MasukNamun, penderitaan Gilang tidak sampai di situ. Baru saja ia hendak menaiki tangga menuju ruang kelas, langkahnya terhadang oleh Sabrina yang langsung memasang wajah horror. Lucunya, gadis itu kini mengenakan atasan bergaya baby doll yang mengembang dari bawah dada. Tujuannya pasti untuk menyamarkan bentuk perutnya yang mulai buncit.Gilang seketika teringat kalau dia belum melakukan pembahasan lebih lanjut dengan Sabrina seputar kehamilan gadis itu. Dia harus bisa membuat Sabrina buka mulut tentang siapa sesungguhnya yang telah bercinta dengan Sabrina sebelum dirinya."Sab!""Lang!"Mereka berseru berbarengan."Lo dulu deh!" ucap Gilang mengalah.Paling juga Sabrina cuma mau ngomel-ngomel tidak jelas, karena Gilang tidak membalas pesan atau mengangkat panggilan teleponnya. Baru lah setelah gadis itu selesai mengomel, Gilang akan bertanya tentang kehamilan Sabrina.Tapi, bukannya memarahi Gilang, Sabrina malah menyerbu tubuh pemuda itu dan memeluknya. Gilang buru-buru mendorong bahu S
NGUWIIWW! NGUUWWIIIWW! BIP! BIP! BIP!"Hah? Bunyi apa tuh?!" Mayang terbangun gelagapan, mendengar suara nyaring perpaduan sirine dan klakson mobil."Aiissshhh!! Maafin aku, Mayang. Itu bunyi alarm ponsel aku." Gilang membuka matanya perlahan, kelihatan sekali kalau pemuda itu masih sangat mengantuk."Matiin, Lang! Suaranya bising banget ... telinga aku pengang nih!" Mayang membenamkan wajahnya ke bawah bantal untuk menghalau suara nyaring alarm ponsel Gilang."Iya... iya... bentar ... duh, aku taruh ponsel aku di mana ya?" Gilang menyibakkan selimut yang menutupi tubuh telanjangnya dengan malas sambil mengingat tempat terakhir dia meletakkan ponselnya."Cepetan, Lang! Berisik banget aduuh..."Gilang menguap dan beranjak dari ranjang. "Eehhhh selimutnya jangan ditarik, Lang ... dingin... aku kan nggak pake baju," protes Mayang."Udah pagi, Mayang. Kalau aku jalan ke ruang tamu sambil bugil nanti kelihatan Melisa ..." sahut Gilang sembari melilitkan selimut dari dada hingga ke kaki."M
Mayang berpegangan erat pada tepi meja dapurnya. Celah surganya sudah basah yang seperti tidak ada habisnya meski sudah dikerjai habis-habisan oleh Gilang. Dan Mayang pasrah kalau harus mengganti sprei yang baru mereka tiduri belum sampai dua jam itu."Mayang, kamu lapar nggak? Mau makan?" Mata Gilang membulat sangat nakal."Ma - mau makan gimana sih maksudnya, Lang? Roti oles aku sudah berantakan ..." erang Mayang."Kamu makan aku saja," Gilang mengedipkan sebelah matanya, lalu menyelipkan dirinya, berdiri di depan tubuh Mayang."Astaga, Lang! Kamu kan bukan roti ..." ucap Mayang, malu-malu."Tapi ... aku punya sosis ..." cengir Gilang menunjuk pusakanya. "Mau...?"Kemudian dengan lembut Gilang mendorong bahu Mayang untuk berjongkok, dan menyodorkan 'sosis'-nya sudah yang matang sempurna itu. Mayang menelan ludah. Ia masih tak habis pikir dengan ukuran kejantanan Gilang. Bagaimana caranya pemuda itu melatih bagian inti tubuhnya hingga menjadi besar dan berurat seperti itu?Mayang men
Mayang terdiam sejenak, berusaha mencerna kata-kata Gilang terlebih dulu sebelum menjawabnya. Jujur saja, keberadaan Gilang sudah menjadi kekuatan baru baginya. Tanpa kehadiran pemuda itu mungkin saat ini ia masih terlena pasrah dengan pernikahannya yang terombang-ambing seperti perahu di tengah badai."Bohong kalau aku bilang, kamu nggak ikut andil dalam keputusan aku, Lang. Tetapi, bercerai dengan Cipto bukan semata-mata agar aku bisa bebas bercinta dengan kamu," tutur Mayang sembari mengusap dahinya yang mulai nyut nyutan. "Kata kamu, aku harus tegas untuk kebahagiaan aku sendiri, kan? Karena itulah, aku putuskan untuk bercerai dengan Cipto."Gilang mengelus pipi Mayang pelan. Berat sekali! Yang dirasakan Mayang pasti berat!Namun, meskipun alasan yang sekuat itu, predikat janda jauh lebih mengerikan ketimbang duda. Fakta yang ada di masyarakat kita, jika ada seorang wanita yang menjadi janda, pasti mendapat cap buruk. Wanita bermasalah, tidak becus mengurus keluarga, emosional, se
"Sopan sedikit sama suami kamu, Mayang!" Nada suara Cipto tak kalah tinggi."Amit-amit! Ngaca dulu kamu kalau mau nyuruh saya sopan. Oh, apa di rumah ibu kamu nggak ada kaca, ya? Mau saya kirimin pake kargo?" sindir Mayang."Sialan kamu, Mayang! Sejak kapan kamu belajar melawan suami? Ingat ya, Mayang! Seorang istri itu letaknya di bawah kaki suami! Menunduk, menurut, patuh sama suami!" sentak Cipto, tak suka dengan perubahan nada bicara Mayang yang drastis."Saya berubah karena sudah capek! Capek ... lelah ... dengan semua drama yang kamu dan ibu kamu susun untuk menyakiti saya. Seenaknya saja ibu kamu ngatain saya mandul. Saya udah pernah hamil... bahkan berkali-kali. Itu artinya saya nggak mandul!" tegas Mayang.Cipto berdecak. "Minggu depan kamu udah jadi wanita mandul sesungguhnya, Mayang! Kamu cukup berterimakasih saja sama aku, karena aku belum bilang apa-apa tentang operasi kamu sama ibu. Kalau ibu tahu, sudah pasti ibu akan menyuruh aku untuk menceraikan kamu," ucap Cipto, se
Mereka berciuman, tangan Mayang menekan dada Gilang dengan pinggul yang terus bergerak maju mundur. Dada Gilang sangat bidang, berotot dengan sempurna sesuai usianya, berbulu tipis dan menggairahkan. Perutnya rata dan kencang. Rambut pemuda itu juga tak kalah wangi dengan rambutnya. Membuktikan bahwa pemuda itu tidak sembarangan merawat tubuhnya. Terlepas dari pekerjaan sampingannya itu.Gilang menaikkan setengah tubuhnya, tidak tahan untuk membenamkan kepalanya di antara dada Mayang dan mengerangkan nama wanita itu. Mayang membelainya sampai Gilang tak tahan lagi, dia ingin Gilang merasakan buncahan kenikmatan yang telah dia rasakan berulang kali.Mereka bersatu dalam gerakan cepat yang dipimpin langsung oleh pihak wanita. Dalam posisi setengah duduk, Gilang mendekap erat-erat tubuh Mayang, tidak bergerak dan hanya menikmati kenikmatan dari gerakan pinggul Mayang. Lalu perlahan dia menjilati pucuk dada Mayang. Mengigitnya hingga wanita itu menjerit."Fuck me, Mam!!" erang Gilang yang







