Astaga!
Lia ketiduran setelah pulang kerja, tapi ditengah tidurnya tiba-tiba saja nafas Lia terasa berat. Lia terlihat gelisah dan tidak tenang. Bahkan tubuhnya pun berkeringat. Tiba-tiba kedua bola matanya terbuka lebar, seiring dengan kesadarannya yang seolah ditarik paksa.
Nafas Lia masih tak beraturan. Melihat ke sisi kasur lalu mengambil gelas air putih di sana dan meneguknya dengan kasar. Usai melakukan hal itu, Lia menarik napasnya panjang lalu membuangnya dengan perlahan.
Lia berusaha menenangkan dirinya, namun yang terjadi dia malah terus teringat pada sesuatu yang membuat tidurnya tak tenang.
"Dasar perempuan rendahan, penghianat dan tak berguna. Tanda tangani surat cerai kita, lalu pergilah dari sini dan jangan pernah tunjukkan wajahmu dihadapanku!!" bentak Davin, sosok pria masalalunya yang terngiang dalam kepalanya, tapi terasa nyata.
Lia geleng-geleng kepala, kemudian membuang nafasnya yang kasar setelah berulang kali.
"Tidak. Mimpi buruk itu lagi, kenapa tiba-tiba datang setelah sekian lama? Apakah karena hari ini aku bertemu dia?!" serunya pada diri sendiri.
'Kau memang sampah, aku menyesal mempunyai istri sepertimu!!' Lagi-lagi ucapan kasar Davin kembali terngiang di kepalanya.
Lia menggigit bibirnya, lalu meremas tangannya. Untuk sesaat dia tak berdaya dengan ucapan Davin dalam mimpinya, karena itu bukan hanya mimpi, melainkan masa lalu yang pernah terjadi.
Kembali meraih air putih dalam gelas di atas nakas yang disebelah tempat tidurnya. Lia kali ini tak hanya meneguknya kasar, tapi juga menghabiskannya sampai tak tersisa.
"Mama!" seru seseorang membuat Lia menoleh, kemudian bangkit dan mendekati sosok tersebut.
“Anak Mama sudah pulang?” tanya Lia sambil menunduk dan mencium puncak kepala sosok tersebut.
Dia adalah Raka Geraldo, anaknya dan Davin mantan suaminya, tapi kehadirannya sama sekali tak pernah diketahui oleh Davin. Lia menyembunyikannya dan sampai sekarang dia bahkan tak mau sampai Davin mengetahuinya. Lia takut pria itu akan merebutnya atau mungkin bahkan menyakiti Raka.
“Dimana tante cantikmu, Sayang?” tanya Lia lagi.
“Dah pulang setelah Raka masuk rumah, Mama,” jawab Raka memberitahu.
Lia menganggukkan paham, tante cantik yang di maksud itu adalah sahabatnya Lia yang bekerja di penitipan anak.
"Raka pasti sudah lapar bukan? Mama masak sesuatu dulu ya... Raka bisa menunggu sebentar?" ujar Lia yang kemudian menggandeng anaknya ke dapur.
"Iya, Mama," jawab Raka menurut.
Namun meski begitu, Lia juga tak bisa tenang. Untuk usia anak empat tahun adalah masa usil-usilnya seorang anak. Membiarkannya duduk sendirian tanpa melakukan apapun, pasti akan menciptakan kekacauan. Itulah mengapa Lia dengan cerdas memberikannya mainan dan juga apel agar anaknya seenggaknya bisa sedikit tenang.
"Mama!" panggil Raka ketika Lia sudah hampir selesai dengan masakannya.
"Iya sayang ...."
“Besok Raka mau belajar mewalnai bersama teman-teman,” jelas Raka yang kadang-kadang memang masih belum sepenuhnya pasih dalam bicara. Dibeberapa kalimat dia masih sulit mengucapkan huruf 'r' dengan baik.
Lia mengerutkan dahi dan berpikir sebentar. Kemudian teringat kalau tak punya apapun untuk mewarnai.
"Oh begitu. Baiklah anak Mama yang ganteng. Habis makan Mama akan membelikanmu perlengkapannya untukmu," jawab Lia.
Selain hari pertamanya Lia berkerja kembali, hari itu juga ternyata hari pertamanya Raka dititipkan di tempat penitipan anak, tapi tak perlu khawatir Lia juga tak sembarangan. Dia berani menitipkan putranya di tempat itu, karena punya kenalan yang cukup di dekatnya, ditambah reputasi tempat itu cukup baik dan direkomendasikan.
Setelah makan dan bersih-bersih, tepat pada malam hari Lia membawa Raka ke sebuah supermarket yang menyediakan perlengkapan mewarnai. Namun namanya anak-anak sudah pasti akan heboh di bawa ke tempat tersebut, apalagi melihat tempat es krim. Sial, rasanya Lia jadi menyesal kenapa melewati area itu.
"Raka jangan Nak. Nggak boleh, ini sudah malam nanti Raka sakit!" peringat Lia.
Raka terus geleng-geleng kepala dan tak mau menurut. Memangnya anak mana yang bisa dilarang untuk berhenti meminta sesuatu yang diinginkannya, satu hal yang pasti jika itu ada maka sudah pasti itu buka Raka, karena Raka ini cukup keras kepala dan sulit menurut jika sudah berhubungan dengan apa yang disukainya.
"Raka mau itu! Raka mau es klim!!"
"Tidak boleh!"
Karena tidak dituruti Lia, Raka pun mengambek dan menghindari ibunya. Berlari sekencang mungkin dan membuat Lia terpancing emosi. Lebih buruk lagi Lia bahkan mengejarnya, bahkan sempat kehilangan jejak karena tiba-tiba Raka hilang dibalik rak yang berjejer rapih.
Sementara itu Raka yang mengambek masih terus berlari dan tak mau berhenti. Sampai-sampai dia tak sengaja menabrak seseorang yang berbelanja di sana juga.
"Ck, bedebah!" umpat seseorang yang sudah ditabraknya. "Anak tidak tahu sopan santun, berani sekali kau!!"
Raka berhenti lalu menatap orang itu dengan tajam. Meski tidak mengerti arti ucapan orang itu, tapi dari nada suara yang tinggi, Raka tahu kalau orang itu sedang marah.
"Mama jahat, Om juga jahat!!" bentak Raka langsung menjawab dengan berkata kasar.
"Sial. Beraninya kau bocah!!" geram orang itu marah, tapi bukannya takut, Raka malah mengambil beberapa produk di dalam rak yang bisa di raihnya lalu melemparkannya ke orang itu.
"Rasain tuh, Om jahat! Lasakan!!" ujar Raka sebelum kemudian dia kembali kabur.
Orang itu hampir saja mengikuti Raka, tapi kemudian sosok yang ikut bersamanya terhenti. "Mau kemana lagi sih, Dav? Udah ketemu nih barangnya, yuk pulang!"
Hal itu pun menghentikan orang itu dan dia justru mengikuti orang tersebut daripada mengejar Raka.
❍ᴥ❍
Serangga!
Raka akhirnya menabrak ibunya sendiri. Pada akhirnya meski luas dan di penuhi beberapa pengunjung, Lia yang sempat kehilangan jejak akhirnya terungkap lagi.
"Lain kali Mama akan memborgol tangan kamu di tangan Mama supaya tidak bisa kemana-mana!" geram Lia sambil menyentak persahabatan tangan putranya.
"Mama jahat!!" balas Raka ketus.
"Jahat-jahat beginilah semua demi kebaikan kamu Raka!" tegas Lia sambil memantulkan cahaya.
Lain kali dia bersumpah pada dirinya sendiri untuk tidak akan melepaskan tangan putranya jika mereka ke tempat dunia di mana pun dan kapanpun barang sedetikpun. Jangan lupa satu lagi, untuk tidak melewati area makanan ringan dan es krim.
“Mama Raka mau robot itu!” seru Raka kembali, membuat Lia memutar bola matanya jengah. Ingatkan juga tentang jangan melewati area mainan anak.
❍ᴥ❍
Bersambung
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Perempuan itu sudah menjerumuskan dirinya sendiri ke dalam masalah. Dia menikah dengan salah satu CEO yang perusahaannya pernah bekerjasama sama dengan kita, Pak," jelas Kevin memberitahu.Davin menganggukkan kepala, lalu tanpa menyela. Dia menggunakan gesture tubuh yang meminta agar asistennya itu melanjutkan ucapannya."Pak Mahendra pebisnis di bidang properti yang istrinya itu sedang sakit parah, dan di rawat di rumah sakit Singapore. Dia dan saudaranya sengaja menjebak nona Liona, karena wanita itu merupakan saudara seayah dari istrinya.""Bagus. Aku suka kerjamu! Teruslah seperti itu dan dapatkan bonusmu. Hm, tapi mulai sekarang Kau bisa menghentikan pengawasan terhadap perempuan itu. Aku yakin seorang Mahendra tidak akan melepaskannya lagi, sehingga Dia tidak akan bisa lagi menjadi pengacau dalam keluargaku," jawab Davin puas, dan Kevin mengangguk senang.
“Apa yang Tante katakan, bukankah Kita sudah setuju dan setuju?!” Juga terlihat prajurit berkuda dan kecewa. Sementara ibu Linda Lia justru terlihat merasa bersalah."Maafkan Tante, Nak. Semua ini murni kesalahanku. Aku terlalu terpengaruh oleh balas dendam dan juga emosi. Sampai tidak berpikir panjang. Lia masih punya suami dan sekarang Dia sudah mempunyai dua orang anak. Sangat egois jika Aku memaksamu terus bersama dengan putriku. Terlebih lagi Kamu ini lajang dan pantas mendapatkan wanita yang lebih baik dari Lia."Alsen mengusap rambut kasar.
Sejak hari di mana Amel bersujud di kaki besannya, kehidupan pernikahan anak dan menantunya mulai membaik. Hari ini tepat saat hasil tes DNA antara Davin dan Ares akan keluar, setelah dua minggu lalu mereka melakukan tes. Amel harap setelah ini semua masalah dan kesusahan anak juga menantunya akan berakhir.Hari yang sama di saat suaminya Linda keluar dari rumah sakit. Kesempatan yang tepat untuk memberitahu hasil tes dan meluruskan segalanya."Ares memang bukan anaknya Davin, syukurlah Mama senang mendengar hal ini. Setidaknya anakku tidak bersama orang yang pernah berani menghianatinya!" ujar Linda merasa senang, tapi tidak dengan suaminya yang terduduk di kursi roda. Meski tak mengatakan apapun, tapi Dia tak menunjukkan reaksi apapun.Davin merasa lega, begitu juga Lia dan Amel merasa senang karena merasa inilah akhir dari drama yang membuat anak juga menantunya terpisah. Sementara Kiandra tak ada di
"Selama ini aku sudah tahu Ares bukan cucuku. Aku tahu Liona berbohong dan memalsukan kelahirannya. Dia mendapatkan Ares dari panti asuhan. Namun Aku diam saja, dan terus saja egois berpikir mungkin dengan itu dia akan memberiku cucu yang nyata. Anaknya Davin sendiri.Namun, kemudian Aku mulai menyadari saat aku mulai menyayangi Ares. Selama ini aku memang membutuhkan cucu, pewaris keluargaku, tapi anak asing juga tak masalah. Bukan karena Aku tak mau cucu kandung sendiri, tapi untuk apa cucu kandung jika karena itu anakku tidak pernah tidur lagi dengan nyenyak, tidak pernah menikmati hidupnya lagi dan paling buruk harus dibayangi wanita benalu yang cuma ingin uangnya saja," jelas Amel dengan sangat serius sambil kemudian mengusap air matanya yang terus turun.Dia benar-benar sangat menyesali perbuatannya. Meski selama ini, Lia tak melakukan apapun untuk membalasnya, tapi penyesalannya adalah rasa sakit yang mungkin tidak akan pe
Linda terlihat sangat marah, saat Lia baru saja pulang. Ibunya itu langsung menghadang dan menginterogasinya. "Dari mana saja kamu? Habis bersenang-senang dengan suamimu yang tidak punya hati itu?!""Ma, dia itu ayah dari anak-anakku. Lagipula sudah seharusnya kami bersama. Setelah papa pulang dari rumah sakit, aku juga akan kembali padanya!" jelas Lia dengan tegas."Apa kamu bilang? Jadi kamu tidak mau meninggalkan pria tak tahu diuntung itu? Dimana akal pikiran kamu Lia, mudah sekali kamu putuskan itu? Dia sudah menyakitimu!" tegas Linda tak habis pikir."Mama juga sudah menyakiti aku, Ma. Bukan hanya Mas Davin!" ujar Lia kelepasan. Dia sudah lelah meladeni ibunya, bukannya tidak hormat, tapi kehidupannya juga adalah miliknya. Dia berhak memutuskannya."Papa, Mama dan bahkan Kiandra. Kalian sama sekali tak mendengarkan aku, kalian membuangku tanpa belas kasih. Memangnya kenapa jika aku
"Maaf ... ak-aku tidak bermaksud menyembunyikan ini darimu. Aku tidak ingin kamu salah paham," ujar Lia sedikit trauma lima tahun lalu di mana Davin meragukannya."Jangan mengatakan hal seperti itu lagi," jawab Davin serius, sambil kemudian mengangkat dagu istrinya, sebab wajah itu sempat menunduk dan terlihat takut.Jujur saja, perasaan Davin cukup tercubit melihat Lia demikian. Penyesalan datang, dan Davin sesak mengingat bagaimana dirinya sudah tidak mempercayai perempuan yang bahkan sudah seperti budak cintanya itu. Bahkan dirinya sampai hati menyakiti dan berulang kali menyiksanya.Namun apa yang didapatkan olehnya sekarang, itu semua seakan tak adil. Lia sungguh pemaaf atau mungkin keibuan wanita itu yang lebih mementingkan kebahagiaan anak-anaknya, sehingga tetap bertahan di sisi Davin. Entahlah, apapun itu yang pasti selanjutnya Davin hanya ingin membahagiakannya."Aku