliza menurut dan tetap diam. Dia tidak ingin memperburuk keadaan dengan mengucapkan kata yang dapat memantik api dalam situasi ini.Liliana merasa percuma jika terus berdebat dengan Vico. Targetnya beralih untuk mencecar dan membuat mental Eliza jatuh, tentu agar gadis itu merasa kapok dan berhenti menjalin hubungan dengan putranya."Dari keluarga mana kamu berasal?"Eliza sontak menatap Liliana, tatapannya seperti awan yang mendung. Namun Liliana masih menatapnya nanar menunggu jawaban. "Di Universitas apa kamu belajar?"Eliza semakin bingung saja, sungguh ini lebih merepotkan dan menegangkan daripada interview kerja dengan Vico saat itu. "Dan…apa pekerjaan ayahmu?"Deg. "Cukup!" Vico langsung memotong pembicaraan sang ibu sebelum muncul pertanyaan lainnya. Liliana yang merasa tidak terima langsung melotot menatap tajam putranya. "Ibu sedang bicara dengan gadis itu. Tunjukkan sikap sopan santun kepada ibumu.""Hu

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 41

    "Tunangan?" Eliza yang terkejut sontak menoleh ke arah Vico. Sementara Vico terlihat menatap sang ibu dengan tenang. Sebenarnya Liliana juga tidak kalah terkejutnya dengan Eliza dan yang hadir disana. Namun dia berusaha tetap terlihat tenang dan mengendalikan emosinya agar tidak salah dalam mengambil tindakan.Meskipun begitu, tampak jelas bahwa Liliana sedang berusaha mengontrol napasnya yang naik turun menahan emosi. Liliana tersenyum kecut. Bersama Vico, keduanya masih beradu tatap dengan intens dan tajam. "Mengapa kamu lakukan ini?" "Bukankah ibu ingin aku cepat menikah? Aku membawakan calonku untuk memenuhi keinginan Ibu.""Dengan membuat malu keluarga kita dan mempermalukan gadis anak dari seorang menteri yang dihormati?""Yang mengundangnya adalah Ibu. Bukan aku. Aku tidak perlu merasa malu atau bersalah."Eliza seperti berada di antartika tanpa jaket penghangat. Tubuhnya tiba-tiba terasa membeku dan tidak dapat bergerak. Entah kenapa dia harus selalu sial dan selalu hadir d

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 40

    Vico memegang kendali dalam ciuman itu. Tampaknya pria dingin itu sangat ahli dalam berciuman. Padahal belum pernah diketahui bahwa dia sempat memiliki kekasih selama hidupnya. Vico melepas ciumannya perlahan, Eliza juga mulai membuka kedua matanya. Terlukis senyum di wajah Vico, yang membuat Eliza merasa malu dan langsung memalingkan wajahnya menatap ke arah lain. Vico kembali dengan kemudinya. Dia tidak ingin mengatakan apapun yang dapat merusak sisa keindahan ciuman tadi. Vico melajukan mobilnya sedikit lebih cepat, jalanan tampaknya sudah mulai ramai lancar, dan waktu juga sudah hampir pukul delapan. Membuat orang lain menunggu bukanlah kebiasaan baik yang harus dilestarikan bagi Vico."Hati-hati," Vico mengulurkan tangannya untuk membantu Eliza keluar dari dalam mobil. Setelah dipastikan tidak ada yang tertinggal, Vico menyerahkan kunci mobilnya pada petugas parkir valet. Keduanya berjalan memasuki gedung hotel bintang enam tersebut, dimana terdapat sebuah restoran yang direse

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 39

    Rasa malu karena menerima pujian dari Vico membuat Kedua pipi Eliza merona seketika. Eliza tidak ingin mengatakan apapun, selain tidak tahu bagaimana harus menanggapi, Eliza juga tidak mau terjebak di situasi canggung itu lebih lama lagi. Eliza meraih handle pintu mobil namun Vico juga langsung meraih handle pintu tersebut membuat kedua tangan mereka saling bertumpuan. Eliza mengalah dan menarik kembali tangannya, mengijinkan Vico yang melakukannya untuknya. Keduanya sudah siap dengan seat belt yang terpasang rekat. "Baiklah. Kita pergi sekarang," ucap Vico sembari menarik tuas mobil dan mulai melesat.Jalanan malam sangat indah. Lampu gedung-gedung perkantoran yang warna warni, juga lampu kendaraan mobil yang berderet seperti bintang di dataran bumi menambah keindahan malam perjalanan mereka. Vico memutar musik dengan volume lirih yang hampir tidak terdengar, itu bagus untuk membuat suasana tidak terlalu kaku. Eliza masih bergeming sejak tadi. Dia hanya bertanya pada diri sendir

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 38

    "Dia.....Ah maksud saya, Tuan Vico tidak mengatakan apapun pada saya."Eliza merasa bersalah telah berkata bohong pada sang atasan. Tapi mana mungkin dia dapat berkata jujur, ini masalah yang sangat rumit bagi Eliza. Hal ini bisa saja menjadi salah paham semua orang jika kabar hubungannya dengan Vico sampai terekspos. Reiz mengangguk-angguk pelan lalu berangsur beranjak dari meja Eliza. "Baiklah. Teruskan pekerjaanmu," ujar Reiz sambil berlalu dengan meninggalkan sepotong senyum yang membuat Eliza terpana, seolah daya batre tubuhnya yang semula hampir habis kini terisi penuh kembali. Namun dirinya kembali lemas kala mengingat wajah Vico yang menghantuinya dan selalu muncul dalam pikirannya. "Apa dia tidak lelah bolak-balik di kepalaku? Ahh, Sial! Itu memang hanya pikiranku, bagaimana bisa dia merasa capek?" gerutu Eliza sambil mengoyak-ngoyak dan sedikit menjambak kedua sisi rambutnya.Drrtt. Eliza meraih ponselnya yang tergeletak di meja dengan posisi terbalik. Dari tadi Eliza bel

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status