Share

03. Penghinaan

Keesokan harinya, Davin benar-benar melakukan apa yang dia ucapkan. Memperlakukan Lia begitu buruk di kantornya. Seperti kali ini di mana Davin memerintah Lia untuk menyiapkan kopi untuknya. Itu memang terdengar mudah dan biasa dilakukan oleh sekretaris pada umumnya.

Namun tentu saja kali ini berbeda, karena dibalik perintah itu, Davin tidak mungkin melewatkan kesempatan untuk mengerjainya.

"Aku tidak mau buatan OB, tapi kamu Lia, dan jangan coba untuk menipuku!" peringat Davin penuh tekanan. Lia hanya bisa pasrah lalu mengangguk paham, kemudian pamit untuk ke pantry yang ada di perusahaan itu.

Awalnya baik-baik saja dan begitu lancar tanpa kendala, tapi ketika dia berbalik dan hendak mengantarkan kopinya. Sesuatu yang tak diduga terjadi.

Bram!!

"Sssttt ... panas!"

"Sial. Dasar perempuan pembawa sial. Baru hari pertama kamu sudah berani memperlihatkan nasib burukmu di sini!!"

Barusan Davin tiba-tiba saja sudah di depannya ketika Lia membalik badan, lalu secara tak sengaja karena tak bisa mengelak, tabrakan antara keduanya pun terjadi. Atau mungkin tepatnya Davinlah yang mendorongnya sampai terjatuh dan terkena tumpahan kopi panas. Kenyataannya memang bukan Lia yang salah, bahkan dia sendiri jatuh dan jadi korbannya, tapi Davin malah menyalahkannya.

Hal itu pun lantas menarik perhatian beberapa staf dan karyawan. Mereka menatap dengan penasaran dan juga penuh curiga. Ini pertama kalinya CEO ke pantry kantor, tapi malah menciptakan kehebohan yang para staf juga karyawan masih belum mengerti dengan apa yang terjadi.

Akan tetapi di sisi Davin, melihat pusat perhatian staf dan karyawan pada mereka, justru membuatnya punya ide mempermalukan Lia dengan mengungkapkan keburukannya.

"Bukan hanya tidak becus, tapi kamu juga hampir mencelakaiku. Lihatlah bahkan pakaian yang kamu pakai tidak pantas, kurang bahan dan terlalu melekat pada tubuhmu. Dasar perempuan rendahan, kamu pasti berniat menggodaku, hahh? Sial!! Harusnya aku tak punya sekretaris bodoh sepertimu!!" geram Davin dengan tanpa hati.

Orang-orang langsung menatap Lia, tapi bukannya kasihan, beberapa dari mereka menatap sinis.

"Lihat anak baru itu, baru masuk sudah menunjukkan sifat jala-ngnya!!"

"Mungkin kebelet kaya kali. Dia pikir mudah merayu Pak Davin!"

"Cih! Murah-an!!"

Bisik-bisik beberapa staf dan karyawan, membuat Lia menundukkan kepala dan merasa malu. Dia sedih, tapi dia tak mungkin menangis di sana juga, sehingga mau tak mau Lia cuma bisa menahan rasa sesak karena hinaan dan cacian kepadanya.

Sementara itu Davin malah menyeringai senang karena merasa berhasil menyiksa Lia. Meski setelahnya dia masih tak mendapatkan kepuasan.

"Apalagi yang kamu tunggu, cepat bereskan semua ini dan buatkan kopi yang baru. Awas jika sampai tumpah dan rasanya buruk!!" bentak Davin memperingatkan untuk yang terakhir sebelum kemudian dia melangkah pergi dari sana.

Seperginya Davin orang-orang juga perlahan bubar tanpa satupun yang punya hati atau sama sekali tak ada yang mau membantunya. Mereka meninggalkan Lia, tapi mungkin itu lebih baik. Setidaknya Lia tak perlu mendengar ocehan mereka yang menyakitkan itu. Tidak tahu apa-apa, tapi sudah berani menilai dan bahkan mencaci-maki orang lain.

Lia mendesah kasar, bangkit dan segera membereskannya ditengah luka memar karena tumpahan kopi panas.

'Tidak apa Lia. Kamu kuat dan selama ini kamu sudah menunjukkannya, lihat bagaimana dirimu sendiri sudah berhasil membesarkan satu anak tanpa bantuan siapapun!' batin Lia pada dirinya sendiri.

"Ini hanya luka kecil, cuma memar, jadi bukan apa-apa!" lanjut Lia sambil bersuara getir dan berusaha menguatkan perasaannya. Dia ingin menunjukan kalau dirinya tak serapuh itu, dia perempuan kuat dan juga tegar.

Kurang dari lima belas menit pun berlalu, disinilah Lia sekarang. Di ruang kerja Davin dan membawakannya kopi. Pria kejam dan tidak punya hati itu terlihat sibuk dan tak memperdulikan kehadirannya.

Lia berdehem sebelum kemudian meminta izin untuk meletakkan kopinya di atas meja dengan sopannya. Selanjutnya tak ada yang terjadi, Lia hanya kembali ke meja kerjanya lalu bekerja dengan baik di sana dengan bimbingan sekretaris sebelumnya.

Mengatur jadwal Davin dan juga hal lainnya yang terkait dengan pekerjaan sekretaris. Akan tetapi walaupun lancar, di hari ke dua bekerja, Lia sudah merasa tertekan. Pekerjaannya bertumpuk dan begitu banyak, tapi dia tak heran setelah teringat ucapan Davin. Lia yakin mantan suami sekaligus bosnya itu pasti sengaja melakukannya.

"Andai saja aku tidak gegabah dan terlalu senang waktu itu. Mungkin aku tidak akan seperti ini. Tidak perlu bekerja di neraka bajing-an itu lagi!" ujar Lia menyesal.

❍ᴥ❍

Keesokan harinya, Lia bangun cepat dan dengan awal datang bekerja. Dia segera ke halte bus untuk menghemat pengeluaran, sebab jika naik taksi pasti ongkos yang dia bayarkan lebih banyak.

Namun, lagi-lagi kesialan menimpanya. Ketika sudah turun dari bus, Lia berjalan besisian dengan genangan air yang ada di sisi jalan karena semalam hujan. Semuanya masih baik sampai kemudian tiba-tiba saja sebuah mobil melaju dengan cepat, memutar rodanya di atas genangan air. Lia yang tak sempat menghindar pun terkena cipratannya.

Byur!!

Lia langsung geram, dan hampir saja dia akan menuntut pemilik mobil itu, andai pemiliknya tidak turun lebih dahulu lalu menghampirinya. "Aku hampir saja meminta maaf karena merasa bersalah, tapi sepertinya aku tidak akan melakukannya. Kamu memang pantas mendapatkan itu. Kotoran pantas menempeli dirimu. Untuk mengingatkanmu kalau kamu lebih kotor dari kotoran itu!!" cibir Davin dengan tanpa perasaan.

Jujur bola mata Lia langsung berkaca-kaca mendengarnya. Hatinya sakit dan sesak di saat yang bersamaan. "Sebenarnya apa salahku padamu. Bukankah dulu kamu yang sudah memintaku pergi dan aku juga sudah melakukannya. Lalu sekarang kamu juga yang menahanku bekerja di kantormu, lalu aku tak berdaya dan terpaksa terus bertahan. Apa maumu Pak Davin?!" bentak Lia marah, tak tahan karena merasa sangat terhina.

Namun bukannya merasa bersalah, raut wajahnya Davin sama sekali tak menunjukkan reaksi apapun. Dia terlihat datar dan juga tenang. "Tidak usah pura-pura bodoh atau hilang ingatan. Dulu aku menceraikanmu karena kamu ini memang istri rendah-an yang tidak pantas dipertahankan. Kamu penghianat Lia!!" bentak Davin dengan suara keras.

Lia membuang wajahnya kasar. Melihat emosi Davin dan tabiatnya yang masih cukup Lia hapal membuatnya tak mau berlama-lama meladeninya.

"Terserahmu saja bajing-an!" umpat Lia sebelum dengan sengaja melewati Davin dan berlalu dari sana begitu saja. Bodoh amatlah Davin marah dengan ucapannya, toh Davin sendiripun lebih kejam dan merendahkannya jauh lebih rendah dari kotoran.

Sementara itu Davin masih diam di tempatnya, mengepalkan tangan sambil menatap kepergian Lia dengan tajam. "Sial! Ini masih belum cukup Lia. Aku akan memastikanmu menderita lebih dari apa yang sudah aku rasakan lima tahun terakhir ini!!"

❍ᴥ❍

Siang hari, Davin membawa Lia rapat dan kali itu juga, dia kembali merencanakan sesuatu. Berusaha untuk mempermalukan Lia dihadapan kliennya. Kemudian Davin dengan tanpa hatinya masih tak melepaskan Lia saat mereka sedang berdua. Dia menyerang mentalnya dengan mengomelinya habis-habisan, kasar, kejam dan tanpa perasaan.

"Apakah kamu tidak bisa bersikap baik walau sebentar dan tidak mengacaukan apapun wanita bereng-sek?!" geram Davin menatap Lia penuh intimidasi. "Iya, aku tahu kau itu jala-ng, tapi di sini kau adalah karyawanku dan harusnya bersikaplah sebagaimana mestinya!!"

"Aku tidak melakukan apapun dan aku mengerjakan segalanya dengan baik, Pak Davin. Apa lagi yang salah, tadi hanya sebuah kecelakaan. Aku tidak sengaja menyenggol gelasnya dan membuat mejanya jadi basah," jawab Lia membela diri. Lama-lama dia tak tahan juga ditekan Davin terus menerus.

Seandainya Davin marah karena pemberontakannya ini lalu memecatnya, maka baguslah. Lia harap dia segera pergi dan tak perlu melihat Davin lagi.

"Tutup mulut kotormu, perempuan sial-an!! Apa yang kamu anggap kesalahan kecil itu, adalah kesalahan tidak termaafkan. Kamu pasti sengaja melakukan itu untuk mempermalukanku dihadapan klienku bukan?!" geram Davin dengan emosi yang lebih tersulut. Dia mengepalkan tangan dan menatap Lia dengan tajamnya.

"Andai kamu tidak menyenggol tanganku, gelas itu mungkin tak akan jatuh."

"Oh, jadi maksudmu itu kesalahanku?"

"Ya dan ya. Itu memang salahmu Pak Davin yang terhormat, tapi kesalahan itu malah kau lemparkan padaku. Seolah-olah hanya aku yang bersalah dan kau terlalu membesar-besarkan masalah dan sekarang aku tanya sebenarnya siapa diantara kita yang ingin mempermalukan siapa?!" sarkas Lia dengan sengit.

Persetan dengan Davin yang merupakan bossnya atau dia yang baru mulai bekerja. Jika pria itu bisa marah dan mendendam padanya, maka Lia pun sama.

"Pikiran baik-baik itu, dan jangan pikir hanya karena jabatanmu bisa membuatku takut?!" tambah Lia sebelum kemudian berlalu karena muak berlama-lama dengan Davin.

Pria itu sejak bertemu selalu saja bersikap seolah-olah dialah yang paling tersakiti, tanpa tahu bahwa Lia mempunyai luka yang sama, atau mungkin lebih buruk darinya.

Bagi Lia, Davin adalah masalalu terburuknya. Pria itu penghianat, tapi sekarang dia justru bersikap seolah-olah dialah yang paling tersakiti. Lia mengusap kelopak matanya, menghapus air mata sebelum tumpah membasahi pipinya.

"Kenapa harus bertemu dengannya dan kenapa harus seperti ini lagi. Apa mungkin aku tak berhak bahagia?!" ujar Lia dengan suara yang getir.

❍ᴥ❍

Bersambung

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
lia yg bikin sengsaramu itu othoor wkwkkk
goodnovel comment avatar
CacaCici
Sangat sangat menunggu Davin bucin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status