Liam membuka pintu mobil untuk Keya. Dia bahkan meraih tangan itu dan membimbingnya keluar. Sejenak tatapan mereka beradu. Liam tak dapat memalingkan wajahnya untuk terus menatap wanita di depannya yang kini sudah keluar dari mobil."Kak, kalau mau jalan ke depan, dong,.. jangan mandangi aku terus Dilihat Aba sama Ummi nggak enak aku."Liam tersenyum. "Habis aku tak pernah jemuh menatapmu.""Gombalnya mulai nih," cinir Keya menunduk. dia lalu mempercepat langkahnya saat terdengar suara tangisan Sheryn dari dalam rumah itu."Assalamualaikum!" suara Liam lantang begitu sampai di depan pintu rumah gedung itu. Dia menjinjit tas belanjaan sebagai oleh-oleh.Keya tersenyum kecil, melangkah cepat Suara tangis bayi menggema dari dalam rumah. Suaranya lirih, seperti tertahan-tahan. Langkah Keya melambat."Itu Sheryn?" tanya Keya setengah berlari, langsung melepas sepatunya dan menuju ruang tengah.Bu Aisyah muncul dari dapur sambil mengelap tangannya dengan lap bersih. Sheryn masih menangis
"Aku minta maaf soal tadi malam yang memaksamu. Bukan seperti itu sebenarnya malam pertama yang ingin aku beri kepadamu. Aku sekarang ingin menebusnya." "Kak..." suara Keya lirih, nyaris tak terdengar.Liam terdiam. Napasnya menggantung menunggu lanjutan dari Keya. Wanita itu berjalan pelan ke arah jendela besar yang menghadap laut. Ombak berkejaran memecah sunyi, menciptakan irama alam yang menenangkan."Ternyata Kak Liam hebat, habis dari Kak Dania ke aku." tiba-tiba Keya bicara itu dengan tetap menatap ombak yang bergulung.Liam meldelik. "Ihs, kamu bicara apa coba? Aku ghak ngapa-ngapain Dania""Serius?" Keya mencibir."Kenapa juga kalau memang kamu dari Kak Dania, bukannya dia juga istrimu, jadi wajar kalau kamu bersamanya.Buktinya Kak Dania keramas tuh pagi-pagi.""Ini ceritanya cemburu?" Liam berusaha menelisik Keya. "Demi Allah aku nggak ngapa-ngapain Dania. aku baru menyentuh wanita, ya kamu itu, semalam. Itupun dengan tak sengaja, jadi maaf kalau aku agak,.."Keya menutup mu
Suasana mendadak canggung. Haji Darman mengalihkan pandangan, sementara Bu Aisyah pura-pura sibuk menyusun botol susu di rak.Nabil menurunkan ranselnya perlahan. Ia menatap satu per satu wajah di ruangan itu. Wajah H Darman yang selalu tegas, wajah Aisyah yang lembut tapi menyimpan banyak kata tak terucap, "Maaf ya, kalau pulangku ganggu suasana," kata Nabil akhirnya, suaranya tenang. "Tapi rumah ini, masih rumahku, kan?""Nabil, bukan begitu," ujar Bu Aisyah, buru-buru menghampiri anaknya. "Kami cuma kaget kamu pulang pagi-pagi."Nabil tersenyum kecil, lalu melepas sepatu. Tanpa banyak bicara lagi, ia melangkah masuk ke ruang tengah. Tapi langkahnya terhenti di depan pintu kamar yang selalu tertutup sejak kepergiannya.Pelan, ia dorong pintu itu. Bau bedak bayi dan sabun lembut menyergap hidungnya. Cahaya lembut dari jendela menyinari ranjang kecil di pojok ruangan.Di sana, berbaring seorang gadis mungil dengan pipi bulat merah muda. Rambutnya mulai panjang, ikal sedikit di ujung.
"Assalamualaikum, Cantik!" ujar Nabil seolah bersamaan dengan orang yang datang mengucapkan salam, yang ternyata dia orang yang menagih listrik. Di desa ini, listrik beumlah token hinggah masih ada petugas yang jalan ke rumah-rumah penduduk.Gadis mungil itu seolah-olah tahu siapa orang yang ada di atas kepalanya. Dia tersenyum manis. Melihat ke arah Nabil."Sengaja aku tadi lewat belakang saat melihat dari jauh Keya bersama Kak Liam." Tiba-tiba Liam berkata."Jadi kamu sudah di belakang waktu mereka kemari?"Nabil mengangguk. Sepertinya hubungan Keya dan Liam baik-baik saja, padahal baru kemarin Liam melangsungkan pernikahannya dengan Dania. Nabil merasa lega. Setidaknya kekhawatirannya atas kesedihan Keya tak terwujud, melihatnya tampak bahagia dengan senyum cerianya menatap Liam. Sesakit apa pun itu, Nabil berusaha meredamnya."Nabil, maafkan Aba," kata H Darman kemudian."Ba, sudahlah, kita jalani saja hidup ini, ke arah mana Tuhan akan menuntun kita."H Darman dan Aisyah tersenyu
Dania sudah berada di ambang kamar mandi dengan wajah cemberutnya. Dilihatnya rambut Liam basah. Dipikirnya, ngapain juga rambutnya basah, toh tadi malam tidak terjadi apa-apa."Kamu sudah bangun, Dan?" tanya Liam merasa tak enak hati.Dania mendengus kesal lalu segera masuk ke kamar mandi tanpa membalas. Liam hanya menyunggingkan senyum tipis di bibirnya. Ia tahu, Dania sedang kesal, dan ia tidak bisa menyalahkannya.Liam beranjak menghampiri Sheryn yang sudah berada di keranjang bayi di luar kamar. Kalau malam, Sheryn memang tidur di kamar, di ranjang stainless-nya di samping ranjang Keya."Kok nggak bangun-bangun, anak cantik?" bisik Liam sambil memegang pipi tembem Sheryn. "Ayo mandi, sudah ditunggu Bunda, tuh."Bayi itu menggeliat kecil. Matanya masih terpejam, tapi tubuh mungilnya mulai bergerak.Keya muncul dari arah dapur sambil menggulung lengan bajunya. Melihat Liam sudah berada di samping Sheryn, ia segera menghampiri."Biar aku mandikan," ujarnya sambil menggendong Sheryn d
"Kak, bangun. Sudah subuh." Keya menggoyang-goyangkan tubuh Liam yang terlelap di sampingnya. Tangannya yang kokoh masih merangkul Keya.Liam masih terdiam.Keya memandangi Liam, lelaki yang beberapa jam lalu dia serahkan jiwa raganya. Di hati Keya memang ada rasa sunyi tiap kali dia menjauhi Liam. Gelak tawa dan canda, juga tatapannya yang sering meluluhkan Keya, teramat dia rindukan."Kak, bangun." Sekali lagi Keya membangunkan Liam.Dengan letih Liam membuka matanya yang masih mengantuk.Ditatapnya Keya yang juga menatapnya dengan senyum seperti yang dulu sering Liam rindukan. Rasanya seperti mimpi dia kini bersamanya, memandangnya sambil memeluknya. Tangannya menyentuh rambut Keya yang tergerai di sisi-sisi wajahnya, membelainya dengan penuh kasih."Terima kasih untuk semua ini, Key," ucapnya sambil mencium kening Keya. "Izinkan aku terus memelukmu. Aku tak ingin kehilangan kamu kembali.""Sudah Subuh, Kak. Lagian aku harus siap-siap mau kuliah," kata Keya bangkit. Badannya terasa