Share

Dia Lagi Dia Lagi

Clara baru saja keluar dari salah satu toko pakaian branded dan berniat hendak membeli segelas kopi di lantai dua. Membawa beberapa paper bag di tangannya, Clara tiba di depan gerai kopi yang tak terlalu ramai itu.

"Caramel macchiato dingin satu, Mbak," ucap Clara sambil mengeluarkan kartu debitnya.

"Ditunggu sebentar, Mbak Clara. Silahkan duduk dulu," ucap barista itu ramah.

Memilih duduk tak jauh dari meja kasir, Clara menatap sekitar ruangan yang hanya ada beberapa pengunjung. Begitu Clara melemparkan senyum pada sekumpulan anak muda yang sedang nongkrong, salah satu dari mereka datang dan mendekat.

"Boleh selfie?"

Clara mengangguk dan memasang senyum manisnya. Beberapa detik kemudian temannya yang lain ikut datang dan meminta foto juga. Bergantian satu per satu mereka mengucap terima kasih setelah selesai berfoto.

"Makasih, Mas," ucap Clara menerima pesanan kopinya. Mengeluyur begitu saja, Clara lupa paper bag belanjaannya tertinggal. Untung saja sekumpulan anak muda tadi langsung mengantarkan sebelum Clara jauh.

Hampir sampai di apartemen, Clara tiba-tiba menerima pesan dari dari Lisa yang memberi tahu kalau Papa masuk rumah sakit.

"Papa gak ada bilang, Lis. Kamu tau dari mana?" tanya Clara yang langsung menghubungi Lisa. Memastikan ulang.

"Ini aku di bengkel Papa kamu, Cla. Karyawan Papa kamu yang bilang waktu aku tanya mana Om Wisnu," jawab Lisa.

"Aku langsung ke rumah sakit, Lis. Tolong kamu nanti ke apartemen, bawain baju ganti aku ke rumah sakit," pinta Clara.

"Oke, Cla. Kamu hati-hati," pesan Lisa.

Memacu mobilnya sedikit kencang, Clara menuju ke rumah sakit tempat Papa dirawat sesuai dengan isi pesan dari Lisa.

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Clara mencoba menghubungi ponsel Papa namun tak ada respon. Membuat Clara semakin cemas. Ia segera memarkirkan mobilnya dan menanyakan ruang rawat Papa pada petugas jaga.

"Makasih, Mbak," sahut Clara begitu mendapatkan informasi ruang rawat Papa. Tampak beberapa perawat tadi berbisik membicarakan Clara.

Tanpa basa basi, ia langsung masuk ke ruangan tempat Papa dirawat.

"Papa, gak bilang kalau sakit!" seru Clara membuat Papa yang sedang menatap jendela kamar menoleh ke arah sumber suara.

"Cuma capek biasa, Cla. Papa gak mau ganggu aktivitas kamu," sahut Papa. Meski wajahnya pucat, Papa masih memaksakan diri untuk tersenyum.

Rasa bersalah perlahan melingkupi hati Clara. Ia merasa tak berguna menjadi anak. Tak bisa merawat dan berbakti pada Papa.

"Gak usah sedih, Clara. Papa baik-baik aja. Cuma penyakit orang tua. Kamu gak usah khawatir," kata Papa lagi mencoba menenangkan Clara yang telah meneteskan air mata.

"Clara minta maaf belum bisa jadi anak yang Papa harapkan," tangis Clara mencium tangan Papa.

"Kamu tetap anak Papa yang paling Papa sayangi, Cla." Papa mengusap kepala Clara lembut. Anak semata wayangnya itu meski sempat memberontak dan kabur-kaburan di awal menjadi artis, tapi ia tetap sayang. Semua tindak tanduk Clara di luar sana, baik buruk Clara semua ia tahu. Ia simpan sendiri karena yakin Clara sudah berubah.

***

"Om," sapa Lisa yang datang membawakan baju ganti dan makanan untuk Clara.

Papa hanya tersenyum 

"Cepat sembuh ya, Om. Ini saya bawain buah," kata Lisa.

Papa mengangguk.

"Cla, aku letakan di sini ya," kata Lisa pada Clara yang baru saja selesai menyuapi Papa makan. Lisa duduk di sofa sambil serius menatap layar ponselnya.

"Papa mau Clara kupasin buah?" tanya Clara.

"Nanti aja, Cla," sahut Papa singkat.

"Clara sama Lisa dulu ya, Pa." Clara menghampiri dan duduk di samping Lisa.

Menunjukkan layar ponselnya pada Clara, Lisa memperlihatkan beberapa pilihan rumah yang nantinya akan Clara kontrak.

"Kalau bisa kamu cari yang dekat rumah Papa, Lis," pinta Clara.

"Oke," sahut Lisa singkat. Ia menahan diri untuk tidak menanyakan alasan Clara, mengapa harus rumah yang dekat dengan rumah Papa, meski sebenarnya ia penasaran.

Menemani Clara hingga pukul setengah sepuluh malam, Lisa pamit pulang pada Papa dan Clara.

"Gak usah, Cla. Kamu temenin Papa aja," ucap Lisa menolak Clara yang berniat untuk mengantarkannya sampai bawah.

"Gapapa, Lis. Aku pengen sekalian ketemu perawat," sahut Clara beralasan.

Menutup pintu secara perlahan karena Papa telah tidur, mereka berdua menuju lift dan turun ke bawah.

"Kamu fokus sama Papa dulu, Cla. Biar aku atur ulang jadwal kamu," kata Lisa sebelum masuk ke dalam mobil.

"Iya, Lis. Makasih ya. Kamu hati-hati di jalan," pesan Clara.

Kembali masuk ke dalam rumah sakit, Clara berhenti di dekat ruang jaga perawat karena melihat dan mendengar suara tivi yang sedang menanyakan infotainment. Clara menatap seksama pada layar tivi.

'Itu kan waktu di restoran kemarin. Hah, sepupu? Cewek itu saudara sepupu dia' gumam Clara dalam hati. Siapa lagi kalau bukan Azka yang sedang berada di layar kaca.

"Selamat malam ada yang bisa dibantu, Mbak?" Seorang perawat menyapa Clara.

"Eh, malam. Saya mau tanya dokter yang merawat pasien atas nama Wisnu Prayogo siapa ya?" Clara mendekat.

"Pak Wisnu Prayogo?" ulang perawat itu.

"Iya, saya anaknya." Clara mempertegas.

"Dokter Halim, Mbak. Pak Wisnu ada sedikit masalah dengan lambung," kata pertama itu lagi.

"Lalu sekarang kondisinya gimana?"

"Besok bisa langsung ditanyakan dengan dokter saat visit di pagi hari, Mbak. Biar lebih jelas."

"Terima kasih." Clara melirik ke arah layar kaca yang masih menayangkan Azka, sebelum kembali ke kamar Papa.

Setibanya di kamar Papa, Clara berganti pakaian dan membaringkan diri di sofa. Sambil memainkan ponselnya, Clara sesekali melihat ke arah Papa yang terlihat sangat nyenyak tidur.

"Kenapa semua berita isinya dia sih?" rutuk Clara dalam hati saat membuka explore di media sosialnya, hanya pemberitaan Azka yang muncul. Menjauhkan ponselnya, Clara memejamkan mata mencoba untuk tidur. Baru beberapa menit, rasa kantuk datang menyerang hingga membuat Clara akhirnya tertidur. 

Tiba-tiba saja Clara terbangun dan mendapati dirinya berada di dalam hutan dengan pohon-pohon yang sangat tinggi dan semak belukar. Merasa bingung dan aneh, Clara berjalan perlahan dan sangat hati-hati melewati jalan yang penuh semak belukar itu. Terdengar suara begitu berisik yang membuat langkah Clara terhenti. Suara berisik yang menyamarkan suara desisan ular yang secara tiba-tiba telah melilit dan dengan cepat menggigit kakinya. Tak perlu waktu lama, Clara langsung terkulai lemah dan jatuh tak sadarkan diri.

"Cla, Clara." Membawa selang infus, Papa menghampiri dan mencoba membangunkan Clara.

"Clara," panggil Papa lagi. Setelah menggoyangkan badan Clara cukup lama, anaknya itu akhirnya bangun juga.

"Pa. Papa ngapain?" tanya Clara bingung melihat Papa yang sudah berdiri di sampingnya.

"Kamu yang kenapa? Ngigau gak jelas, keringatan kayak gini," kata Papa yang juga bingung.

Clara duduk dan mengikat rambutnya. Ia meraih tisu dan mengelap keringat di jidatnya.

"Clara mimpi digigit ular, Pa," ucap Clara.

"Berarti jodoh kamu sudah dekat, Cla," celetuk Papa santai.

"Ngomong apa sih, Papa?" Clara seolah tak Terima dengan ucapan Papa barusan. Ia berdiri dan mengajak Papa kembali ke tempat tidur karena dokter dan perawat telah datang untuk mengecek keadaan Papa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status