Share

Gulali

Hendra dan Luna. Mereka berdua saat ini sedang menunggu diruangan Profesor Sanusi. Profesor adalah seorang ahli penyakit dalam yang juga bertindak sebagai dokter pribadi Lili selama bertahun-tahun ini dan saat ini Hendra dan Luna berada disini untuk mengetahui keaadan Lili dari hasil lab “jadi bagaimana keadaan Lili Prof?” tanya Luna cepat

“dari hasil yang saya terima minggu lalu seharusnya kesehatan Lili sudah membaik dengan rajin mengkonsumsi obat dan konsultasi namun jika kita bedakan dengan hasil hari ini jelas tampak berbeda sekali. Kondisi Lili saat ini menurun drastis. Dan jika kondisi Lili terus menurun..segala kemungkinan perlu dipersiapkan” jelas Profesor Sanusi

“Prof lakukan sesuatu untuk putri saya!” ucap Hendra

“iya Prof. Jelas kondisi Lili bisa kembali stabil, selama ini kita sudah mempertahankanna Prof” tambah Luna

“saya paham dan saya mengerti sekali tapi disini yang bertindak sebagai dokter bukan hanya kami yang bekerja dirumah sakit akan tetapi juga pihak keluarganya. Orang terdekat adalah semangat terbesar bagi pasien untuk sembuh” jelas Prof Sanusi

Profesor Sanusi benar, yang dibutuhkan Lili saat ini adalah dukungan dari keluarganya. Orang terdekatnya membuat Hendra dan Luna kembali terdiam.

“dok..pasien ruang 503 mawar dok!” ucap seorang perawat yang datang dengan berlari

Prof Sanusi langsung berdiri begitupun dengan Hendra dan Luna

“Lili” Luna dan Hendra dan juga Profesor Sanusi berlari dengan cepat keruang rawat Lili dimana kamar itu tampak sedikit kacau.

“anak pembunuh! Anak pembunuh!”

“anak pembunuh!”

“anak pembunuh!”

Lili tidak mengerti kenapa orang-orang menyebutnya seperti itu yang bisa ia lakukan adalah berlari dan berbalik mendapat seseorang melihat tajam kearahnya orang yang wajahnya samar. Dengan tatapannya Lili meminta tolong yang ia yakini akan menolongnya namun orang tersebut bukannya menolong melainkan memalingkan wajahnya. Orang-orang terus mendekat kearahnya meneriakinya.

Sesampainya diruangan Hendra langsung menghampiri Lili dan memeluknya

“tidak!” Lili berteriak seperti kesetanan

“nggak, Lili bukan. Lili bukan” dalam dekapan Hendra Lili terus berteriak. Mengatakan jika bukan dirinya walaupun Hendra sudah menenangkannya namun tidak berhasil begitupun dengan Ronald, Luna dan sang mama. Tidak ada yang bisa mereka lakukan kecuali menyuntikkan obat penenang pada Lili.

“bagaimana keadaan Lili Prof?” tanya Hendra penuh kekhawatiran walaupun mereka baru saja membicarakannya

“sepertinya Lili kembali dikendalikan oleh alam bawah sadarnya. Hal yang tidak ingin diingatnya memori itu secara alamiah beputar pada otaknya itu juga yang dapat mempengaruhi suasana hatinya. Kalau boleh saya tau kenapa dengan Lili hari ini?”

“dari kemaren Lili mengeluh kepalanya sakit Prof dan hari ini Lili mendengar papa dan mamanya bertengkar” Ronald menjawab dengan cepat mengacuhkan Hendra yang melotot kearahnya karena Hendra pasti tidak akan mengatakan yang sejujurnya

“kenapa tidak bilang jika Lili mengeluh sakit! Hah!” Hendra berteriak marah pada Ronald

“pa sabar! Sabar pa!” ujar Luna menghenghentikan sang papa

“kalau kalian tidak bertengkar Lili juga tidak akan seperti ini!” dengan keadaan tertentu Ronald tidak akan takut pada Hendra apalagi menyangkut Lili

“kurang ajar!” ucap Hendra kehabisan akal sehat yang langsung menghajar Ronald

Buk!

Buk!

Satu pukulan mendarat diwajah Ronald dan satu pukulan dari Ronald juga melayang diwajah Hendra mereka saling memberi pukulan didepan Lili yang terbaring tak berdaya

“pa! Ronald! Stop! Kalian tidak lihat ini rumah sakit dan saat ini kita sedang diruangan Lili!” teriak Luna melerai dua orang yang berkelahi

Mereka terdiam sedangkan dokter Sanusi setelah memeriksa Lili langsung pamit tidak ingin terlibat dengan masalah pribadi keluarga pasien.

Setelah beberapa hari dirawat akhirnya Lili sudah diperbolehkan pulang dan melakukan aktifitasnya secara perlahan yang tentu saja dengan segala peraturan dari dokter dan tentu saja peraturan dari sang papa langsung

 “pa..ayolah..cuma nganter surat ini. ya ya” Lili tengah merayu sang papa agar mengizinkannya untuk pergi

“kamu nggak dengar apa yang dikatakan dokter kemarin?” tanya sang papa menatap Lili

“tapi Lili cuma nganter ini doang pa..nggak lama kok”

“sayang...”

“pa..hari ini tuh terakhir daftarnya kalo aku gagal daftar itu artinya aku bukan anak papa!” rajuk Lili bersidekap dan membelakangi sang papa

“apa maksud Lili? Hei?” rayu Hendra pada sang putri

“papa dokter, mama dokter kak Luna juga dokter! Kenapa hanya Lili yang beda? Lili juga mau kayak papa mama dan kak Luna. Bisa ngobatin orang!?” Lili cemberut dan mengeluarkan isi hatinya pada sang papa

“Baiklah tapi mang Beben yang nganter”

“kan ada Ronald pa”

“berangkat sama mang Beben atau  nggak sama sekali?” ancam Hendra

“baiklah, Lili berangkat pa” putus Lili akhirnya karena tidak mau berdebat yang pada akhir ia akan terlambat untuk mengumpulkan formulir

“Ronald mana mang? Lili tidak melihatnya” Tanya Lili melihat sekitar

“sejak kemarin den Ronald tidak pulang non” jawab mang Beben adanya

“baik mang, tolong antar Lili kekampus” pinta Lili

“siap non” jawab mang Beben dan membukakan pintu untuk Lili

Lili turun dari mobil langsung menuju ruang khusus UKM PMI ada dua kakak kelas disana juga ada pak Ali disana mau tidak mau Lili harus menyapa

“sore kak..pak Ali” ucap Lili menyapa ramah lalu menyerahkan formulirnya pada kakak pengurus yang Lili tahu setelah itu Lili pamit namun dibelakangnya pak Ali mengikuti Lili mau tidak mau Lili harus berbalik dan bertanya

Pak Ali mengajak Lili makan setelah pamit pada mang Beben tadi, tujuan mereka adalah taman hiburan. Lili tidak berfikir pak Ali akan membawanya. Mereka bisa dikatakan tidak dekat yang mengharuskan mereka bisa pergi seperti ini.

“kenapa bapak mengajak saya kesini?” tanya Lili penasaran

“saya lihat kamu butuh hiburan”

“saya nggak butuh hiburan” Lili berbalik namun dicegah oleh pak Ali

Lili melihat kearah lengannya yang dipegang oleh pak Ali sontak pak Ali melepaskannya “maaf” ucap pak Ali spontan

“ia” jawab Lili sambil mengangguk

“tapi saya serius mengajak kamu kesini untuk menghibur kamu” ucap pak Ali

“saya...”

“apa? Kamu nggak butuh hiburan? Saya nggak bilang kamu butuh hiburan saya hanya mau menghibur kamu. Kamu bisa bedakan kalimat itu?” jelas pak Ali

Lili terdiam entah kenapa pak Ali terkesan dekat dengannya memandang pak Ali lekat rasanya dirinya pernah diposisi seperti ini melihat sekeliling seolah semua berubah

Lili melihat seorang gadis tengah berdiri seorang diri dengan memandangi penjual gulali ingin menghampiri namun kakinya enggan untuk melangkah

“mau aku belikan?”

“mau saya belikan?” suara pak Ali memenuhi pendengaran Lili dan tanpa jawaban pertanyaannya pak Ali sudah berlari kearah penjual dan membawanya satu gulungan super besar

“nih” suara itu

“ini” ucap pak Ali

Lili memandangi pak Ali lekat mengatakan “saya nggak suka gulali” lalu Lili meninggalkan pak Ali yang mengejarnya

“apa bapak sering kesini?” tanya Lili kemudian

Mereka berjalan beriringan dengan pak Ali yang mengemut gulalinya seperti anak kecil sangat berbeda ketika pak Ali berada dikelas atau sedang mengajar. Apalagi pakaian santai yang pak Ali pakai

“lebih tepatnya dulu. Hampir setiap hari saya habiskan waktu ditaman. Bukan karena saya menyukai taman ini tapi karena seseorang yang sangat menyukainya” pak Ali bercerita begitu saja pada Lili

“seseorang?” tanya Lili penasaran menghentikan langkahnya dan menatap pak Ali

“yang juga pecinta gulali” tunjuk pak Ali pada gulali digenggamannya

“tapi kenapa bapak bawa saya kesini bukannya membawa orang itu?” Tanya Lili dan kembali berjalan begitupun pak Ali yang mengimbangi langkah Lili

“semua orang berubah. Dan itu dulu yang mungkin sekarang sudah tidak penting lagi” pak Ali berjalan mendahuluinya entah kenapa ucapan yang baru saja dilontarkan pak Ali membuat dadanya sesak. Sakit.

Sepanjang jalan Lili hanya diam sepertinya moodnya tidak dalam keadaan baik.

Malam ini meja makan tampak ramai sekali oleh berbagai macam hidang

“tadi pulang sama siapa Li?” tanya sang papa

“heum...sama teman kampus pa” jawab Lili

“baiklah. Lain kali nggak boleh begitu lagi” peringat sang papa

Lili mengangguk

Setelah makan tadi Lili tidak langsung kekamarnya tapi malah masuk kekamar sang kakak. Lihatlah saat ini Lili tengah berguling dikasur sang kakak

“tadi beneran kamu pulang sama teman kampus?” Tanya Luna penuh selidik

“kakak nggak percaya sama Lili?” tantang Lili

“bukan nggak percaya Li tapi kamu minta dianterin itu  nggak mungkin” jawab Luna

“ish..ya emang bukan aku yang minta kak tapi dianya yang maksa buat nganterin” jelas Lili dengan Lucu

“siapa?”

“nanti aku kenalin kalo ketemu” Lili tersenyum dan merubah posisinya jadi duduk diatas kasur.

“trus gebetan kakak gimana gimana?”

“nggak ada gebetan”

“hmm..Lili bilang nih sama papa mama”

“anak ini ya”

“Xixixix”

Mereka terlihat sangat akrab dengan menggelitiki satu sama lain.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status