Share

Tawaran Main Film

Setelah dirawat sekitar tiga hari di rumah sakit, Papa akhirnya diperbolehkan pulang juga. Ditemani Clara, Papa akhirnya tiba juga di rumah.

"Non Clara," sapa Bi Asih senang saat melihat Clara.

"Apa kabar, Bi?"

"Baik, Non. Sudah lama banget gak ketemu sama Non Clara." Bi Asih membawakan barang-barang Papa.

"Iya, Bi. Kemarin lagi banyak kerjaan," sahut Clara lagi.

Duduk bersama di ruang keluarga, Papa dan Clara bersantai menikmati buah apel yang telah disiapkan Bi Asih.

"Kamu gak ada syuting, Cla?" tanya Papa meraih remot tivi dan menyalakannya. Menonton menjadi salah satu aktivitas yang Papa lakukan kalau sedang santai di rumah.

"Gak ada, Pa. Lisa sudah atur ulang jadwal Clara. Clara mau nemenin Papa di rumah aja sementara," sahut Clara.

"Papa gak mau menghambat kerjaan kamu, Clara."

"Ya enggak lah, Pa. Kenapa ngomong gitu sih, Papa? Clara jadi merasa gak diharapkan." Clara cemberut.

"Bukan gitu, Cla. Papa merasa tersanjung kamu sampai meluangkan waktu untuk merawat Papa," ucap Papa yang mengena di hati Clara.

"Cuma ini yang bisa Clara lakukan, Pa. Clara tau Clara bukan anak yang berbakti sama orang tua," kata Clara dengan nada sendu.

Papa terdiam menatap putrinya. Terlintas dalam benaknya, susah payah ia membesarkan Clara seorang diri setelah ditinggal ibunya Clara untuk selamanya. Semua kasih sayang, perhatian ia curahkan sampai ia tak memperhatikan dirinya sendiri dan hilang rasa untuk memiliki pendamping hidup lagi.

"Papa sangat sayang sama kamu, Clara," ucap Papa lirih merangkul bahu putrinya itu.

'Maafin Clara banyak salah sama Papa. Clara gak akan mengulangi kesalahan itu lagi, Pa. Clara janji akan membuat Papa bahagia' gumam Clara sambil memeluk Papa. Kesalahan fatal yang tak terungkap ke publik karena dewi fortuna masih sayang pada Clara.

***

Membantu Bi Asih menyiapkan makan malam di dapur, Clara sedikit terkejut mendengar cerita Bi Asih yang sudah sangat lama bekerja untuk keluarganya.

"Yang benar, Bi?" tanya Clara tidak percaya.

"Betul, Non. Pak Wisnu sama sekali gak ada niat untuk menikah lagi setelah ditinggal ibu Non Clara. Padahal ada beberapa teman wanita Bapak yang datang ke rumah untuk mendekati Bapak."

"Padahal kan biasanya kalau suami ditinggal istri meninggal, itu gak lama pasti suami nikah lagi kan, Bi?"

"Pasti. Jangankan hitungan bulan, hitungan hari aja ada yang sudah langsung menikah lagi," timpal Bi Asih.

"Bisa tahan gitu ya Papa, Bi?"

"Itu namanya cinta mati, Non. Bibi saksi kalau Pak Wisnu itu sangat cinta sama ibunya Non Clara."

Clara menatap Bi Asih dengan mata yang besar, meminta penjelasan lebih lanjut.

"Ibu Non Clara itu gak boleh mengerjakan pekerjaan rumah selama hamil, Non. Begitu juga setelah melahirkan. Apalagi Pak Wisnu sendiri ikut menyaksikan bagaimana proses kelahiran Non Clara secara normal," cerita Bi Asih.

'Apa nanti ada pria yang sama kaya Papa buat aku? Yang cinta dan perhatiannya sama kaya Papa' ucap Clara dalam hati. Ia merasa menjadi wanita yang tak pantas setelah mendengar cerita Bi Asih.

"Non," sergah Bi Asih membuyarkan lamunan Clara.

"Eh iya, Bi," sahut Clara cepat.

Terdengar suara Papa memanggil.

"Ke depan aja, Non. Biar Bibi yang siapin," kata Bi Asih yang diikuti langsung oleh Clara.

Selesai makan malam, Papa dan Clara masih berbincang sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk tidur. Melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar yang telah lama ia tinggalkan seperti ada rasa rindu yang terobati. Wangi parfum ruangan kamarnya masih sama seperti dulu, sebelum ia pergi. Tak ada yang berubah dari kamarnya. Semua posisi barang masih sama seperti dulu. Meski Clara tak tinggal di kamar itu lagi, tapi Bi Asih tetap membersihkan kamar itu setiap hari karena Papa yang sesekali bisa tidur di sana.

Ponsel yang ia pegang bergetar, dan menampilkan panggilan masuk dari Lisa. 

"Iya ada apa, Lis?" tanya Clara sambil menyandarkan punggungnya.

"Barusan Om Andre telepon, katanya besok pagi-pagi kamu sudah harus syuting," ucap Lisa.

"Kemarin kamu bilang jadwalnya sudah diatur ulang. Harusnya lusa kan aku baru syuting?" Clara mengingatkan.

"Iya, Cla. Tapi kata Om Andre dia ada acara mendadak, jadi jadwal syuting dimajukan semua," kata Lisa menjelaskan.

"Ya sudah. Besok pagi jam berapa?"

"Jam delapan ya, Cla. Takut macet karena besok weekend," ujar Lisa.

"Oke. Jemput di rumah Papa ya."

Clara meletakkan ponselnya di atas meja dan bersiap tidur. Sebelumnya ia sudah menyetel alarm, agar tidak kesiangan bangun.

Tidur hampir delapan jam lamanya, Clara begitu fresh saat bangun pagi. Mematikan alarmnya, Clara beranjak dari tempat tidur dan membuka jendela kamar. Menikmati pemandangan langit yang begitu cerah pagi ini, membuat suasana hati Clara juga ikut cerah. Tak ingin membuang waktu, Clara segera bersiap sebelum Lisa datang menjemputnya.

"Pagi-pagi sudah siap, Cla." Papa menegur Clara saat melihat putrinya itu sudah rapi dan cantik.

"Pagi ini harus ke lokasi syuting, Pa. Mendadak," sahut Clara mengambil posisi duduk di samping Papa. Sarapan di ruang makan.

"Oh," ucap Papa mengandung nada kecewa. Papa pikir hari ini ia bisa menghabiskan akhir pekan dengan Clara, tapi ternyata salah.

"Semoga gak molor syutingnya, Pa," Ujar Clara berharap. Sama dengan Papa, ia sebenarnya juga ingin menghabiskan waktu dengan Papa.

"Pagi, Om. Cla," sapa Lisa yang sudah datang saja padahal masih setengah jam lagi dari waktu janjian mereka.

"Sudah datang aja kamu, Lis. Belum juga jam delapan," tukas Clara.

"Kirain tadi macet, ternyata lempeng. Jadi cepat sampai di sini," sahut Lisa.

Ikut sarapan dengan Clara dan Papa, Lisa terlihat lapar hingga menyendok nasi goreng ke piringnya lagi.

"Kamu gak makan di rumah?" tanya Clara heran.

"Demi kamu, aku pergi kepagian dari rumah. Gak sempet makan," jawab Lisa.

"Alasan aja kamu, Lis," sahut Clara sewot.

"Makan aja," ucap Papa menengahi perdebatan gak penting antara Lisa dan Clara.

Setelah pamit dengan Papa, mereka berdua meninggalkan rumah, bergegas menuju lokasi syuting. Mengira akan langsung di take, Clara harus rela menunggu beberapa saat karena ulah artis baru yang selalu salah dalam beradegan.

"Tau gini tadi datangnya telat aja," kesal Clara berjalan keluar lokasi menuju mobil.

"Kamu mau aku ambilin makanan sama minuman?" tanya Lisa.

"Boleh," sahut Clara singkat sembari terus berjalan menuju mobilnya, sementara Lisa berbalik arah menuju gazebo tempat makanan dan minuman tersedia. Ia mengambil beberapa jenis kue dan membawakannya pada Clara.

"Padahal bayarannya gak seberapa, Cla. Tapi kamu masih mau ambil FTV," ucap Lisa seraya meletakkan makanan yang ia ambil tadi di antara mereka berdua.

"Mau gimana, aku gak enak sama Om Andre. Dia salah satu orang yang berjasa ngangkat aku, Lis. Hitung-hitung balas budi lah," jawab Clara.

***

Sekitar pukul setengah empat syuting akhirnya kelar juga. Clara dan Lisa langsung cabut dari lokasi syuting.

"Pulang ya, Lis," ucap Clara yang kemudian menguap lebar. Perjalanan yang lumayan memakan waktu karena tengah macet, Clara manfaatkan untuk beristirahat.

"Loh," ucap Clara bingung karena tiba-tiba ada di halaman rumah Papa. Clara berjalan dan duduk di ayunan yang berada di dekat pohon. Sedang asyik berayun, netranya menatap sepasang burung merpati yang sedang bercengkrama tepat di depannya. Clara begitu seksama menatap sepasang burung merpati itu. 

TIT….

Clara tersentak. Terbangun dan mendapati dirinya masih berada dalam mobil.

"Kenapa kamu, Cla?" tanya Lisa bingung melihat ekspresi Clara.

"Gapapa, Lis. Kenapa bunyi klakson?"

"Itu ada sepeda motor sembarangan nyebrang, untung gak ketabrak," ucap Lisa kembali fokus menyetir.

Melihat ke arah luar, Clara kaget karena posisi mereka belum terlalu jauh dari lokasi syuting tadi.

'Bisa-bisanya aku mimpi padahal baru sebentar ketiduran' ucap Clara dalam hati.

Tak bisa lagi tertidur, Clara meraih ponselnya dan bermain sosial media. Melihat berita-berita yang ada dan malah muncul berita tentang Azka.

"Kenapa dimana-mana ada dia sih?" Clara kesal sendiri melihat isi sosial medianya.

"Siapa sih, Cla?" tanya Lisa penasaran.

"Ini," ucap Clara ketus sambil menunjukkan layar ponselnya.

Lisa tertawa lepas.

"Ada yang lucu?"

"Emang ya. Kalau artis kayaknya gak suka nonton tivi," kata Lisa.

"Apa hubungannya, Lis?"

"Azka kan lagi naik daun, sinetron dia lagi booming. Ratingnya tinggi, makanya dia ada dimana-mana. Coba kamu sekali-kali nonton," ujar Lisa semangat.

"Ngapain aku nonton sinetron dia?" Clara sedikit emosi.

"Orang rumah aku aja lagi ngefans banget sama dia. Pokoknya kalau sudah jam sinetron Azka mulai, yang lain gak bisa diganggu gugat," cerita Lisa.

Clara tak merespon. Mencoba mengabaikan perasaannya yang juga mulai penasaran dengan Azka.

"Kalau ada tawaran main sinetron kamu mau gak, Cla? Kamu sudah lama gak main sinetron," lanjut Lisa.

"Mau-mau aja sih. Tapi sekarang aku lagi pengen main film, Lis. Film terakhir aku kemarin kan kurang greget," ucap Clara mengingat filmnya tahun lalu.

"Iya, kan bukan pemeran utama. Tenang," ucap Lisa meletakkan telunjuknya di sudut dahi, "sebentar lagi kamu akan dapat tawaran main film." Lisa berkata begitu pasti.

"Amin." Clara cepat mengamini ucapan manajernya itu.

***

Tiba di rumah pukul setengah enam, Clara langsung mengajak Papa untuk makan malam di luar.

"Kamu gak capek?" tanya Papa.

"Gak, Pa. Kita bukannya jalan kaki jadi capek," sahut Clara.

"Biar Papa yang nyetir," pinta Papa.

"Clara aja, Pa. Nanti Papa capek." Clara menolak permintaan Papa.

Tak jauh, tujuan mereka makan malam kali ini di salah restoran Jepang yang berada di salah satu mall dekat rumah Papa.

Baru saja memasuki bangunan megah berlantai lima itu, beberapa pengunjung mall mendekat dan meminta foto Clara.

"Terkenal banget ya anak Papa ini," puji Papa ketika Clara selesai meladeni permintaan foto dari beberapa penghuni mall tadi.

"Gak usah ngeledek, Pa," tukas Clara pura-pura merengut.

"Jangan cemberut, Papa traktir belanja es krim," bujuk Papa menarik tangan Clara ke salah satu tenant es krim yang berada di dekat mereka.

Sambil menikmati es krim, Papa dan Clara naik ke lantai tiga tempat restoran Jepang itu berada. Restoran cukup ramai saat ini karena memang sedang malam minggu. Namun status Clara yang seorang artis, ia selalu mempunyai privilege untuk situasi tertentu. Seperti saat ini, manajer restoran sendiri yang langsung mengantarkannya dan Papa ke meja kosong yang sengaja disediakan untuk tamu-tamu tak terduga.

"Silahkan, mau pesan apa?" tanya manajer itu sambil meletakkan dua buku menu.

Clara memandang Papa sejenak lalu mengembalikan buku menu tadi sambil tersenyum. "Pesan menu yang paling recommended di sini."

Drtt … Drtt… 

"Halo, siapa ya?" Clara menjawab panggilan masuk dari nomor yang tak dikenalnya.

"Clara. Ini Mas Bramana." Orang di seberang sana memperkenalkan diri. Nama yang tak asing di telinga Clara namun masih sedikit ragu. Saat orang itu menyebutkan beberapa judul film, barulah Clara yakin bahwa orang yang menelponnya sekarang adalah produser sekaligus sutradara papan atas.

"Astaga ada apa, Mas? Ada yang bisa dibantu?" tanya Clara deg-deg an. Dalam hati berharap yang terbaik.

"Clara mau main film gak? Saya ada satu judul film nih, yang cocok buat Clara." 

"Mau banget, Mas," sahut Clara sangat antusias. Matanya sampai berkaca-kaca mendengar tawaran dari Mas Bramana.

"Oke. Nanti Mas Bram hubungi lagi ya. Oh iya, kamu gak masalah dengan siapa aja nanti lawan mainnya kan?"

"Gak, Mas. Saya ngikut Mas Bram aja," kata Clara setuju.

Sayup-sayup terdengar percakapan dari Mas Bramana dan yang lain.

Gak sabar pengen liat Clara dan yang lagi naik daun itu main di film ini, pasti booming nih.

"Oke. Sampai ketemu, Cla." Panggilan terputus.

Clara tiba-tiba saja berpikir, dengan ucapan yang ia dengar tadi.

'Yang lagi naik daun? Jangan bilang dia ya' tebak Clara dalam hati. Satu nama yang sudah ada di otaknya namun enggan ia sebut. Takut akan jadi kenyataan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status