Home / Rumah Tangga / (BUKAN) Duda Biasa / 3. Pernikahan Tahu Bulat

Share

3. Pernikahan Tahu Bulat

Author: Rahmani Rima
last update Last Updated: 2023-09-26 11:47:41

Semua mengangguk setuju ketika papa-mama Alma dan mama dokter Adam menyepakati susunan acara pernikahan untuk esok hari.

“Ma! Kok nikahnya besok sih? Itu pernikahan apa tahu bulat?”

Mama melotot meminta Alma tutup mulut dan diam saja. Tapi bukan Alma namanya jika ia hanya diam saja seperti anak lain ketika mamanya sudah memintanya diam.

Adam, ya bilang saja calon suami Alma melirik gadis itu, dengan suara tenang ia berusaha untuk membuat calon istrinya tidak banyak protes, “Alma, aku gak ada waktu lagi buat nunggu. Jadwal operasi aku padet, dan besok kebetulan gak ada jadwal praktek di Rumah Sakit. Jadi kita bisa melangsungkan pernikahan besok.”

Alma menghembuskan nafasnya kencang, “Tapi gak besok dong, dokter Adam. Besok tuh... kurang dari dua puluh empat jam. Aku gak bisa ngapa-ngapain!”

“Emangnya kamu mau ngapain? Besok aja kamu tinggal duduk di prosesi ijab kabul, siangnya duduk di kursi pelaminan. Tenang aja, tamunya gak banyak kok, jadi kita gak akan berdiri lama-lama buat salaman sama tamu.”

Alma membuang muka dari Adam, ia berusaha mengatur nafasnya yang sesak karena adanya pernikahan ini terasa buru-buru dan dadakan sekali. Kalau benar besok acara pernikahannya, ia tidak akan memiliki waktu untuk foto prewedding dan menggelar bridal shower dengan sahabat-sahabatnya.

“Adam, ajak Alma ngobrol berdua dulu gih.” pinta tante Asry, mama Adam.

Adam mengangguk, “Alma, yuk.”

Meski enggan Alma berdiri juga. Adam mengangguk sopan pada mama dan papa ketika mereka melewati mereka yang asik ngobrol dengan anggota keluarga yang lain.

Adam berjalan membuntut di belakang Alma yang tampak masih sebal padanya. Mereka berhenti di pinggir kolam renang. Alma membalikkan badan untuk melihat calon suami dadakannya.

“Alma, aku minta maaf ya kalau adanya pernikahan ini terlalu mendadak buat kamu.”

Alma memberanikan diri menatap mata Adam sambil meremas kedua telapak tangannya gemas, “Mas dokter ini ngebet banget apa gimana sih? Besok itu... sebentar lagi banget. Kalo mas dokter emang udah gak sabar jadi suami aku, akhir bulan depan kek, jangan besok banget. Mas dok tau gak, aku tuh masih muda, untuk aku memutuskan mau menikah taun ini aja udah syukur, ini di ajak nikah besok. Pikirannya dimana sih?” 

“Loh, gak dadakan kok. Dari pihak aku kan udah kasih waktu selama tiga bulan. Mama kamu bilang kamu udah bersedia dan minta waktu untuk menggelar lamaran. Dadakannya dari mana?”

Mata Alma membulat kaget, “Hah? Minta waktu tiga bulan? Aku gak ngerasa di tanya-”

Bukannya melanjutkan ucapannya, Alma malah berjalan cepat menuju ruang keluarga untuk menginterogasi mama dan memintanya menjelaskan perihal ucapan Adam. Ia yakin diantara dua orang ini yang berbohong adalah mamanya.

“Ma! Aku mau minta penjelasan dari mama!” teriaknya kencang.

Mama yang di panggil berdiri dan menghampiri Alma. Karena malu mama menarik anak tunggalnya untuk kembali ke belakang rumah.

“Kamu tuh kenapa sih, malu tauk, teriak-teriak kayak di hutan.”

“Mama kenapa bohong sama aku?”

“Bohong apa?”

Alma menunjuk keberadaan Adam yang berdiri menatap keributan ibu dan anak ini, “Dia bilang sebenernya pihak mereka udah kasih waktu tiga bulan buat nikahin aku, tapi kenapa mama baru ngasih tau aku tadi pas aku baru bangun tidur tadi?”

Mama melirik Adam dan tersenyum maklum, lalu mengelus lengan Alma lembut, “Kamu tuh kalo ngomong ya pelan-pelan gitu loh, malu sama nak Adam”

“Kenapa malu? Dia kan mau jadi calon mantu mama!” teiaknya lagi tidak kapok.

Mama mencubit Alma, “Tapi gak teriak-teriak dong, kan belum nikahnya juga.” desis mama penuh penekanan.

“Aw! Sakit, ma!”

“Makannya pelan-pelan ngomongnya.”

“Iya-iya. Pelan nih. Sekarang jelasin ke aku kenapa mama bohong ke aku?” tanya Alma dengan wajah sedih.

“Karena mama mau hargain kamu. Mama mau kasih waktu buat si Rio-Rio itu serius sama kamu. Buktinya mana? Batang hidungnya aja gak pernah keliatan mampir kesini.”

“Kalo batang hidungnya doang yang kesini serem dong, ma. Kenapa badannya gak di ajak?”

“Itu kan pribahasanya. Coba liat, sampe hari ini aja dia gak berani datang kesini buat serius sama kamu. Paling dia lagi menjalin cinta lokasi sama temen kantornya.”

Alma terhenyak. Kenapa mama bisa bicara begitu ya? Jangan-jangan mama tau kalau pacarnya memang seperti menikmati kebersamaan dengan salah satu teman kantornya? Atau jangan-jangan mama ini cenayang yang bisa tahu apa yang di lakukan orang di luar?

“Kenapa diem? Bener kan omongan mama?”

Alma membuang muka, “Tau ah.”

“Kamu tuh harusnya berterimakasih sama mama udah pilihin jodoh paling ciamik begini. Adam ini bibit unggul, mama juga kenal baik orang tuanya. Jangan ngelawan kamu, kamu tuh anak satu-satunya, kalo kamu gak nurut mama mau berharap siapa lagi yang mau nurut sama mama papa?”

“Tapi gak besok juga dong, ma nikahnya. Akhir bulan depan aja gimana?”

“Kamu gak denger Adam tadi bilang apa? Besok dia gak ada jadwal praktek di Rumah Sakit, udah nurut aja. Bulan depan tuh kelamaan. Kalo Adam berubah pikiran gak mau nikahin kamu gimana?”

Alma melotot, ia juga melirik ke arah Adam yang mulai nyaman menyaksikan pertengkaran mereka, “Kan belum prewedding, ma-”

“Prewed aja kamu pikirin.”

“Tapi kan, ma prewedding itu penting.”

Belum mama membalas ucapan Alma, Adam menghampiri mereka, “Yuk prewedding sekarang.”

Mama tersenyum senang mendengar ajakan calon mantunya, “Tuh, sekarang katanya. Ayo kamu siap-siap. Mama telpon dulu fotografer langganan keluarga kita.”

Mama masuk ke dalam rumah untuk menelpon fotografer langganan keluarga mereka. Sedangkan Alma masih kaget karena Adam terlihat tanpa beban menghadapi acara pernikahan besok.

“Mas dokter serius gak mau ngundurin waktu pernikahan?”

Adam menggeleng, “Tadi di dalem kamu udah denger kan, kalo aku punya anak. Aku mau anak aku bisa cepet dapet kasih sayang dari mama barunya.”

Alma menunduk. Ia jelas mendengar dari calon mama mertuanya yang menyebutkan kalau Adam adalah duda beranak. Tapi ia tidak menyangka kalau Adam mengharapkannya bisa menjadi ibu sambung untuk anaknya itu. 

Meski ia tidak masalah dengan status duda yang di sandang Adam, karena cowok ini ganteng banget lengkap dengan pekerjaannya yang bagus sebagai dokter bedah spesialis Ahli Dalam, tapi ia takut tidak bisa menerima kehadian anak sambungnya itu.

Dulu ketika mereka pertama bertemu, Alma waktu itu masih kelas tiga SMA, Adam pun belum menikah dan baru setahun menjadi dokter Residen. Mereka memang sering di jodoh-jodohkan oleh sepupu-sepupunya yang lain, dan ia tidak merasa terganggu dengan ucapan ledekkan itu. 

Kini ia tidak menyangka Adam tanpa pikir panjang bersedia menikahinya yang terkenal bawel dan manja. Apakah ia tidak berpikir kehadirannya hanya akan memperkeruh suasana keluarga kecilnya yang sudah memiliki anak?

“Anak mas dokter berapa taun?” tanya Alma penasaran. Ya ia pasrah untuk menikah esok hari dengan lelaki di hadapannya. Ia akan berusaha menerima takdirnya, dari pada harus menunggu kepastian Rio yang sulit di prediksi kan? Mending menikah saja dengan yang pasti meskipun punya buntut hihi.

“Sebelas bulan.”

Alma melotot, “Masih kecil banget.”

Adam mengangguk. 

“Namanya siapa?”

“Namanya Belle.”

“Nama panjangnya Tinkerbelle ya?” tebaknya asal.

Adam tertawa, “Bukan.”

“Terus apa?”

“Belleza.”

“Laaah, nama type kulkas.”

Adam mengangguk-angguk. 

Alma jadi tidak enak sendiri, “Eh, maaf, maksudnya namanya bagus.”

“Makasih.”

“Ada fotonya gak?”

“Ada, sebentar.” Adam merogoh ponsel dari saku belakang celana bahannya. Ia menunjukkan Belle yang menjadi wallpaper ponselnya.

Alma mendekatkan dirinya ke badan Adam, “Mana-mana?”

Adam merasa ada getaran listrik yang menjalari tubuhnya ketika tubuh Alma merekatkan tubuhnya. Dress berwarna ivory tak berlengan itu membuat lengan Alma menempel pada lengannya. Ada gesekkan yang membuat jantungnya berdegup kencang.

“Wah rambutnya keriting, bagus banget.” puji Alma yang disambut senyuman dari Adam.

“Cantik ya?”

Alma tidak menjawab, ia malah menatap Adam. Ia berkata dalam hati, ‘terang aja lo bilang cantik, kan itu anak elo’. Jadinya ia hanya mengangguk mengamini ucapan Adam biar calon suaminya ini senang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • (BUKAN) Duda Biasa   196. HAPPY ENDING?

    Satu bulan kemudian...Alma merapikan kemeja Adam yang diberikan Virza sebagai bagian dari groomsmen. Adam terlihat sangat tampan karena aura wajah bahagianya keluar. Akhirnya, sahabat dunia akhiratnya, Virza mengakhiri masa lajangnya hari ini dengan satu perempuan yang amat ia sayangi.“Udah rapi, mas.”Adam mengangguk, “Sayang, nanti kita join honey moon sama Virza dan kakak, ya?”Alma menggebung dada bidang Adam, “Mas, aku belum pasang kb loh. Kalo kebablasan gimana? Ngurus Arick aja aku masih bingung.”Adam tertawa, “Sayang, ‘kan aku udah bilang biar aku aja yang pasang kb. Ada banyak pilihan ‘kan buat laki-laki?"“Mas, emang gak papa?”“Ya gak papa lah, yang apa-apa itu kalo kamu pasang tapi malah gak cocok. Perempuan itu udah banyak mengorbankan diri. Menstruasi, hamil, melahirkan, semuanya mengendalikan hormon ‘kan? Masa masalah kb yang bisa aku gantiin harus kamu yang ngerasain juga?”Alma mengangguk, “Ya udah, terserah kamu.”“Aku udah konsul kok seminggu kemarin sam

  • (BUKAN) Duda Biasa   195. Pura-Pura Marah

    Alma menggedor pintu rumah Arden dengan kencang. Adam yang berdiri dibelakangnya hanya diam saja karena tidak tahu sesakit apa perasaan istrinya begitu mendengar ucapan pak Bowo tadi dirumahnya mengenai Arden yang akan menikah tanpa memberi tahunya.Ceklek.“Alma, Adam?” Arden menatap Alma dan Adam datar.Alma mendorong tubuh Arden agar bisa masuk ke dalam rumahnya. Ia berjalan cepat mencari seseorang yang mungkin sengaja sembunyi begitu tahu ia datang.“Audy! Audy!”Audy yang sedang bermain salon-salonan dengan Belle di ruang tivi terperanjat kaget melihat kedatangan dan suara menggelegar Alma, “Alma?”“Apa?’Audy beringsut berdiri sejajar dengan Belle yang seolah sama kagetnya melihat Alma.“Mami?”Alma melirik ke arah Belle yang belepotan dengan lipstik mainannya. Rambutnya yang sudah keriting tertempel roll rambut seperti ibu kost yang membuatnya tidak kuat untuk pura-pura marah.“Hahahaha.”Audy dan Belle, serta Adam dan Arden yang baru sampai dengan suster Tiwi yang m

  • (BUKAN) Duda Biasa   194. Kejutan

    “Kamu habis besuk Mario?”Alma mengangguk.“Ayo duduk sebentar, ada yang mau om sampaikan sama kamu dan suami. Mari Adam.”Adam memberikan Arick pada suster Tiwi, “Sus, tunggu di mobil aja, kasian Arick kepanasan. Ini kunci mobilnya.”“Baik, pak, permisi, kak, pak.”Semua mengangguk.Adam menggandeng Alma untuk duduk diruang tunggu yang sedang kosong di lobi ruangan polres.“Gimana kabar kamu?” tanya om Indra setelah mereka bertiga duduk.“Baik, om. Aku... dibantu pemulihan dengan obat dari psikiater sih.”Om Indra membetulkan kaca matanya, “Kamu hebat karena sudah bertahan di situasi sulit itu.”“Iya, om.”“Oyah, persidangan Mario akan digelar minggu depan. Kamu gak perlu ikut kalo gak sanggup memberikan kesaksian. Ibu Ratih aja cukup.”Alma melirik Adam.Adam menggenggam tangan Alma, “Om Indra bener, kalo kamu gak sanggup, kamu gak perlu maksain diri.

  • (BUKAN) Duda Biasa   193. Menjenguk Mario

    Adam membukakan pintu mobil untuk Alma yang tengah menggendong Arick. Begitu sampai di depan polres yang memenjarakan Mario sementara karena ulahnya, Arick terus menangis. “Mas, apa aku gak perlu ikut masuk ya?” Adam diam sejenak lalu menatap suster Tiwi yang berdiri dekat mereka, “Arick biar sama suster Tiwi aja. Nanti kalo Arick udah tenang boleh dibawa ke dalem, takutnya Mario pengen liat.” Alma mengangguk. Ia memberikan Arick pada suster Tiwi, “Sus, kita masuk dulu ya.” “Iya, kak Alma, silakan.” Alma menggandeng lengan Adam dan berjalan pelan ke dalam pelataran polres. Alma merasa bulu kuduknya berdiri ketika masuk. Ini pertama kalinya ia datang kesini, dan semoga untuk terakhir kalinya. Karena tidak terbayang bagaimana mentalnya yang belum stabil jika harus kembali datang kesini. “Selamat siang, pak, ada yang bisa kami bantu?” tanya seorang personil polisi yang menjaga di meja depan. “Pagi. Saya ingin bertemu dengan pelaku penculikkan dan penganiaya istri saya, namanya Mar

  • (BUKAN) Duda Biasa   192. Kepincut?

    Pov AudyAudy berjalan pelan ketika tangannya sibuk membawa banyak paper bag pesanan Alma. Temannya yang satu itu memang senang membuatnya kewalahan. Alma memintanya membelikan banyak makanan dan pernah-pernik untuk dipakainya diruang rawat inap karena belum bisa pulang hari ini, karena kondisinya yang harus dalam bawah pengawasan dokter.“Emang bener-bener si Alma. Awas aja kalo gue nanti lahiran, gue bakal lebih ngerepotin elo!”Seseorang tertawa dibelakangnya, membuat Audy membalikkan badan. Ia berhenti dan menatap orang itu, “Ini mas Adam atau dokter Arden?”“Menurut kamu?”Audy membuang nafas pelan, “Dokter Arden.”Arden memegang dua bahu Audy dan menyeretnya ke pinggir agar tidak menghalangi mobilitas lorong menuju ruang perawatan, “Mau kemana?”“Mau kasih pesenan tuan puteri.”Arden menatap banyak paper bag yang Audy bawa, “Jangan sekarang.”“Kenapa?”“Adam lagi dinas.”“Aku perlunya sama Alma, bukan sama mas Adam.”“Kan saya bilang Adam lagi dinas.” tutur Arden pen

  • (BUKAN) Duda Biasa   191. Tidak Jadi Benci

    Alma dan Adam saling lirik. Mereka menatap Sezan yang tersenyum manis seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa belakangan ini. “Sezan?” mama yang sedang memangku Arick melirik Sezan tidak suka. Mama takut kehadiran Sezan membuat Alma yang belum sembuh benar bisa stress. “Tante, aku boleh masuk?” Mama melirik Alma, Alma malah melirik Adam. Ia tidak tahu harus bagaimana. Tampak Virza melongokkan kepalanya dibelakang tubuh Sezan, ia mengangguk meminta Alma dan Adam mengizinkan Sezan masuk. “Boleh, sini masuk, Zan.” pinta Alma. Sezan masuk, ia melewati papa yang masih berdiri kaget di dekat pintu. Ia langsung menghampiri Alma yang tengah duduk diranjang, “Aku turut seneng sama kelahiran bayi kamu. Selamat ya, Ma.” Alma mengangguk. Kedatangan Sezan kesini baik-baik, maka ia harus tetap bersikap baik padanya. Kecuali kalau Sezan mulai membuat kegaduhan, ia tak segan mengusirnya dengan kasar. Virza yang seda

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status