Share

Chapter 5

Eliza menaiki tangga dan menghampiri wanita pemilik rumah yang sudah melihatnya dengan kedua tangan yang berkacak pinggang.

"Bu Raya, bukankah Anda memberikanku kesempatan hingga besok?"

"Aku datang karena melihat kau memiliki orang yang bisa diandalkan," jawab wanita itu sambil memiringkan kepalanya sedikit untuk melihat Susan yang baru muncul setelah memastikan dirinya telah memarkir mobil dengan benar.

Eliza turut menoleh ke belakangnya, dimana Susan baru muncul. "Maaf Bu. Tapi saya tidak dapat mengandalkan siapa-siapa. Dia hanyalah teman saya."

"Aku tidak peduli. Tampaknya dia memiliki banyak uang. Hei kau, apa kau teman gadis ini?"

Susan sontak mengangkat kedua alisnya bingung, namun dari wajahnya Susan bisa menebak, sepertinya wanita paruh baya itu memiliki urusan uang dengan Eliza.

"Ya, aku sahabat baiknya. Ada apa?"

"Baguslah. Kalau kau memang sahabatnya, bayarkan uang sewa untuknya. Dia sudah telat selama satu minggu!"

Eliza mengerjapkan kedua matanya menahan malu. Lalu menoleh ke arah Susan. "Maafkan aku, kamu tidak perlu mendengarkannya," lirih Eliza meminta Susan mengabaikan wanita itu.

Namun sayangnya wanita pemilik rumah itu tetap mendesak. Ia tidak ingin Eliza menghambatnya untuk mendapatkan uang dari Susan.

"Aku akan mengusirnu sekarang juga jika temanmu tidak punya uang untuk membantumu!" bentak wanita itu berusaha memberikan tekanan.

"Ta-tapi, bukankah Anda tadi bilang akan memberikan kesempatan hingga besok? Saya bahkan belum mengemasi barang-barang." Eliza sangat terkejut mendengar keputusan yang sepihak dari wanita itu.

"Dobrak pintunya. Buang semua barang gadis ini ke bawah."

Kedua bola matanya semakin terbelalak. "Bu Raya, ku mohon, tunggulah sampai besok. Aku akan mencarikan uangnya. Aku janji."

Kedua orang gempal yang dari tadi berlagak seolah memamerkan ototnya berusaha membuka paksa daun pintu kamar Eliza.

Susan menghela nafas dalam, menyaksikan nasib sahabatnya yang malang.

"Aku akan membayar," ucap Susan tiba-tiba.

Sontak pandangan mereka tertuju pada Susan. Wanita pemilik rumah itu tersenyum miring. Merasa bangga karena berhasil menekan Eliza dan temannya itu. Yang berarti dia akan mendapat uang pemasukan.

Sementara itu, Eliza merasa sangat tidak enak hati dengan Susan. Karena kedatangan dirinya untuk bertamu justru memberikan nasib buruk untuknya.

"Kamu tidak perlu melakukannya, Susan," ucap Eliza dengan suara menahan tangis yang hampir pecah karena malu.

Susan hanya tersenyum padanya. Seolah meminta Eliza untuk diam dan tenang.

"Bagus. Totalnya 900 dolar."

"Bu Raya, uang sewanya adalah 500 dollar, bagaimana bisa menjadi 900 dollar tiba-tiba?" tanya Eliza yang terperanjat saat mendengar si pemilik rumah menaikkan harga tanpa konfirmasi lebih dulu.

"Huh, 500 dolar jika kau membayar tepat waktu. Tapi kau sudah membuatku rugi selama satu minggu. Sebagai gantinya kau harus membayar plus denda 400 dolar jadi total 900 dolar," jelas wanita itu dengan congkak.

"Baiklah, aku akan membayarnya. Berikan qris rekening Anda sekarang."

Susan meletakkan kantong besar belanjaannya ke lantai, lalu mengambil ponsel dari saku jaketnya.

Wanita pemilik rumah itu langsung meraih ponsel dari dalam tas mahalnya dan langsung membuka internet banking untuk menunjukkan qrisnya.

Thiit.

Suara scan qris mereka menandakan transaksi berhasil. Wanita pemilik rumah itu terbelalak saat melihat nominalnya.

"Aku membayar untuk lima bulan sewa plus 400 dolar dendanya. Dan mulai sekarang akulah yang menyewa rumah ini. Anda tidak perlu menagih uang sewa pada Eliza. Mulai sekarang saya akan tinggal disini."

Wanita pemilik rumah itu masih senyum-senyum sendiri, melihat jumlah nominal uang yang masuk ke rekeningnya. "Lakukanlah sesukamu. Lain kali jangan telat," ucap wanita itu sambil memberikan tanda pada kedua pria gempal di belakangnya untuk pergi dari sana, mengikutinya.

Setelah mereka tidak terlihat lagi, Eliza pun melayangkan protesnya. "Susan, apa kamu gila? Mengapa kamu buang-buang uang sebanyak itu?"

Susan menghela napasnya. Lalu kembali mengambil kantong belanja yang ia letakkan tadi. "Mulai sekarang aku akan tinggal denganmu. Jadi aku tidak sedang buang-buang uang seperti yang kamu katakan," jawab Susan dengan mencebik lalu mengedikkan bahunya.

"Apa kamu sungguh akan tinggal denganku?"

Susan mengangguk. "Tentu saja. Pasti akan seru setiap hari bisa tidur bersamamu. Cepatlah, buka pintunya, tanganku sudah sakit menggendong kantong belanja yang hampir sama beratnya dengan mu," ledek Susan yang menyamakan berat badan Eliza dengan sekantong belanjaannya yang lumayan berat.

"Haisssh," desis Eliza kesal. Ia lalu membuka kunci pintu rumahnya. Biar bagaimanapun, Eliza sangat berterima kasih pada Susan. Berkatnya, Eliza tidak akan menjadi gelandangan besok.

Seandainya wanita pemilik rumah itupun memberinya waktu sampai besok, dia yakin tidak akan sanggup untuk membayarnya.

Mereka meletakkan kantong belanja di atas meja makan. Lalu Eliza mulai menatanya ke dalam kulkas.

"Bagaimana aturannya untuk membayar kembali uangmu?"

"Kamu dapat mulai mencicilnya setelah mendapatkan gaji kedua nanti. Jadi, ku harap kamu semangat mencari pekerjaan."

"Terima kasih, aku pasti akan membayarnya. Tapi, aku akan bertanya sekali lagi, apa benar kamu ingin tinggal disini? Apa orang tuamu tidak akan marah?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status