Share

Bab 101 Curiga

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-07-05 15:54:02

"Selamat pagi! Hari ini cerah ya?" guman Rere sambil menghela nafas keluar dari tenda dan menatap pegunungan indah yang menghantar di depannya.

Langit Gending memang perlahan berubah warna. Sisa malam menyusup di balik kabut tipis yang menari-nari di pucuk pepohonan. Udara dingin menyelimuti perkemahan kecil di kaki gunung, namun api unggun yang masih menyala menjadikan pusat kehangatan bagi para pendaki.

Dari tenda-tenda berjejer itu, beberapa sudah tampak lengang. Beberapa lainnya masih menyisakan suara obrolan pelan dan derik kantong tidur.

Tak lama semua keluar. Meraka mulai berjalan.

"Berapa kilometer sampai puncak?" tanya Nikita sambil menyeka keringat di pelipis.

"Empat koma dua. Tapi naik terus. Jadi jangan harap kaki kalian baik-baik saja setelah ini," jawab Ragil dengan nada bercanda.

Dafin yang berjalan di depan tertawa. "Makanya latihan dulu. Bukan cuma dandan pas mau naik gunung."

Nikita melemparkan tatapan sinis, lalu menyusul langkah Dafin. Di belakang mereka, Nabil ber
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bqb 108. Menguak tabir

    Nabil terpaku. Wajahnya menegang, dada seperti tertimpa batu. “Kamu bilang apa tadi?” Dia mendekat ke ranjang Edward, tk percaya dengan apa ayng baru saja dia dengar. Lelak yang telah menyelamatkannya itu ternyata malah menjadi penghancur terbesar dalam hidupnya."Kenapa tidak kamu taruh saja racun serangga agar kami mati bersama?"Nabil menendang kursi di depannya. Lalu makin mendekat. Dia berusaha mencekik leher Edward sampai sebuah panggilan menyadarkannya."Ya,.ya,.. ya, ya,...""Kenapa kamu lakukan?" bentaknya.Edward mengambil nafas setelah tersengal, matanya basah. “Aku... aku iri. Aku yang mencintai Keya sejak dia datang di ospek itu. Tapi, tiba-tiba saja kamu yang sering ikut lomba bersamanya yang kemudian datang merebutnya. Aku sakit hati. Tapi bener, setelah aku tahu kondisi Keya yang sekarang dimadu, aku nyesel, Bil. Aku salah. Sumpah."Nabil berdiri. Tubuhnya gemetar. "Aku pikir dengan menaruh itu, hidup kalian akan hancur. Cita-cita yang kalian agung-agungkan akan pergi.

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 107. Maling

    "Buset!" Liam mengumpat pelan begitu melihat Dania yang memarkir motor maticnya di depan garasi, lalu melangkah menuju teras. Sepatu kerja yang biasa ia pakai masih menempel di kaki, tas kecil tersampir di pundaknya, dan wajahnya terlihat penat, walau sisa make up yang dia pakai masih melekat dengan sempurna di wajah cantiknya.Keya yang mendengar suara motor tadi langsung panik. Ia buru-buru mencari bajunya yang sempat dibuang sembarangan oleh Liam dan menyambar selimut tipis untuk menutupi tubuhnya."Kak... cepat! Keluar!" bisik Keya tegang sambil mendorong Liam pelan dari kamar."Aku belum pakai baju, Ey."Keya terkikik di sela gugupnya. Dibiarkannya Liam memunguti bajunya yang tergeletak di lantai kamarnya sambil masih berguman kesal. ""Aku nggak ngapa-ngapain, Ey. Aku nggak selingkuh atau pakai istri orang. Kamu istri aku. Kenapa jadi kayak aku curi-curi begini? Ngerasa kayak maling di rumah sendiri.""Kak... tolong, jangan sekarang menggerutunya. Aku nggak mau ada ribut lagi di

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 106. Terusik

    "Aduh, sakit, Nak... pelan-pelan, ya..."Suara Bu Maryam terdengar parau namun tetap lembut. Keya menggenggam tangan wanita itu erat, menatap wajah ibunya Liam dengan penuh iba. Sudah dua puluh menit lebih mereka berada di ruangan sempit beralas tikar anyaman bambu itu. Seorang pria masih muda, bertubuh kurus dan berambut putih, sedang memeriksa lengan kanan Bu Maryam dengan penuh kehati-hatian."Sedikit lagi, Bu... tahan sebentar..."Tukang pijat yang dipanggil Pak Ang itu menghela napas dalam-dalam. Tangannya bergerak pelan, namun pasti. Sesekali terdengar suara sendi bergeser, membuat Bu Maryam meringis, matanya terpejam menahan perih.Liam yang duduk yak jauh dari situ, tak bisa menyembunyikan rasa bersalah di wajahnya. Matanya memerah, dan ia terus memijit pelipis. Keya meliriknya sesekali, lalu kembali menatap ibu itu."Sudah sejak tadi tangan kanan beliau terasa sakit?" tanya Pak Ang tanpa melepas fokus dari pekerjaannya."Iya, Pak... Pagi tadi masih bisa digerakkan, tapi makin

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 105. Aku yang,..

    "Ambulan sudah sampai! Cepat, angkat dia pelan-pelan!"Suara Genta menggelegar, memecah hening pagi di pos Lembah Gending. Dua orang berseragam SAR membantu tim medis memindahkan Edward ke atas tandu khusus. Wajah Edward pucat, kelopak matanya setengah terbuka. Nafasnya pelan, namun stabil.Ragil membantu menata ulang perlengkapan. "Biar aku bawa sepedamu, Bil. Biar kamu ikut dia sampai rumah sakit."Nabil mengangguk. "Terima kasih, Gil. Hati-hati, ya. Sampaikan ke semua, aku kabari nanti."Rere memandangi Edward yang sudah terbaring di dalam ambulan. "Aku ikut, ya. Aku mau pastikan dia nggak sendirian.""Kamu nggak capek, Re?" tanya Nabil"Enggak. Aku juga mau pastikan dia akan baik-baik saja."Genta menepuk bahu Nabil. "Kami langsung beresin tenda dan bawa barang ke Gresik. Kalau perlu bantuan logistik, kabari.""Ok, terimakasih ya."Saat itu Ragil menepuk pundak Nabil. "Seharusnya aku yang kini di mobil, aku ngerasa bersalah selama ini mencurigai dia.""Sudahlah, Gil. aku longgar k

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 105. Sampai kapan?

    Sheryn masih saja menangis saat pintu terbuka. Bibirnya masih mengguman, "Ya... ya..."Liam menatap anak itu prihatin. "Kenapa ya, dia kok rewel? Nggak pernah seperti ini sebelumnya.""Nggak tahu, Kak.""Sayang, kenapa?" Liam berusaha menjulurkan tangannya.Sheryn menggeleng, lalu bersandar ke bahu ibunya. Matanya sembab. Ujung lidahnya menjulur pelan, memanggil dengan suara paling lirih yang pernah didengar Keya."Ya... ya... Ya, yah...""Panggil Ayah ya, Nak? Ayo, sini,.. Ayah gendong."Tapi Sheryn malah menyingkirkan tangan Liam. Liam menjadi bingung.Keya memejamkan mata."Maaf, Kak,..bukan kamu yang dia maksud," bathinnya lirih dan merasa tak tega melihat Liam yang seolah kebingungan dan masih membujuk Sheryn agar mau dia gendong.Liam menghela nafas, "Kalau nggak mau sama Ayah, ya sudah,.. Nak. Tapi jangan terus menangis, kasihan Bunda kamu kecil, nggak kuat bawa kamu yang makin gendut."Mendengar itu anak kecil itu seolah mengerti. Dia lalu menggapai ke arah Liam."Anak pintar

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 104. Menebus

    "Tolong!!"Suara Nabil menggema menembus dinginnya udara pegunungan. Teriakan itu menusuk ke tulang, membuat nyali Rere dan Ragil yang masih berpencar turun ke perut. Jantung mereka berdetak kencang."Itu suara Nabil!" pekik Rere, matanya membelalak.Ragil yang berada lebih dekat langsung menoleh ke arah suara. Langkahnya terhenti sejenak. Dia mencoba mencerna arah datangnya teriakan itu, lalu segera berlari melintasi batu-batu besar dan pohon cemara yang menjulang.Sementara itu, di sisi curam tebing barat, tubuh Nabil tergantung hanya dengan satu tangan mencengkeram akar pohon yang menyembul dari dinding tanah. Napasnya berat. Kakinya mengayun di atas jurang menganga. Hanya beberapa detik saja, jika cengkeramannya lepas, tubuhnya akan meluncur bebas ke dasar lembah."Ya Allah..." desah Nabil sambil mencoba mengayunkan kakinya mencari tumpuan.Namun tanah yang baru diinjaknya tadi memang rapuh. Tebing itu sudah sejak lama dianggap jalur paling rawan. Dan sekarang dia terjebak di ujun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status