Share

Pindah Rumah

Selesai membereskan barang-barangnya, Clara berniat untuk mandi. Tak seperti biasanya, ia malah melepas cincin berlian yang selalu ia pakai dan meletakkan di atas nakas di samping ponselnya.

'Seger banget' gumam Clara dalam hati begitu air dari shower jatuh membasahinya. Rasa lelah setelah seharian beres-beres hilang begitu saja. Berada sepuluh menit di kamar mandi, Clara lantas menyudahi mandinya dan memilih untuk langsung tidur, karena besok pagi-pagi ia akan kembali sibuk dengan aktivitas pindah rumahnya.

***

Dengan dibantu oleh beberapa karyawan bengkel Papa, barang-barangnya milik Clara akhirnya selesai juga diturunkan dan masuk ke dalam mobil box.

"Sudah semuakan, Cla?" tanya Lisa pada Clara sebelum mereka keluar dari apartemen.

Sejenak Clara melayangkan pandangannya, menyusuri setiap sudut ruangan.

"Udah semua, Yuk," anak Clara dengan tangan kanan yang terangkat dan meraih ponselnya dengan gerakan sedikit menggeser hingga menyebabkan cincin berliannya yang ada di samping ponsel, jatuh menggelinding ke bawah nakas. Ia sama sekali tidak ingat dengan cincin berliannya itu. Alhasil Clara pergi meninggalkan apartemen tanpa sadar salah satu barang berharganya masih tertinggal di sana.

Clara dan Lisa lalu menuju meja resepsionis dan bertemu dengan pengurus gedung apartemen yang bertugas.

"Gak diperpanjang, Mbak?" tanya salah satu staff apartemen yang menerima kunci apartemen. Pemilik apartemen berpesan untuk menitipkan kunci apartemen ke pengurus apartemen karena ia sedang berada diluar kota.

"Nggak, Mbak. Lagi pengen cari suasana baru," sahut Clara ramah.

"Terima kasih ya, Mbak. Oh iya, kita boleh minta foto bareng buat kenang-kenangan?" pinta staff itu.

"Tentu boleh dong," kata Clara.

Mereka yang berada di resepsionis langsung berjejer di samping kiri kanan Clara, kemudian memasang senyum.

"Satu, dua, tiga," kata Lisa menghitung lalu mengambil foto mereka beberapa kali.

Kembali pamitan pada pengurus apartemen tadi, Clara dan Lisa akhirnya pergi meninggalkan gedung apartemen yang telah menemani Clara beberapa tahun belakangan ini.

"Gimana, kamu sudah dapat orang buat bantu-bantu aku di rumah nanti?" tanya Clara pada Lisa.

"Sudah, Cla. Tapi sementara dia belum bisa nginap," sahut Lisa.

"Gapapa lah. Yang penting ada. Mulai hari ini kan?"

"Iya, Cla. Nanti aku juga bakal nginap bantuin kamu beres-beres," timpal Lisa lagi.

Sampai bersamaan di rumah, Papa mengajak serta Bi Asih untuk ikut membantu beres-beres.

"Papa," sapa Clara sambil merangkul Papa. Mereka berjalan masuk ke dalam rumah diikuti yang lain. Siap dengan bawaan mereka masing-masing.

Clara mengajak Papa berkeliling rumah sementara Lisa membantu dan mengawasi yang lain mengangkat dan menata barang langsung pada tempatnya.

"Walau belum bisa kembali satu rumah dengan Papa, tapi Papa senang, paling tidak jarak ke sini gak jauh dari rumah," ucap Papa kala mereka telah selesai berkeliling dan memutuskan untuk duduk di ruang makan.

"Papa," sergah Clara dengan raut wajah tak enak.

"Kamu kenapa gak balik ke rumah sih, Cla? Papa sepi di rumah sendirian. Rumah besar tapi gak ada siapa-siapa selain Papa."

"Kan Bi Asih ada, Pa. Supir Papa juga ada," sahut Clara.

"Mereka memang ada, tapi kamu yang gak ada. Kamu masih marah sama Papa? Sampai gak mau tinggal di rumah lagi?"

Pertanyaan Papa membuat ingatan Clara melayang ke beberapa tahun silam saat awal-awal ia menjadi artis. Pertengkaran hebat karena Clara tak ingin dilarang pulang malam dan pergi ke tempat hiburan malam membuat Clara nekat kabur dan pergi dari rumah saat itu juga. Pilihan yang salah yang malah membuatnya semakin terjerumus ke hal-hal negatif oleh manajer lamanya. Ia benar-benar menyesal. Namun ia tak mungkin menarik sumpah yang telah ia ucap di dalam hati bahwa ia tak akan tinggal bersama Papa lagi di rumah masa kecilnya itu. Clara berjanji dalam hati akan membuktikan pada Papa bahwa ia bisa memiliki rumahnya sendiri.

"Papa minta maaf untuk kejadian saat itu, Clara. Papa tak ada maksud untuk membuat kamu pergi dari rumah, Papa hanya terbawa emosi," kata Papa lagi membuat Clara tersadar dari lamunannya.

"Semua sudah lewat, Pa. Papa gak perlu minta maaf lagi. Clara yang harusnya minta maaf sama Papa," ucap Clara.

"Kalau dengan minta maaf kamu mau pulang lagi ke rumah, Papa bakal terus minta maaf."

"Jangan kayak gitu, Pa. Walaupun Clara gak tinggal satu rumah sama Papa, Clara bakal sering main ke rumah atau ke bengkel. Papa juga bisa sering datang ke sini," kata Clara, "gak ada yang berubah, Pa. Clara tetap anak Papa."

"Papa gak bisa memaksa apa yang sudah menjadi pilihan kamu, Cla. Kamu sudah dewasa dan tau yang terbaik buat diri kamu sendiri," ucap Papa membuat Clara kembali terdiam. Rasa bersalah melingkupi hatinya. Namun hanya ia pendam saja.

"Non, pakaian dan barang-barang Non Clara sudah selesai Bi Asih dan Non Lisa susun di kamar." Bi Asih datang dan memberikan laporan.

"Makasih ya, Bi. Yang lain suruh istirahat dulu, Bi. Sambil makan sama minum," kata Clara.

"Iya, Non. Sudah Bi Asih bilang sama Non Lisa," sahut Bi Asih, "rumahnya bagus ya, Non. Barang-barang juga masih kelihatan baru. Terawat semuanya."

"Iya, Bi. Yang punya rumah masih ke sini sebelum akhirnya dikontrakan. Jadi semua masih pada terawat," terang Clara.

"Tapi di rumah yang cukup besar ini, Non Clara sendirian?"

"Lisa sudah nyari orang buat nemenin saya dan bantu-bantu di rumah, cuman belum bisa nginep sih, Bi."

"Kalau Non mau, Bibi bisa suruh keluarga Bibi di kampung buat datang ke sini," kata Bi Asih menawarkan.

"Boleh, Bi. Sekalian kalau ada yang bisa jadi tukang kebun rangkap buat jagain rumah," tambah Papa.

"Ih, gak usah Pa. Clara bisa sendiri," ucap Clara cepat.

"Gak bisa Clara. Kali ini kamu yang dengar kata Papa. Kamu itu seorang public figure, kita gak tau apa yang bisa terjadi. Kalau di apartemen kan kamu aman ada petugas keamanannya sendiri, kalau di sini kamu juga harus punya penjaga keamanan," kata Papa lagi.

"Tapi, Pa." Clara masih mencoba untuk menolak.

"Papa yang bayar gaji mereka. Kamu gak perlu khawatir, Cla. Papa harus memastikan kamu aman. Papa gak mau kamu kenapa-kenapa," kata Papa mempertegas ucapannya.

Tak bisa menolak permintaan Papa, Clara akhirnya menganggukkan kepala. Paling tidak ia bisa menyenangkan Papa dengan mengikuti permintaan Papa.

Tepat jam tiga sore, proses pindahan akhirnya selesai juga. Semua barang sudah berada di tempatnya. Karyawan bengkel Papa juga sudah pamit pulang sejak tadi.

"Non Clara kalau perlu apa-apa bilang sama Bibi ya, mungkin Bibi bisa bantu," ucap Bi Asih sebelum pulang.

"Iya, Bi."

"Atau Bi Asih mau di sini aja?" tanya Papa.

"Gak usah, Pa. Clara sudah dapat orang. Bi Asih di rumah Papa aja. Nanti gak ada yang masak buat Papa." sahut Clara cepat.

"Ya sudah. Kalau gitu Papa pulang ya. Nanti Papa main ke sini lagi. Kamu hati-hati di rumah," pesan Papa pada Clara.

"Iya, Pa. Hati-hati di jalan." Clara dan juga Lisa mengantarkan Papa dan Bi Asih sampai depan.

Saking sibuknya hari ini, Clara tak memperhatikan lagi ponselnya. Begitu juga dengan Lisa. Hingga mengabaikan panggilan dan pesan yang masuk.

Drttt drttt

Mas Bramana Calling… .

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status