Share

Bab 46 Ketakutan

Penulis: HaniHadi_LTF
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-05 20:55:02

Semarang menyambut dengan udara yang sedikit lebih hangat dari Surabaya. Tapi di balik panasnya, ada sesuatu yang berbeda—getaran kota yang memanggil, menggoda, menguji.

Dari stasiun, mereka naik taksi menuju kompleks pendidikan Akpol. Jalanan ramai, kendaraan berseliweran seperti semut tergesa-gesa. Sepanjang perjalanan, Nabil dan Rere lebih banyak diam. Masing-masing sibuk dengan pikirannya.

Saat mobil berbelok ke gerbang utama kompleks, mereka saling melirik. Di balik pagar tinggi dan tembok kokoh, berdiri bangunan besar bergaya kolonial, bendera merah putih berkibar gagah. Patung taruna berdiri tegap di tengah halaman luas berlapis aspal, menatap ke depan seakan tak kenal lelah.

Mobil berhenti. Seorang petugas berseragam menyapa sopan dari pos.

"Calon taruna ya? Silakan masuk. Hari ini banyak yang datang untuk pendaftaran awal."

Nabil mengangguk. "Iya, Pak. Terima kasih."

Begitu turun, suara komando terdengar dari kejauhan. Sekelompok taruna senior sedang latihan di lapangan. Lang
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 219. Harapan

    "Kak, jangan lupa kasih susu buat Sheryn," suara Keya terdengar lemah dari ruang tengah. Ia masih duduk bersama Bi Ira yang sejak pulang tadi menghiburnya."Iya, Sayang," jawab Liam sambil masuk ke dapur. Tangannya cekatan menuang susu bubuk ke gelas, menambahkan air hangat, lalu mengaduk pelan. Aroma manis segera menguar.Sheryn berlari kecil ke arahnya, pipinya memerah. "Ak au, Yah," katanya cadel, sambil menggeleng kuat-kuat. "Da ikin Yah Abil."Liam tertegun. Gelas di tangannya hampir tumpah. "Sheryn... tapi kan sudah tadi dibikinno Ayah Nabil," suara Liam tercekat, "sekarang Sheryn minum ini dulu, ya."Sheryn mencebik, tetap menolak. Ia melompat ke pangkuan Bi Ira. "Ak au. Da Yah Abil."Keya yang duduk di ruang tengah menghampiri Liam. Lalu menepuk bahu Liam lembut. "Udah, Kak, biarin nggak mau, anak kecil kan ngomongnya suka polos. Jangan dihiraukan."Liam memaksa senyum, menaruh gelas itu di meja. "Ya sudah, tapi awas lho, ya,. kalau panggil Ayah minta susu," ucap Liam antara

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 218. Jangan sia-siakan dia!

    "Kak, kamu aja yang turun ya," ucap Keya lirih sambil menunduk. Suaranya pelan, nyaris hilang ditelan bising jalan.Liam mengangguk. Ia sempat menatap istrinya sekilas, ingin membantah, tapi melihat sembab di mata Keya membuat langkahnya tertahan sejenak. "Aku nggak lama," katanya, lalu menutup pintu mobil.Di dalam rumah, Sheryn sudah tertawa renyah. Bocah itu berlari kecil, rambut halusnya tergerai, lalu memeluk paha Nabil. "Yah... yo ain agi!" teriaknya dengan cadel menggemaskan.Nabil jongkok, menatap wajah polos itu. "Sini, Sheryn, Ayah punya permainan baru." Tangannya menggenggam bola karet kecil, dilempar perlahan, lalu ditangkap kembali. Sheryn tepuk tangan berulang-ulang, matanya berbinar.Bu Aisyah yang duduk di lantai tak jauh dari mereka ikut tersenyum saat Liam membuka pintu yang setengah terbuka dan mengucap salam. " Liam, anak ini nggak ada capeknya. Dari tadi sama Nabil terus, katanya nggak mau lepas."Ada sesuatu yang aneh di dada Liam, terlebih saat menatap Nabil yan

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 217. Yang ikut hancur

    “Key, ayo ikut aku sekarang,” ajak Lia, tangannya menggemgam jemari Keya yang masih dingin karena gemetar.Keya menoleh singkat, matanya basah. Rambutnya yang tadi sempat terurai kini sudah ia rapikan sekadarnya karena karetnya takditemukan. Untunglah kerudung yang dipakaikan Liam tadi terkesan rapi. Nafasnya tersengal, tapi ia tak kuasa menolak.“Kak…,” suaranya pecah melihat Najla yang tertegun."Kamu baik-baik saja, Kak?" tanya Liam.Najla langsung mengangguk. “Pergi aja sama Keya. Aku baik-baik saja.”Liam menatap Arfan yang berdiri tak jauh dari situ. “Kamu bawa Kak Najla pulang. Jangan biarin dia sendirian."Arfan mengangguk mantap. “Siap, Kapten.”Liam pun menuntun Keya menembus kerumunan yang masih ricuh. Beberapa mata menatap iba, sebagian lagi sinis. Suara bisik-bisik menyertai langkah mereka.“Kasihan banget, dipermalukan begitu.”“Cantik ya kalau rambutnya keliatan… pantes aja orang udah tunangan terpincut.”“Tapi tetap aja, Dania itu salah. Ngerusak rumah tangga orang. M

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 216 Saat hijab menyentuh tanah

    “Keya” Dania makin mendekat, suaranya menusuk telinga mereka yang kebetulam berada tak jauh dari sana.Keya menoleh pelan, sementara Najla berdiri kaku di samping ruangan sidang karena Liam dan Arfan yang belum keluar. Wajah Dania merah padam, langkahnya cepat. Di belakangnya, Bu Marya menyusul dengan tatapan tajam, sementara Pak Bagus tetap tenang meski raut mukanya dingin.“Aku nggak salah lihat, kan?” Dania menatap Keya dengan penuh amarah. “Kamu masih bisa ketawa-ketawa habis ngerebut segalanya dari aku?”Najla cepat melangkah maju, berdiri di depan adiknya. “Dan, jangan memulai sesuatu yang akan membuatmu rugi sendiri. Kita baru keluar dari sidang, jangan bikin keributan di sini. Masih banyak yang menyaksikan semuanya.""Tenang katamu? Aku sudah mencari kesempatan agar bisa melihatmu di sini, Keya. Dan akhirnya kesempatan itu ada. Biar semua orang tahu siapa dirimu sebenarnya, pelakor!"Nala menatapnya sinis "Pelakor? Nggak salah tuduhanmu? Kamu hanya calon bagi Liam. Dan adikk

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 215. Mediasi

    “Silakan masuk, para pihak,” ucap petugas pengadilan.Liam menggenggam tangan Keya erat, menuntun istrinya masuk ke ruang mediasi. Aroma kayu tua bercampur hawa segarmemenuhi ruangan. Bangku panjang sudah terisi beberapa orang yang sibuk berbisik.Di depan, seorang pria berjas hitam dengan wajah berwibawa duduk sebagai mediator. Di sisi kanan, Dania sudah siap, mengenakan gamis mahal warna pastel, bibirnya melengkung menyeringai. Di sisi kiri, Arfan berdiri, jasnya rapi, wajahnya serius. Tepat di sampingnya, Najla menunduk sopan sambil merapikan map berisi berkas.Keya sempat menoleh ke arah kakaknya. Najla menyambut tatapan itu dengan senyum tipis penuh dukungan. Ada kehangatan yang membuat dada Keya sedikit lega.Mediator membuka map, lalu menatap semua pihak. “Baik, kita di sini untuk mencari jalan damai. Pihak penggugat, silakan menyampaikan tuntutan.”Dania berdiri, suaranya lantang. “Saya menuntut ganti rugi satu miliar rupiah seperti janji awal dia. Itu sebagai kompensasi atas

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 214. Jelang sidang

    "“Fan, bukti yang kemarin udah kamu siapkan?” Liam membuka percakapan lewat telepon. Bicaranya terdengar tenang tapi ada sedikit nada waspada. Ia baru saja keluar dari mushola, habis sholat Dhuhah. Arfan di seberang tertawa singkat. “Sudah, semua beres. Jangan khawatir. Aku pastikan uang kamu nggak akan sampai keluar satu M ke Dania. Aku yang atur biar tuntutan itu mentok seperti harapanmu."Liam menjatuhkan tubuh ke kursi malas. “Bagus kalau gitu. Aku nggak mau ada celah. Kamu yakin?”“Yakin sekali,” jawab Arfan mantap. “Aku udah siapin semuanya. Dania nggak bakal bisa geser kursi kita. Tenang saja.”Liam mengangguk pelan, meski dalam hati masih ada yang mengganjal. “Kalau begitu, siapa saja yang ikut mendampingi kamu nanti?”“Najla jelas ikut,” ucap Arfan tanpa jeda. “Sekarang dia sudah resmi jadi pegawaiku. Aku butuh dia untuk dampingi langsung. Aku nanti samperin dia, biar semua siap.”Liam langsung duduk tegak, sarung yang melingkari pinggangnya merosot. “Hati-hati, Fan. Itu kaka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status