"Cla, ini aku sudah mau sampai," ucap Lisa melalui panggilan suara.
"Cepet banget," sahut Clara dengan suara yang masih mengantuk."Tadi malam katanya suruh cepat datang. Gimana sih ini?" protes Lisa."Iya. Iya." Clara mematikan panggilan dari Lisa lalu bergegas untuk bersiap-siap.Hari ini Clara masih menginap di rumah Papa, ia ingin memastikan bahwa Papa sudah benar-benar sehat."Pagi, Cla." Papa menyapa dari ruang makan.Clara tersenyum lalu duduk di samping Papa."Hari ini ada syuting?" tanya Papa menatap Clara sejenak lalu melanjutkan aktivitas makannya."Belum, Pa. Hari ini Clara mau ke apartemen dulu," sahut Clara ikut menikmati sarapan nasi dan ayam goreng tepung yang telah disiapkan Bi Asih."Jadi kamu mau balik ke apartemen?" tanya Papa. Tersirat kesedihan dari nada bicara dan raut wajah Papa. Setelah sekian lama akhirnya putri semata wayang yang sangat ia sayangi kembali ke rumah, namun baru sebentar, ia sudah mau pergi lagi."Rencananya Clara mau pindah, Pa?""Mau pindah ke sini, Non?" Bi Asih yang kebetulan lewat menimpali."Enggak, Bi," sahut Clara. Wajah Bi Asih yang tadinya sumringah perlahan memudar, seiring langkahnya meninggalkan ruang makan menuju dapur.Terdengar suara langkah kaki dari depan yang sudah bisa dipastikan itu adalah Lisa. Kedatangan Lisa membuat percakapan Clara dan Papa terputus. Padahal Papa masih ingin membahas masalah tempat tinggal."Makan dulu, Lis," kata Clara mempersilahkan Lisa untuk bergabung di meja makan.Melihat Papa yang menyudahi sarapan paginya, Clara segera mendekatkan tempat obat yang harus Papa konsumsi selama masa pemulihan."Obatnya," kata Clara menuangkan air ke dalam gelas minum Papa.Meraih beberapa obat yang telah Clara buka dari bungkusnya, Pap segera menelan obat itu."Papa ke bengkel dulu ya," kata Papa pamit seraya mencium kening Clara dan melambaikan tangan pada Lisa."Hati-hati, Pa," sahut Clara.Selesai sarapan pagi, mereka berdua segera meninggalkan rumah. Lisa mengajak Clara pergi ke rumah yang menurutnya cocok untuk Clara tempati setelah masa sewa apartemen habis. Keluar dari komplek perumahan Papa, lima menit perjalanan mereka kembali masuk ke salah satu komplek perumahan yang cukup elit. Lisa lalu menghentikan mobil yang ia kendarai di sebuah rumah dengan pagar berwarna hitam dan halaman yang cukup luas. Rumah satu lantai yang cukup besar."Gimana?" tanya Lisa meminta pendapat Clara.Memandang sejenak rumah itu, Clara lalu mengalihkan pandangannya pada Lisa."Bisa di cek ke dalam?""Bisa sih tapi pemilik rumah baru bisa ke sekitar jam jam satu siang," sahut Lisa."Ya udah. Kalau gitu kita ke apartemen aja. Sambil beres-beres," ucap Clara."Oke." Dengan cepat Lisa mengikuti permintaan artisnya itu.***Setibanya di apartemen, Clara langsung menuju kamarnya dan mengeluarkan kopernya. Sementara Lisa menuju dapur untuk mengecek isi kulkas. Clara memiliki kebiasaan buruk soal menyimpan makanan. Artisnya itu sangat sayang dengan makanan, jadi apa yang dipikirnya masih bisa dimakan nanti akan disimpannya di dalam kulkas,"Sudah mulai harus dikosongkan ini," ucap Lisa. Mengeluarkan makanan yang telah lama di dalam kulkas, Lisa lalu membuangnya. Sambil menunggu siang, ia menggoreng beberapa sosis dan juga nugget untuk menemani mereka membereskan apartemen."Astaga aku lupa bilang, Cla," ucap Lisa kala tiba di kamar Clara."Apa?" tanya Clara menoleh sebentar kemudian melanjutkan aktivitasnya."Mas Bramana kemarin ada missed call aku beberapa kali. Aku lupa mau telepon balik," kata Lisa meletakkan sepiring sosis dan nugget yang ia bawa."Gak usah, Lis," kata Clara mencegah saat melihat Lisa telah siap dengan ponsel di tangannya."Lho kenapa? Kali aja Mas Bramana mau ngajak main film," tukas Lisa."Kemarin Mas Bramana juga sudah telepon aku," sahut Clara."Kamu kok gak bilang, Cla?" Protes Lisa."Lupa, Lis," ucap Clara santai.Lisa berdehem sambil menikmati sosis yang ia goreng tadi."Tapi, Lis.""Kenapa?" tanya Lisa cepat."Kira-kira siapa yang jadi lawan main aku nanti." Clara ragu."Kamu gak tanya? Emang Mas Bramana kapan teleponnya?""Teleponnya malam waktu aku jalan sama Papa. Gak fokus, jadi aku gak sempat tanya. Aku terlalu excited waktu dengar tawaran main film dari Mas Bram," ucap Clara sambil terus membereskan pakaiannya."Aduh aku senang banget, Cla. Gak sabar liat kamu main film lagi." Lisa tampak bersemangat. Sebagai manajer ia sangat mendukung karir dan pencapaian Clara."Tapi yang jadi lawan mainnya nanti siapa? Aku kok jadi was was ya," kata Clara. Hatinya sedikit menggelitik. Tak seperti biasanya bila ia menerima tawaran berakting, ia tak pernah mempersalahkan lawan main. Namun untuk kali ini berbeda."Gak usah dipikirin, Cla. Siapapun yang jadi lawan main kamu nanti, pasti artis profesional juga kaya kamu. Gak usah khawatir," kata Lisa mencoba menenangkan. Ia tak mau Clara nantinya malah tak konsen atau bahkan memilih mundur saat tau lawan mainnya nanti.Clara hanya mengangguk mendengar ucapan manajernya itu. Mencoba berpikir positif seperti kata Lisa meski pada kenyataannya bertolak belakang.Beberapa koper telah penuh dengan pakaian dan barang-barang milik Clara. Tinggal di apartemen hampir tiga tahun, yang awal Clara hanya membawa satu koper besar dan satu koper kecil, kini barang-barangnya bertambah hampir tiga kali lipat. Ia sudah memisahkan barang yang akan ia bawa dan barang yang akan ia sumbangkan."Yuk, Cla. Orangnya sudah on the way," ajak Lisa saat selesai membaca pesan dari pemilik rumah.Setelah membereskan piring bekas cemilan tadi, mereka meninggalkan apartemen dan menuju calon rumah kontrakan Clara. Empat puluh lima menit di perjalanan, mereka tiba di rumah yang tadi telah mereka lihat. Sebuah mobil putih terparkir di depan rumah."Selamat siang, Pak," sapa Lisa lebih dulu pada seorang Pria paruh baya yang tengah duduk di kursi teras.Pria itu berdiri seraya tersenyum hangat lalu menjabat tangan Lisa dan Clara bergantian."Selamat Siang. Silahkan langsung lihat ke dalam saja rumahnya," kata pria yang memperkenalkan diri sebagai Pak Arman."Kalau boleh tau kenapa rumahnya di kontrakan, Pak?" tanya Clara sambil mengamati sekitar ruangan yang mereka lalui. Banyak perabotan yang masih baru dan tentunya masih terawat."Rumah ini lumayan jauh dari tempat usaha saya. Dan anak-anak saya lebih suka main di ruko tempat saya usaha," sahut Pak Arman."Oh. Sebelum sudah ada yang ngontrak juga, Pak?" Lisa ikut bertanya."Belum ada, kalian yang pertama. Karena saya dan keluarga juga baru keluar dari rumah ini sekitar satu mingguan. Setiap hari saya selalu sempatkan ke sini untuk ngeliatin rumah ini. Sebenarnya saya sayang melepas rumah ini untuk dikontrak karena ini rumah pertama saya, tapi mau gimana lagi, daripada kosong," kata Pak Arman lagi.Rumah dengan tiga kamar lengkap dengan perabotannya ini, cukup menarik untuk Clara. Selain dekat dengan rumah Papa, pemilik rumah ini juga tak masalah dengan pembayaran yang akan Clara lakukan setelah satu minggu menempati rumah ini."Pak Arman gak masalah?" tanya Lisa mengkonfirmasi ulang. Lisa takut kalau orang di depannya ini akan menganggap bahwa Clara tak memiliki uang karena menunda pembayaran."Gak masalah. Saya jamin kalian pasti betah tinggal di rumah ini. Jadi kapan kalian mau pindah ke sini?""Kemungkinan lusa, Pak. Setelah selesai beres-beres," sahut Lisa."Nanti kabari saya saja, kalau saya sedang senggang saya bisa bantu pindahan," ucap Pak Arman ramah."Gak usah repot-repot, Pak," sahut Lisa tak enak.Sekitar jam tiga mereka meninggalkan rumah itu setelah deal dengan lama masa dan harga sewa rumah.Hai Kakak semua, silahkan mampir ya, baca dan tambah ke pustaka ya kak. Akan update setiap hari pukul 19.00 Wita lewat lewat sedikit. with love.
Hampir setiap hari melihat kemesraan Clara dan Azka di media sosial dan media elektronik, membuat mood Ibu jadi naik turun. Tak bisa salah sedikit, ia akan langsung marah. Seperti saat ini, ia baru saja menyaksikan liputan keseharian Clara dan Azka."Ret, serius amat?" Suara dari arah pintu mengalihkan pandangannya. Beberapa saudaranya datang.Wajah Ibu masih tak berubah."Kenapa sih, Mbak? Azka udah mau nikah tapi Mbak Retno masih diam-diam aja," ucap Wulan, adiknya paling kecil."Mau nikah apa?" tanya Ibu dengan wajah kesal."Itu di tivi, setiap hari isi beritanya tentang Azka sama pacarnya," timpal yang lain."Iya, Mbak. Udah fitting baju pengantin juga. Jadi nikahnya di Jakarta atau di Yogyakarta, Mbak?" tanya Wulan lagi."Kalian kalau kesini cuma mau ngomong gak jelas, lebih baik gak usah," sahut Ibu ketus."Loh? Kenapa Mbak marah? Kita ke sini kan mau dukung rencana pernikahannya Azka. Wong pacar Azka itu artis baik kok. Prestasinya gak kalah dari Azka. Kena berita negatif juga
Mengikuti apa kata Ayu, Azka dan Clara makin sering terlihat bersama di ruang publik. Melayani setiap permintaan wawancara dari wartawan. Mereka juga tak segan terlihat mesra, apalagi Azka. Ia sangat memperlihatkan kecintaannya pada Clara."Apa tadi itu gak terlalu berlebihan, Az? Bilang dalam waktu dekat ini kita akan menggelar acara pernikahan," tukas Clara begitu mereka meninggalkan tempat ulang tahun salah satu anak artis."Berlebihan? Gak dong. Apa yang aku katakan itu adalah doa. Aku berharap bisa secepatnya menikah dengan kamu, Cla," ucap Azka meraih tangan Clara. Menggenggamnya begitu erat kemudian melepaskannya.Clara menatap Azka. Semakin hari ia merasa Azka semakin menunjukkan perubahan sikap. Ia menjadi sangat perhatian dan romantis. Meski merasa tak biasa, Clara juga tak bisa menolak kalau hati kecilnya begitu bahagia dengan perlakuan yang diberikan oleh Azka.Semua itu Azka lakukan memang dari hatinya dan atas saran dari Ayu. Adik perempuannya itu memberi saran pada Azka
Azka tak membiarkan Clara lepas dari pelukan meski Clara telah mengatakan kalau ia sulit bernafas karena eratnya pelukan Azka."Kamu harus tau rasanya jadi aku yang kangen banget sama kamu, Cla," ucap Azka dengan mata berkaca-kaca."Iya aku juga kangen sama kamu, Az. Tapi ini aku gak bisa nafas," kata Clara lagi.Perlahan Azka melepaskan pelukannya dan mengajaknya untuk bicara di ruang tamu."Astaga, Bima," decak Azka melihat ruang tamunya yang berantakan."Kamu duduk aja. Sebentar aku beresin," ucap Clara langsung meraih bungkus camilan dan gelas kopi yang berserakan."Biar aku yang beresin," kata Azka mengambil apa yang sudah ada di tangan Clara."Sudah aku aja. Kenapa sih gak nurut?" Clara melotot.Melihat mata Clara yang melotot, Azka memilih untuk menurut saja. Tak mau merusak suasana pertemuan mereka."Kamu tega banget sih?" Azka menarik tangan Clara.Clara terdiam."Aku sudah ketemu solusi buat hubungan kita, Cla.""Solusi apa?" Kening Clara berkerut."Kita nikah aja. Papa kamu
Hari demi hari Azka lewati begitu saja. Rutinitas syutingnya ia lewati tanpa semangat. Mengobrol dengan orang di lokasi syuting saja hanya seadanya, pikirannya tak bisa lepas memikirkan Clara. Untung ia masih bisa fokus saat syuting hingga tak perlu take berulang kali. Bima juga selalu standby di lokasi siap mengamankan Azka."Tumben, biasanya kamu bareng Clara terus," ucap lawan mainnya yang menyadari ada yang beda dengan Azka beberapa hari ini."Lagi pada sibuk," sahut Azka singkat."Tuh wartawan juga pada nanyain kamu," ucapnya lagi menunjukkan ke arah luar lokasi."Biarin aja lah, sekali-kali buat mereka penasaran," kata Azka asal. Padahal sebenarnya ia sedang menghindar.Selesai syuting Bima langsung mengantarkan Azka ke apartemen."Aku balik dulu ya, Mas. Jangan lupa makan, Mas," pesan Bima. Beberapa hari kemarin Bima melihat makanan yang dibeli tak habis dimakan oleh Azka."Iya," kata Azka seraya masuk ke dalam lift.Setibanya di apartemen, Azka langsung menjatuhkan diri ke ata
Mengirimkan pesan pada Lisa, Clara meminta izin untuk cuti beberapa hari kedepan. Namun Lisa kembali harus mengurut dada karena Clara sudah tak bisa dihubungi lagi. Ia juga tak mungkin bertanya pada Papanya Clara karena takut akan membuat khawatir. Lisa yakin, Clara juga tak memberi tahu hal ini pada Papanya."Aduh, Azka nelpon lagi," gumam Lisa melihat layar ponselnya,Sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal, Lisa mengangkat telepon dari Azka itu."Lis, Clara sama kamu? Dari tadi aku chat, aku telepon gak ada respon," ucap Azka di ujung teleponnya."Dia minta izin cuti beberapa hari ke depan sama aku," ucap Lisa."Cuti? Emang gak ada syuting? Terus kenapa gak bisa dihubungi?""Itu dia. Aku juga gak bisa ngehubungin Clara.""Ck. Clara," desah Azka bingung, "kamu dimana, Lis. Aku samperin ya. Sekalian aku mau keluar," lanjut Azka."Oke. Kita ketemu di rumah Clara aja," kata Lisa.***Bu Iin membukakan pintu untuk Lisa dan Azka yang datang secara bersamaan."Clara pergi jam bera
Setelah lama menghindar dari wartawan, sore ini akhirnya mereka berdua tampil di depan wartawan. Keputusan untuk menghindar ini mereka ambil untuk meredam emosi Ibu. Ia tak ingin Ibu semakin marah bila mereka langsung melakukan klarifikasi."Jadi gimana foto-foto yang beredar itu, Mbak?""Benar wanita itu yang mendekati Azka?""Menurut Mbak Clara gimana?"Pernyataan yang terlontar semua mengenai foto-foto itu."Jadi foto itu diambil oleh siapa aku juga gak tau, itu dokter yang menangani orang tua aku waktu opname di rumah sakit. Aku cuma minta penjelasan. Memang dokter itu anak dari teman orang tua aku," kata Azka menjelaskan sambil erat memegang tangan Clara yang hanya memasang senyum."Apa itu wanita yang dijodohkan sama Azka?" tanya wartawan yang lain."Jodoh aku ada di samping, ini," sahut Azka serius tapi santai merangkul Clara."Jadi berita yang beredar itu gak benar?" Wartawan-wartawan itu masih saja mencecar Clara dan Azka dengan pertanyaan meski mereka sudah berpamitan."Kita