Home / Rumah Tangga / (BUKAN) Duda Biasa / 2. Anak Teman Mama yang Bonafit

Share

2. Anak Teman Mama yang Bonafit

Author: Rahmani Rima
last update Huling Na-update: 2023-09-26 11:46:21

“Alma, udah siap belum dandannya?” mama main nyelonong saja saat Alma sedang memperhatikkan wajahnya di depan meja rias.

Alma menengok ke arah mama yang sudah cantik mengenakan kebaya brokat berwarna merah lengkap dengan rok batiknya. Rambutnya juga sudah di sanggul seperti istri-istri pejabat yang sering ia lihat di acara HUT RI di televisi.

“Mama mau kemana kok-?”

Belum selesai bertanya, mama sudah melotot ke arah Alma, “Kamu ngapain aja dari tadi? Kok muka kamu masih polosan sih?”

“Emang kita mau kemana sih, ma? Bukannya mama bilang tadi anak temen mama mau kesini, kenapa harus terlalu bergaya?”

“Kamu itu, mau di manapun kita harus tetep dandan cantik dong, Ma, buat menghargai tamu yang dateng. Masa gitu aja mama harus jelasin?”

“Ya aku setuju andaikan mama cuma pake baju dress doang terus dandan tipis-tipis. Kalo ini mah bukan cantik aja mah, tapi heboh. Kayak mau ke Istana Negara tau gak?”

“Mulut kamu itu loh, kayak gak pernah mama didik. Masa mama cuma pake baju dress biasa di acara lamaran anak tunggalnya?”

Alma melotot, ia berdiri dan menatap mama tak percaya, “Apa? Lamaran? Mama kan tadi cuma bilang ketemu anak temen mama, bukan lamaran.”

“Udah, diem kamu. Sekarang dandan terus keluar, ketring udah siap tuh. Masa calon mantennya malah bengong mikirin pacarnya yang gak punya harapan buat di jadiin suami.”

“Ma! Jangan ngomong gitu sama Rio!”

“Loh, emang kenyataannya gitu kan? Empat tahun kamu pacaran sama dia, mama sama papa gak pernah ngerasain martabak yang dia bawa. Orang anaknya kalo mau jemput kamu aja diem di ujung kompleks kan? Masa cowok kayak gitu mau kamu jadiin suami sih! Jelas-jelas dia gak pantes jadi suami kamu.”

Alma tak menjawab ucapan mama. Semua yang mama katakan memang fakta kok, mau di apakan lagi. Ia juga sebenarnya tidak tahu kenapa Rio tidak pernah mau mampir ke rumah untuk bertemu mama dan papa apalagi membawa martabak seperti keinginan mama.

“Udah, jangan ngelamun kamu. Cepet dandan. Kalo nanti pas mama kesini lagi muka kamu masih polos, awas aja! Mama tepungin muka kamu!”

“Di tepungin? Emang aku mau di goreng apa, ma?”

“Ya itu kalo kamu gak mau dandan.”

“Gak usah lah mah, dandan gitu. Ini acara lamaran kan? Aku ketemu orangnya aja gak pernah, ma, jadi biarin dia sama orangtuanya tau kondisi muka aku tanpa make up.”

“Ngawur kamu! Mau ke minimarket depan aja kamu dandannya pol-polan kayak mau ikut lomba Abang None, giliran mau ketemu calon suami gak mau dandan. Cepetan!”

Mama keluar kamar dan menutup pintu kamarnya seperti tadi.

Tak ada yang bisa Alma lakukan lagi selain mulai mendempul wajahnya dengan puluhan make up yang ia miliki. Meski tidak tahu dengan siapa lamaran ini akan di gelar, tapi ia harus tetap berdandan cantik.

Sambil menggosok mukanya saat memakai primer, sebelah tangan Alma memainkan ponselnya untuk melihat apakah pesannya sudah di balas oleh Rio atau belum. Ternyata belum. Bahkan pesannya tidak di baca sama sekali, padahal tadi ia mengiriminya chat sebelum mandi. Dan saat itu Rio sedang istirahat di jam makan siang.

“Rio kemana sih. Tiap gue tanya hal-hal berbau serius dia gak pernah mau bales. Giliran gue bahas yang lain cepet nyautnya.”

Alma menggeser menu hingga ia bisa melihat story Rio. Ia men tapnya dan melihat pacarnya sedang berpose berdua dengan teman kerja perempuannya saat makan siang. Jarak duduk mereka dekat sekali bahkan tak ada jeda.

Alma menlock ponselnya dan melemparnya ke atas kasur. Dadanya terasa nyeri melihat postingan itu. Rio sadar tidak sih kalau ia sebagai pacarnya bisa melihat postingan itu? Jangan-jangan dia sengaja karena kesal padanya yang terus menagih keseriusan?

Dengan perasaan galau Alma mulai memakai serangakaian makeup yang biasa ia pakai ke kondangan. Tidak butuh waktu lama untuknya yang biasa makeup untuk menyelesaikan dandanan yang mama minta. Kini ia sudah siap dan tengah menatap wajahna di cermin.

Ia bersumpah dalam hati, jika benar Rio benar seperti apa yang mama bilang sebagai orang yang tidak pantas menjadi suami, maka ia akan balas dendam dengan menikah dengan anak teman mama itu.

“Eh, apaan sih, kalo bentukkan anak temen mama aneh gimana?” Alma menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kalo dia cakep dan bonafit sih ayo. Gue bakal mau nikah sama dia, biar bisa beliin mama sama papa martabak yang banyak. Mabok-mabok deh tuh si mamah.”

“Alma!” mama membuka pintu sekaligus. Matanya super melotot melihat anak tunggalnya.

“Mama kenapa melotot? Mama liat hantu?”

Mama menghampiri Alma dan berdiri di belakang tubuhnya. “Kamu cantik banget.”

Alma tersenyum. Dari cermin ia bisa melihat dirinya dan mama tersenyum bersama di sana.

“Cantik lah, cantikkan aku malah dari mama.”

Mama menepuk lengan Alma, “Kamu tuh.”

Alma tertawa, “Gak mau ngalah banget sih sama anaknya.”

“Ya intinya mama tercantik di rumah ini.”

“Wlee, kesel banget.”

“Ya udah yuk keluar.”

Alma menahan lengan mama yang memegangi kedua bahunya, “Bentar, ma.”

“Kenapa lagi? Itu orangnya udah ada.”

“Aku tuh sebenernya udah ketemu dia belum sih, ma?”

“Udaaah.”

“Yang mana sih orangnya?”

“Nanti juga kalo udah liat kamu inget.”

“Cakep, ma?”

Mama tertawa.

Alma mengernyit, “Ma! Jelek ya? Mirip om Gadun?”

“Om Gadun siapa? Temen papa?”

Alma tertawa.

“Kamu tuh, orang tua nanya tuh ya jawab, kok malah ketawa.”

“Mama juga tadi kayak gitu ke aku.”

“Kamu kan bukan orang tua.”

“Ih, gak mau ngalah banget sih, Maaa.”

“Yuk, keluar sekarang.”

Alma mengangguk. Ia berdiri dan berjalan sambil melendot manja di lengan mama. Mereka berjalan melewati lorong rumah yang panjang dan penuh dengan hiasan berupa bunga-bunga.

“Kamu gak pake kebaya cantik juga.” puji mama.

“Maaa, kenapa harus pake kebaya sih ceritanya, ini juga bagus kan?”

“Bagus. Tadi keliatan jelek soalnya muka kamu polos.”

Alma melirik mama, “Kalo sekarang penuh toping jadi cantik?”

“Hahaha, kamu tuh bercanda mulu, udah ah.”

Mama dan Alma menuruni anak tangga yang pegangan tangganya penuh dengan bunga mawar putih.

Alma melirik mama lagi, “Ma, ini kok banyak hiasan gini sih?”

“Ya masa anak tunggal mama mau lamaran, rumah polos aja?”

Alma tak menjawab lagi. Matanya menangkap sosok tak asing yang duduk meliriknya turun dari tangga. Itu kan dokter Adam?

Mama dan Alma baru sampai di ujung tangga. Papa yang sudah duduk bersama calon besan, hehe, ya sebut saja begitu langsung berdiri menyambut kedatangan istri dan anak tunggalnya yang cantik.

“Pa?”

“Kamu cantik banget.”

Alma tersenyum. Papa dan mama mengapit dan menuntunnya ke arah kursi sebelah dokter Adam yang sudah di hias sedemikian rupa. Dari sebelum duduk hingga kini sudah bersanding dengan manusia tampan brewok berwajah bule mewarisi wajah almarhum ayahnya, tatapan Alma tak lepas dari sosok ini.

“Alma, apa kabar?”

Bukannya menjawab, Alma malah tersenyum, lama-lama senyumnya berubah menjadi tawa kecil.

“Kalo kayak gini kan enak, calon suaminya bonafit.” ucapnya dengan suara kencang.

“Alma, kamu ngomong apa?” tanya mama dengan suara tak kalah kencang.

Alma melirik mama yang memberikkannya tatapan bombastic side eyes. Ia hanya bisa tersenyum dan mengangguk mohon maaf ke arah calon suami dan calon mertuanya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • (BUKAN) Duda Biasa   196. HAPPY ENDING?

    Satu bulan kemudian...Alma merapikan kemeja Adam yang diberikan Virza sebagai bagian dari groomsmen. Adam terlihat sangat tampan karena aura wajah bahagianya keluar. Akhirnya, sahabat dunia akhiratnya, Virza mengakhiri masa lajangnya hari ini dengan satu perempuan yang amat ia sayangi.“Udah rapi, mas.”Adam mengangguk, “Sayang, nanti kita join honey moon sama Virza dan kakak, ya?”Alma menggebung dada bidang Adam, “Mas, aku belum pasang kb loh. Kalo kebablasan gimana? Ngurus Arick aja aku masih bingung.”Adam tertawa, “Sayang, ‘kan aku udah bilang biar aku aja yang pasang kb. Ada banyak pilihan ‘kan buat laki-laki?"“Mas, emang gak papa?”“Ya gak papa lah, yang apa-apa itu kalo kamu pasang tapi malah gak cocok. Perempuan itu udah banyak mengorbankan diri. Menstruasi, hamil, melahirkan, semuanya mengendalikan hormon ‘kan? Masa masalah kb yang bisa aku gantiin harus kamu yang ngerasain juga?”Alma mengangguk, “Ya udah, terserah kamu.”“Aku udah konsul kok seminggu kemarin sam

  • (BUKAN) Duda Biasa   195. Pura-Pura Marah

    Alma menggedor pintu rumah Arden dengan kencang. Adam yang berdiri dibelakangnya hanya diam saja karena tidak tahu sesakit apa perasaan istrinya begitu mendengar ucapan pak Bowo tadi dirumahnya mengenai Arden yang akan menikah tanpa memberi tahunya.Ceklek.“Alma, Adam?” Arden menatap Alma dan Adam datar.Alma mendorong tubuh Arden agar bisa masuk ke dalam rumahnya. Ia berjalan cepat mencari seseorang yang mungkin sengaja sembunyi begitu tahu ia datang.“Audy! Audy!”Audy yang sedang bermain salon-salonan dengan Belle di ruang tivi terperanjat kaget melihat kedatangan dan suara menggelegar Alma, “Alma?”“Apa?’Audy beringsut berdiri sejajar dengan Belle yang seolah sama kagetnya melihat Alma.“Mami?”Alma melirik ke arah Belle yang belepotan dengan lipstik mainannya. Rambutnya yang sudah keriting tertempel roll rambut seperti ibu kost yang membuatnya tidak kuat untuk pura-pura marah.“Hahahaha.”Audy dan Belle, serta Adam dan Arden yang baru sampai dengan suster Tiwi yang m

  • (BUKAN) Duda Biasa   194. Kejutan

    “Kamu habis besuk Mario?”Alma mengangguk.“Ayo duduk sebentar, ada yang mau om sampaikan sama kamu dan suami. Mari Adam.”Adam memberikan Arick pada suster Tiwi, “Sus, tunggu di mobil aja, kasian Arick kepanasan. Ini kunci mobilnya.”“Baik, pak, permisi, kak, pak.”Semua mengangguk.Adam menggandeng Alma untuk duduk diruang tunggu yang sedang kosong di lobi ruangan polres.“Gimana kabar kamu?” tanya om Indra setelah mereka bertiga duduk.“Baik, om. Aku... dibantu pemulihan dengan obat dari psikiater sih.”Om Indra membetulkan kaca matanya, “Kamu hebat karena sudah bertahan di situasi sulit itu.”“Iya, om.”“Oyah, persidangan Mario akan digelar minggu depan. Kamu gak perlu ikut kalo gak sanggup memberikan kesaksian. Ibu Ratih aja cukup.”Alma melirik Adam.Adam menggenggam tangan Alma, “Om Indra bener, kalo kamu gak sanggup, kamu gak perlu maksain diri.

  • (BUKAN) Duda Biasa   193. Menjenguk Mario

    Adam membukakan pintu mobil untuk Alma yang tengah menggendong Arick. Begitu sampai di depan polres yang memenjarakan Mario sementara karena ulahnya, Arick terus menangis. “Mas, apa aku gak perlu ikut masuk ya?” Adam diam sejenak lalu menatap suster Tiwi yang berdiri dekat mereka, “Arick biar sama suster Tiwi aja. Nanti kalo Arick udah tenang boleh dibawa ke dalem, takutnya Mario pengen liat.” Alma mengangguk. Ia memberikan Arick pada suster Tiwi, “Sus, kita masuk dulu ya.” “Iya, kak Alma, silakan.” Alma menggandeng lengan Adam dan berjalan pelan ke dalam pelataran polres. Alma merasa bulu kuduknya berdiri ketika masuk. Ini pertama kalinya ia datang kesini, dan semoga untuk terakhir kalinya. Karena tidak terbayang bagaimana mentalnya yang belum stabil jika harus kembali datang kesini. “Selamat siang, pak, ada yang bisa kami bantu?” tanya seorang personil polisi yang menjaga di meja depan. “Pagi. Saya ingin bertemu dengan pelaku penculikkan dan penganiaya istri saya, namanya Mar

  • (BUKAN) Duda Biasa   192. Kepincut?

    Pov AudyAudy berjalan pelan ketika tangannya sibuk membawa banyak paper bag pesanan Alma. Temannya yang satu itu memang senang membuatnya kewalahan. Alma memintanya membelikan banyak makanan dan pernah-pernik untuk dipakainya diruang rawat inap karena belum bisa pulang hari ini, karena kondisinya yang harus dalam bawah pengawasan dokter.“Emang bener-bener si Alma. Awas aja kalo gue nanti lahiran, gue bakal lebih ngerepotin elo!”Seseorang tertawa dibelakangnya, membuat Audy membalikkan badan. Ia berhenti dan menatap orang itu, “Ini mas Adam atau dokter Arden?”“Menurut kamu?”Audy membuang nafas pelan, “Dokter Arden.”Arden memegang dua bahu Audy dan menyeretnya ke pinggir agar tidak menghalangi mobilitas lorong menuju ruang perawatan, “Mau kemana?”“Mau kasih pesenan tuan puteri.”Arden menatap banyak paper bag yang Audy bawa, “Jangan sekarang.”“Kenapa?”“Adam lagi dinas.”“Aku perlunya sama Alma, bukan sama mas Adam.”“Kan saya bilang Adam lagi dinas.” tutur Arden pen

  • (BUKAN) Duda Biasa   191. Tidak Jadi Benci

    Alma dan Adam saling lirik. Mereka menatap Sezan yang tersenyum manis seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa belakangan ini. “Sezan?” mama yang sedang memangku Arick melirik Sezan tidak suka. Mama takut kehadiran Sezan membuat Alma yang belum sembuh benar bisa stress. “Tante, aku boleh masuk?” Mama melirik Alma, Alma malah melirik Adam. Ia tidak tahu harus bagaimana. Tampak Virza melongokkan kepalanya dibelakang tubuh Sezan, ia mengangguk meminta Alma dan Adam mengizinkan Sezan masuk. “Boleh, sini masuk, Zan.” pinta Alma. Sezan masuk, ia melewati papa yang masih berdiri kaget di dekat pintu. Ia langsung menghampiri Alma yang tengah duduk diranjang, “Aku turut seneng sama kelahiran bayi kamu. Selamat ya, Ma.” Alma mengangguk. Kedatangan Sezan kesini baik-baik, maka ia harus tetap bersikap baik padanya. Kecuali kalau Sezan mulai membuat kegaduhan, ia tak segan mengusirnya dengan kasar. Virza yang seda

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status