Share

Chapter 3

Author: INDRY
last update Last Updated: 2023-11-06 19:26:12

Reiz sudah mengerti sikap kakaknya itu, hanya bisa menghela napas.

"Ayo kita keluar," ajaknya pada Eliza yang mengikutinya dari belakang.

Reiz tidak tahu sebelumnya, jika Eliza adalah masih berstatus sebagai mahasiswa. Jika ia tahu, dia juga tidak akan repot-repot membantunya untuk bertemu Vico. Karena Reiz saja sudah dapat memberikan jawabannya.

Wajah Eliza sangat terlihat putus asa. Namun Reiz tidak bisa membantunya meskipun ia adalah adik dari Vico sendiri.

Pria itu mengantar Eliza hingga ke lantai satu. "Saya akan pergi sendiri. Terima kasih Anda telah membantuku," ucap Eliza lalu membungkuk sebelum keluar dari lift.

"Maafkan aku," ucap Reiz.

"Anda tidak bersalah. Saya lah yang bersalah karena saya hanyalah seorang mahasiswa yang hampir putus kuliah."

Sekali lagi Eliza membungkukkan badannya sebelum akhirnya pergi meninggalkan pria itu.

------

Lima hari sudah berlalu, Eliza yang sudah hampir putus asa dengan hidupnya masih terlelap di kasur empuknya. Alarm ponsel dari tadi sudah berbunyi, namun Eliza abaikan. Itu adalah alarm yang biasa disetel untuk jadwal kuliahnya.

Berhubung dia belum dapat membayar uang semester, ia pun tidak menggubris alarm itu. Toh, jika dia bangun, Eliza tetap tidak akan bisa masuk mengikuti pembelajaran di kelasnya.

Cahaya matahari sudah sangat terik meskipun waktu masih pukul sepuluh pagi. Eliza benar-benar mengabaikan segalanya. Termasuk janjinya untuk pergi bersama sahabatnya, Susan.

Tok tok tok.

Suara seseorang mengetuk pintu dari luar. Namun suara itu juga tidak membuat Eliza terbangun. Semakin lama suara ketukan itu semakin keras saja. Seperti seorang penagih hutang yang datang untuk melabraknya.

TOK TOK TOK!

"ELIZA!!!!!"

Teriakan dengan volume paling tinggi itu memekakkan telinganya, sehingga berhasil membuatnya terperanjat bangun.

Dengan nyawa yang masih belum terkumpul, Eliza berjalan terhuyung untuk segera membuka pintu.

"Ya, ada apa mencariku?" jawab Eliza setelah pintu terbuka.

Sungguh penampilan Eliza sangat kacau, rambutnya berantakan dan wajahnya sedikit berminyak dan terlihat sedikit lebam.

Seorang wanita paruh baya di hadapannya itu menghela napas dengan berat.

"Ada apa kau bilang? Kau sudah telat satu minggu untuk membayar uang sewa bulanan rumah ini!"

Suara nyaring ibu pemilik rumah itu sontak membuat Eliza membuka matanya lebar-lebar.

Tadinya Eliza mengira, orang yang datang hanyalah seorang sales susu yang biasa menawarkan susu untuknya. Jika ia sudah tahu dari awal itu adalah ibu pemilik rumah, pasti Eliza akan pura-pura sedang tidak ada di rumah.

"Bu Raya? Maafkan saya, Bu. Saya tidak tahu kalau Anda yang datang."

Wajah sinis ibu pemilik rumah itu menatapnya tajam. "Sudahlah, aku tidak mau basa basi. Berikan uang sewa bulanannya," ujarnya sambil berkacak pinggang.

Eliza tampak bingung menghadapi wanita itu. Ia sudah berusaha untuk mencari pekerjaan selama beberapa minggu terakhir ini, namun keberuntungan belum berpihak padanya. Eliza bahkan sampai sekarang belum mendapat pekerjaan apapun.

Sepertinya dia sudah harus bersiap untuk menjadi seorang tunawisma di kota. Ya, dia lebih memilih menjadi tunawisma daripada harus kembali ke rumahnya di desa.

"Kau tidak punya uang?"

Eliza hanya tersenyum pahit mendengar pertanyaan Raya. Namun memang benar begitu keadaannya sekarang.

Eliza langsung bersimpuh memeluk kaki Raya untuk memohon. "Bu, tolong beri waktu sedikit lagi. Saat ini saya sedang berusaha mencari pekerjaan. Jika saya sudah mendapatkannya, pasti saya langsung akan membayarnya. Jika perlu saya akan bayar untuk waktu enam bulan kedepan sekaligus," bujuk Eliza agar sang pemilik rumah berbelas kasihan padanya.

Eliza tidak peduli lagi tentang harga diri. Yang terpenting baginya adalah dia tidak terusir dari satu-satunya tempatnya berlindung setelah lelah mencari pekerjaan.

Sebenarnya Eliza memiliki beberapa teman baik dari kalangan orang kaya yang akan dengan mudah mengeluarkan uang untuknya. Namun ia tidak ingin memiliki kebiasaan berhutang atau mengandalkan orang lain.

Prinsipnya adalah, hidupnya adalah tanggung jawabnya. Bahagianya bukan tanggung jawab orang lain. Jadi secara tidak langsung, Eliza mendidik keras dirinya untuk memiliki mental bertahan hidup di tengah kerasnya masalah hidup yang menerpanya.

"Cih, gadis kecil sudah mau menipu orang sepertiku. Jika kau pergi akan ada orang yang langsung menyewa tempat ini."

"Tapi saya bersungguh-sungguh. Dan tidak berniat untuk menipu Bu Raya. Saya mohon bantulah saya untuk sekali ini saja," lirih Eliza dengan suara serak dan memelas.

Si pemilik rumah itu dengan kasar melepaskan kedua tangan Eliza yang memeluk kakinya. Bahkan ia juga sempat menendang gadis itu hingga terhuyung dan jatuh ke lantai.

"Aku beri waktu sampai besok. Jika kau tidak mengosongkan tempat ini dengan cepat. Maka aku akan menyuruh anak buahku untuk mengeluarkan barang milikmu dengan paksa, dan barang-barang berharga milikmu akan kutahan sebagai kompensasi pembayaran yang terlambat."

Setelah mengatakan itu, si pemilik rumah langsung meninggalkan Eliza yang masih terduduk lemas di lantai.

Eliza tidak menyalahkan tindakan si pemilik rumah, karena memang tujuannya menyewakan rumah adalah untuk mendapatkan uang.

Namun Eliza kesal, karena wanita itu tidak memiliki rasa simpati pada gadis miskin sepertinya. Padahal dia telah memohon untuk diberikan sedikit waktu untuk berusaha mendapatkan pekerjaan.

"Ternyata miskin benar-benar menjadi masalah besar dalam hidup," lirihnya yang semakin putus asa.

Eliza bangun, dan masuk kembali ke dalam kamarnya. Disana ia menghempaskan tubuhnya kembali diatas ranjang.

Sinar matahari menembus jendela kaca kamarnya. Eliza menutupi matanya dari cahaya yang menyilaukan itu. Ia masih memejamkan mata. Rasanya kepala mau pecah. Tanpa sadar air matanya mengalir dari kedua sudut mata.

Dalam benaknya terlintas, Eliza sempat menyalahkan orang tua yang melahirkannya kedunia. 'Bukankah kelahiran anak untuk kebahagiaan, tapi mengapa mereka membiarkanku untuk menghadapi kesulitan demi kesulitan dindunia ini sendirian?'

Eliza tergugu, ia menangis sepuasnya di kamarnya yang hening. Karena semua penghuni rumah lainnya sudah pergi bekerja ataupun kuliah. Hanya dia yang tidak memiliki kesibukan seperti orang normal lainnya.

Tok tok tok!

Eliza terperanjat. Lagi-lagi seseorang mengetuk pintu dari luar. Panik Eliza mengira, seseorang itu mungkin saja si pemilik rumah yang menghampirinya kembali untuk mengusirnya.

Eliza merasa enggan membuka pintu karena tidak siap untuk menghadapi omelan wanita itu. Namun jika dia tidak segera membukanya, pasti wanita itu akan mendobrak pintu itu dengan paksa.

"Eliza!" seru Susan dan langsung memeluknya.

Eliza menghela napas lega karena bukan si pemilik rumah yang datang ke rumahnya untuk menagih sewa.

"Kenapa kamu tiba-tiba ke sini?" tanya Eliza pada akhirnya.

"Aku..."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 46

    Disisi lain, Liliana tampak sedang serius memandangi perhiasan berlian-berlian yang dijejer di hadapannya. Sofa putih yang sangat nyaman itu berada di toko perhiasan berlian miliknya. Ia sedang memilih beberapa model untuk di display sebagai item keluaran terbaru, dan akan meminta pihak pengrajin untuk modifikasi jika ada yang kurang sesuai dengan harapannya."Yang tengah itu, letakkan di tempat yang paling eksklusif," perintah Liliana pada seorang pegawainya yang berdiri di dekatnya. Pegawai itu segera mengambil perhiasan yang ditunjuk dan meletakkan sesuai instruksi sang atasan. Liliana memandangi pegawainya itu dari sofa tempatnya duduk. Tiba-tiba seorang pria berusia 30 an berjalan mendekati Liliana. Pria itu sedikit membungkuk seolah membisikkan sesuatu di dekat daun telinga Liliana. Dia adalah Richard, orang kepercayaan Liliana yang ditugaskan untuk sebuah misi."Dia tinggal di rumah yang disewa bersama Nona Susan.""Rupanya mereka bersahabat baik," gumam Liliana merespon bisi

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 45

    "Tadi kami ada sedikit urusan, dan kami mampir ke kafe ini untuk istirahat sebentar." "Be-benar, Bos," timpal Eliza dengan senyuman yang sedikit bergetar. "Urusan apa, kalau aku boleh tahu?" cecar Vico dengan tatapan menyelidik. Sepengetahuan dirinya, hari ini Reiz tidak memiliki jadwal meeting di luar, jadi tentu dirinya penasaran urusan apakah sebenarnya yang mereka miliki sampai harus hangout berdua di kafe untuk istirahat sebentar. Lirikan Vico menjelajah keluar kafe, dimana tepat di depan bangunan kafe itu ada sebuah hotel mewah. Kedua netranya terlihat menyeramkan kala melihat hotel itu. Sebelum Vico berperang dengan pikiran kotornya, Eliza langsung menginterupsi keadaan."Kami baru saja berkunjung ke makam ayah saya, Bos. Dan, Tuan Reiz telah berbaik hati mengantarkan saya berkunjung kesana."Vico terlihat terkejut, lalu melirik adiknya untuk memastikan ucapan kekasihnya itu. Reiz terkekeh kecil karena melihat sang kakak yang mudah curiga itu. "Benar apa yang kekasihmu kata

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 44

    Eliza meletakkan dua buket bunga yang dibelinya dalam perjalanan tadi. Dia duduk disamping nisan ayahnya sambil beberapa kali mengusap. "Ayah, aku datang."Reiz yang mengenakan kacamata hitam itu berdiri tidak jauh dari Eliza. Eliza menoleh ke arah Reiz, lalu kembali menatap nama yang tertulis di makan itu. "Dia adalah bosku yang sangat baik, Ayah. Dia bahkan mengingat janjinya untuk membawaku menjenguk ayah."Di pusara sang ayah, Eliza mengirimkan doa-doa terbaiknya. Eliza juga sempat bercerita tentang isi hatinya dengan suara lirih agar Reiz tidak mendengarnya. Namun pendengaran tajam Reiz mampu menangkapnya, dan membuat pria itu tersenyum lembut.Tiba-tiba Reiz turut duduk berjongkok di samping Eliza. "Bos, maafkan saya. Sepertinya saya terlalu lama bicara, sampai Anda kelelahan berdiri.""Tidak. Aku juga ingin bicara pada ayahmu."Eliza mengangkat kedua alisnya. Ingin dia bertanya apa maksudnya, tapi dia merasa lebih baik melihat saja. "Tuan, namaku adalah Reiz Barbarossa. Aku a

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Bab 43

    Matahari pagi mulai mengintip dan perlahan terbit. Bias cahayanya berebut menyelinap ke celah jendela kamar Eliza. Sentuhan hangat sinarnya membuat Eliza membuka matanya. Eliza menatap langit-langit kamar untuk beberapa detik. Dadanya langsung berdegup kala ia mengingat bahwa dia sedang tidak sendirian di ranjang. Eliza sontak menoleh ke samping kirinya. Bibir lembut Vico menjadi sorotan pertama yang membuat Eliza membulatkan mata.Setelah sepersekian detik Eliza puas memandang wajah tampan itu, bibirnya perlahan mengulas senyum. Dia merasa ini seperti mimpi, bahwa dirinya tengah menjalin hubungan yang nyata dengan sang presdir, yang diidamkan banyak wanita.Eliza tidak ingin membangunkan Vico. Dia beranjak perlahan ingin membersihkan diri. Namun, tiba-tiba tangan Eliza tertarik dan sontak membuat tubuhnya kembali rubuh diatas ranjang. "Apa kau ingin pergi begitu saja?" ujar Vico yang masih memejamkan mata. Dia masih ingin lebih lama disana bersama Eliza. Memeluk wanitanya selama mu

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 42 : Melakukan Dengan Lembut

    "Duduklah."Vico menarik Eliza perlahan untuk kembali ke kursinya. Eliza menurut dan tetap diam. Dia tidak ingin memperburuk keadaan dengan mengucapkan kata yang dapat memantik api dalam situasi ini.Liliana merasa percuma jika terus berdebat dengan Vico. Targetnya beralih untuk mencecar dan membuat mental Eliza jatuh, tentu agar gadis itu merasa kapok dan berhenti menjalin hubungan dengan putranya."Dari keluarga mana kamu berasal?"Eliza sontak menatap Liliana, tatapannya seperti awan yang mendung. Namun Liliana masih menatapnya nanar menunggu jawaban. "Di Universitas apa kamu belajar?"Eliza semakin bingung saja, sungguh ini lebih merepotkan dan menegangkan daripada interview kerja dengan Vico saat itu. "Dan…apa pekerjaan ayahmu?"Deg. "Cukup!" Vico langsung memotong pembicaraan sang ibu sebelum muncul pertanyaan lainnya. Liliana yang merasa tidak terima langsung melotot menatap tajam putranya. "Ibu sedang bicara dengan gadis itu. Tunjukkan sikap sopan santun kepada ibumu.""Hu

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 41

    "Tunangan?" Eliza yang terkejut sontak menoleh ke arah Vico. Sementara Vico terlihat menatap sang ibu dengan tenang. Sebenarnya Liliana juga tidak kalah terkejutnya dengan Eliza dan yang hadir disana. Namun dia berusaha tetap terlihat tenang dan mengendalikan emosinya agar tidak salah dalam mengambil tindakan.Meskipun begitu, tampak jelas bahwa Liliana sedang berusaha mengontrol napasnya yang naik turun menahan emosi. Liliana tersenyum kecut. Bersama Vico, keduanya masih beradu tatap dengan intens dan tajam. "Mengapa kamu lakukan ini?" "Bukankah ibu ingin aku cepat menikah? Aku membawakan calonku untuk memenuhi keinginan Ibu.""Dengan membuat malu keluarga kita dan mempermalukan gadis anak dari seorang menteri yang dihormati?""Yang mengundangnya adalah Ibu. Bukan aku. Aku tidak perlu merasa malu atau bersalah."Eliza seperti berada di antartika tanpa jaket penghangat. Tubuhnya tiba-tiba terasa membeku dan tidak dapat bergerak. Entah kenapa dia harus selalu sial dan selalu hadir d

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 40

    Vico memegang kendali dalam ciuman itu. Tampaknya pria dingin itu sangat ahli dalam berciuman. Padahal belum pernah diketahui bahwa dia sempat memiliki kekasih selama hidupnya. Vico melepas ciumannya perlahan, Eliza juga mulai membuka kedua matanya. Terlukis senyum di wajah Vico, yang membuat Eliza merasa malu dan langsung memalingkan wajahnya menatap ke arah lain. Vico kembali dengan kemudinya. Dia tidak ingin mengatakan apapun yang dapat merusak sisa keindahan ciuman tadi. Vico melajukan mobilnya sedikit lebih cepat, jalanan tampaknya sudah mulai ramai lancar, dan waktu juga sudah hampir pukul delapan. Membuat orang lain menunggu bukanlah kebiasaan baik yang harus dilestarikan bagi Vico."Hati-hati," Vico mengulurkan tangannya untuk membantu Eliza keluar dari dalam mobil. Setelah dipastikan tidak ada yang tertinggal, Vico menyerahkan kunci mobilnya pada petugas parkir valet. Keduanya berjalan memasuki gedung hotel bintang enam tersebut, dimana terdapat sebuah restoran yang direse

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 39

    Rasa malu karena menerima pujian dari Vico membuat Kedua pipi Eliza merona seketika. Eliza tidak ingin mengatakan apapun, selain tidak tahu bagaimana harus menanggapi, Eliza juga tidak mau terjebak di situasi canggung itu lebih lama lagi. Eliza meraih handle pintu mobil namun Vico juga langsung meraih handle pintu tersebut membuat kedua tangan mereka saling bertumpuan. Eliza mengalah dan menarik kembali tangannya, mengijinkan Vico yang melakukannya untuknya. Keduanya sudah siap dengan seat belt yang terpasang rekat. "Baiklah. Kita pergi sekarang," ucap Vico sembari menarik tuas mobil dan mulai melesat.Jalanan malam sangat indah. Lampu gedung-gedung perkantoran yang warna warni, juga lampu kendaraan mobil yang berderet seperti bintang di dataran bumi menambah keindahan malam perjalanan mereka. Vico memutar musik dengan volume lirih yang hampir tidak terdengar, itu bagus untuk membuat suasana tidak terlalu kaku. Eliza masih bergeming sejak tadi. Dia hanya bertanya pada diri sendir

  • BOS AROGAN ITU TUNANGANKU   Chapter 38

    "Dia.....Ah maksud saya, Tuan Vico tidak mengatakan apapun pada saya."Eliza merasa bersalah telah berkata bohong pada sang atasan. Tapi mana mungkin dia dapat berkata jujur, ini masalah yang sangat rumit bagi Eliza. Hal ini bisa saja menjadi salah paham semua orang jika kabar hubungannya dengan Vico sampai terekspos. Reiz mengangguk-angguk pelan lalu berangsur beranjak dari meja Eliza. "Baiklah. Teruskan pekerjaanmu," ujar Reiz sambil berlalu dengan meninggalkan sepotong senyum yang membuat Eliza terpana, seolah daya batre tubuhnya yang semula hampir habis kini terisi penuh kembali. Namun dirinya kembali lemas kala mengingat wajah Vico yang menghantuinya dan selalu muncul dalam pikirannya. "Apa dia tidak lelah bolak-balik di kepalaku? Ahh, Sial! Itu memang hanya pikiranku, bagaimana bisa dia merasa capek?" gerutu Eliza sambil mengoyak-ngoyak dan sedikit menjambak kedua sisi rambutnya.Drrtt. Eliza meraih ponselnya yang tergeletak di meja dengan posisi terbalik. Dari tadi Eliza bel

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status