Adam duduk disebuah Halte setelah lelah berjalan sekian lama, Ia pergi hanya membawa satu ransel pakaian dan sama sekali tidak membawa kendaraannya. Ia terlanjur emosi dan membenci orang tuanya, sehingga apapun yang diterima dari orang tuanya, ditinggalkan begitu saja.
Sekarang, Adam baru merutuki keputusannya. Karena tidak ada kendaraan, Ia tidak bisa bebas pergi kemanapun yang diinginkannya.
Kondisinya semakin payah, begitu Adam memeriksa dompetnya. Uangnya hanya tersisa tiga juta rupiah saja saat ini.
Bagi Adam yang sudah terbiasa dengan gaya hidup mewah, melihat uang segitu seperti bencana baginya. Kartu kredit dan debit yang ada didalam dompetnya, jangan ditanya! Pasti semuanya sudah diblokir oleh orang tuanya saat ini.
Sebelumnya, uang belanja Adam tidak kurang dari tigapuluh juta setiap harinya. Itu batas minimal uang jajannya dalam sehari, sekarang dengan hanya ada uang tiga juta dalam dompetnya, Adam merasa seperti orang paling sengsara di dunia.
Adam coba menghubungi beberapa teman dekatnya untuk meminta bantuan mereka.
"Aduh, Bro. Sorry, gue lagi diluar kota, gak bisa bantuin lu."
"Maaf, Dam. Gue gak bisa bantuin lu sekarang. Keuangan gue juga lagi limit nih."
"Mobil gue cuma tinggal satu doang sekarang, Bray. Satunya dipakai sama adik gue buat kuliah."
"Sorry, Dam. Gue gak bisa bantu minjemin lu uang, Gue mau bayar hutang juga soalnya."
Setiap teman yang coba dimintai bantuan, selalu menolaknya dengan berbagai alasan. Padahal Adam tidak pernah perhitungan dengan mereka semua dulunya.
Kini, saat kondisinya sedang terpuruk seperti ini, semua orang seakan meninggalkan dirinya.
"Bangsat!" Maki Adam emosi.
Sekarang Ia seakan sadar seperti apa sifat asli orang-orang yang disebutnya sebagai teman. Mereka tidak lebih seperti lintah, mereka akan mendekat ketika Ia menawarkan banyak kesenangan dan akan pergi meninggalkannya begitu tidak ada lagi keuntungan yang bisa mereka hisap darinya.
Rahang Adam mengeras, Ia seperti orang sehabis mabuk dan memaki-maki sendiri sambil melihat ponselnya. Apalagi saat Ia coba menghubungi temannya yang lain, panggilannya bahkan langsung ditolak seolah mereka menghindar untuk bicara dengannya.
Saat putus asa seperti itu, Adam teringat dengan Wika.
Ia adalah gadis cantik dan juga artis pendatang baru yang memiliki hubungan dekat dengan Adam. Wika juga yang menjadi alasan Adam sampai berkelahi dengan Rio dan berujung dengan penahanan dirinya.
Adam mengira Wika akan bisa menerimanya sekarang, tapi jawaban yang diterimanya sungguh membuat Adam terkejut.
"Adam sebaiknya kamu jangan menghubungiku lagi. Hubungan kita sudah berakhir."
Wika bahkan tidak menahan diri sama sekali untuk bicara terus terang dengan Adam. Kata-katanya begitu ketus dan tidak berperasaan.
"Aku masih pacarmu, Wika. Kita masih belum putus."
"Kamu salah, Dam. Kita sudah putus semenjak kamu dipenjara."
"Wika, aku salah. Aku minta maaf, oke?" Ucap Adam coba merajuk.
Tanpa Adam sadari tampak senyum mengejek Wika dari seberang sana, Ia berkata, "Adam, kamu harus terima kenyataan. Kita tidak lagi bisa seperti dulu."
"Tapi, kenapa? Atau... jangan-jangan kamu sudah memiliki pengganti diriku?"
"Itu bukan urusanmu. Sebaiknya jangan coba-coba menghubungiku lagi."
Tutt tutt tuttt
“Halo? Halo Wika?, Wik...?"
Adam merasa putus asa, tidak satupun orang yang bisa diharapkannya. Bahkan tidak kekasihnya sekalipun.
Dulu Wika adalah wanita yang mengejar-ngejarnya, Adam masih ingat dengan begitu jelas bagaimana artis yang sedang naik daun itu memujanya dan berharap untuk menjadi kekasihnya. Wika memiliki fisik yang cantik dan berkulit putih bersih, sikapnya yang manja membuat Adam akhirnya menerima Wika menjadi kekasihnya.
Sekarang setelah mendengar Adam diusir dari keluarga Widjaja, Wika bahkan tidak sedikitpun menoleh padanya.
Adam mengumpat kesal, namun tidak ada yang bisa menjadi objek kekesalannya selain kesialannya sendiri.
Ia tidak ingin berakhir hidup dijalanan. Adam memaksa menyeret kopernya untuk mencari tempat untuk beristirahat. Dengan uang yang tersisa, Adam tidak mungkin bisa menginap dihotel berbintang.
Akhirnya, hari itu Ia singgah di sebuah losmen biasa dan memutuskan beristirahat disana.
Ekspresi Adam terlihat buruk begitu masuk ke dalam kamar.
Kamar itu begitu sederhana, sangat jauh dengan standar Adam selama ini. Ia terpaksa harus menginap disana hari itu, sebelum memutuskan apa yang akan dilakukannya esok hari.
Seminggu sudah Adam menginap di losmen, keuangannya sudah sangat menipis. Biaya menginap di losmen sederhana seperti itu saja, sudah menelan uangnya 300 ribu rupiah per-malamnya. Saat ini, dalam dompet Adam hanya tersisa 50 ribu. Jelas malam ini, Ia tidak dapat lagi menginap di losmen tersebut. Adam coba memutar otaknya untuk bisa menghasilkan uang. Semua daftar temannya telah dihubunginya, namun tidak ada satupun dari mereka yang bersedia membantunya dan bahkan banyak dari mereka yang telah memblokir nomornya. Tidak hanya mereka, bahkan para wanita yang pernah singgah di masa lalunya juga menolak membantu Adam dan menghindar dengan berbagai alasan. Lebih parahnya, saat ini semua orang seakan berusaha menghindari Adam. Hal itu membuat Adam hampir frustasi. Kenyataan ini membuatnya sadar satu hal, semua orang yang dikenalnya 'baik' dimasa lalu, hanya karena kekayaan dan status yang dimilikinya saat itu. Saat Ia menjadi orang terbuang seperti sekarang, Adam dapat melihat seperti apa
Adam baru saja selesai memindahkan 50 karung beras ke dalam kiosnya Ncang Ari, salah satu juragan beras di pasar tempat dia bekerja sebagai buruh lepas. Tiga minggu bekerja sebagai buruh lepas, Adam mulai menyadari betapa beratnya bekerja sebagai seorang buruh dan menghasilkan uang 50 hingga 70 ribu sehari. Itupun dengan harus menggunakan tenaga kasar dan sering seluruh tubuhnya terasa sakit dan sangat penat begitu selesai bekerja. Sering bekerja di bawah terik matahari membuat Adam tidak lagi terlihat bersih seperti sebelumnya. Kulitnya mulai menggelap, rambutnya juga sudah mulai memanjang dan jambang yang tumbuh diwajahnya. Sore itu, setelah memberikan upah pada para pekerja, Ncang Ari sengaja memanggil Adam. Meski baru beberapa hari bekerja, ternyata Ncang Ari sudah memperhatikan Adam layaknya pekerjanya yang lain. Dari sana Ia bisa menyimpulkan, jika Adam terlihat berbeda dari seluruh buruh yang bekerja padanya. Ncang Ari melihat Adam memiliki potensi yang tinggi, sangat aying
Ali sedang berada di ruang kerja Eka Salim Widjaja saat Adam menghubunginya. Saat itu, Eka Salim Widjaja baru saja selesai kontrol kesehatan dengan dokter pribadinya. Kondisinya sudah jauh lebih baik, tapi Ia harus rutin memeriksakan kondisi kesehatannya dan menghindari beban pikiran secara berlebihan. Karena itu, Eka Widjaja harus berusaha untuk membuat pikirannya bisa tetap rileks. Terakhir, kondisinya sampai drop kembali karena masalah dengan Adam, putranya. Satu-satunya yang mampu memberikan tekanan berat dalam pikirannya adalah anaknya. Eka menyayangi Adam dan ingin anaknya dapat berubah menjadi lebih baik. Sehingga, jika Ia tiada kelak, Adam akan dapat diandalkan untuk menggantikan dirinya. Beruntung bagi Eka Widjaja, dia memiliki Ali Tanjung sebagai tangan kanannya. Ali bukan hanya kepala pengawalnya, tapi juga sudah dianggap sebagai bagian dari keluarganya. Ali telah mengirimkan orang-orang kepercayaannya untuk selalu memantau perkembangan Adam, tanpa sepengetahuan Adam te
Saat melihat dirinya didalam cermin, Adam tersenyum getir. Ia melihat pantulan dirinya yang sedang mengenakan seragam OB berwarna biru. "Huft..." Adam menghela nafas dalam. Namun bukan saatnya Ia harus mengeluh. Bagaimanapun dia lah yang telah meminta pekerjaan kepada Pak Ali. Adam coba berpikiran positif, setidaknya pekerjaan itu jauh lebih baik dibanding menjadi buruh lepas. Ia bekerja ditempat yang jauh lebih teduh, kulitnya tidak perlu lagi terbakar dibawah terik panas matahari. Selain itu, pekerjaan ini juga jauh lebih ringan jika dibanding dengan Ia harus mengangkat karung-karung beras yang beratnya 50 kiloan lebih. "Adam, You can do it." Ucap Adam menyemangati dirinya sendiri. Hari itu, Adam resmi bekerja menjadi office boy di Widjaja Corporation. Sebenarnya, Adam bisa masuk keesokan harinya, sesuai dengan kontrak kerjanya. Tapi, Adam sendiri yang menginginkan untuk langsung masuk kerja hari itu, karena Ia juga tidak memiliki kegiatan lain yang harus dikerjakannya. Secara
Baru hari pertama bekerja sebagai OB, emosi Adam sudah langsung diuji.Banyak di antara karyawan yang melihat aneh kearahnya begitu Ia keluar dari ruangan Pak Robert, namun Adam cepat berlalu disana untuk mendinginkan kepalanya yang sedang panas.Kembali ke ruang pantri, Menik dan Yaya terkejut melihat pakaian Adam sudah basah oleh tumpahan kopi."Adam, pakaian kamu kenapa jadi kotor begini?" Tanya Menik heran.Yaya melihat Adam kena tumpahan kopi, sepertinya mengerti alasan kenapa pakaian Adam sampai kotor seperti itu. Apalagi melihat wajah Adam seperti orang yang sedang menahan marah begitu. Ia dengan cepat mengambil handuk kecil yang masih bersih dan menyerahkanya pada Adam.Lalu, dengan buru-buru berkata pada Menik."Nik, sebaiknya segera anterin kopinya Pak Robert keruangannya." "Eh, pak Robert memang sudah meminta kopi?" Tanya Menik terkejut tapi tampak enggan. Sepertinya dia malas untuk pergi menemui manajer personalia tersebut."Iya, ini Adam yang mengantar kopi ke ruangannya
Hari kedua menjadi OB.Pertemuan sehari sebelumnya dengan Nadya, meninggalkan kesan yang cukup dalam bagi Adam. Sampai-sampai Ia masih tersenyum ketika masuk kerja hari itu dan berharap dapat bertemu lagi dengan gadis manis tersebut lagi nantinya."Ciee kenapa nih, baru datang dah senyum-senyum aja." Sambut Yaya ketika Adam datang dengan wajah berseri bahagia."Hahaha, gak ada apa-apa, Mbak. Cuma lagi senang aja." Jawab Adam salah tingkah, tidak menyangka sudah ada Yaya di dalam ruang pantry.Ia merasa malu, seolah sedang bertingkah seperti remaja yang sedang kasmaran."Hmn, senang apa seneng nih?" Goda Yaya lebih lanjut."Eh, siapa yang senang?" Menik yang baru datang langsung ikut nimbrung pembicaraan mereka."Tanya si Adam tuh, lagi senang karena jatuh cinta kayaknya?""Hah, Adam jatuh cinta? OB lantai berapa?" Tanya Menik spontan."Huh, sembarangan. Kalau lu nanya-nya si Jafar, gak apa-apa tanya OB lantai berapa. Lah, si Adam! Ma karyawati yang bening-bening itu juga pantas kali, x
Melihat kepanikan Yaya dan Menik, membuat Jafar penasaran dengan apa yang diperbuat oleh pak Robert sampai membuat Adam semarah itu, "Loh, ada apa dengan Pak Robert emang?" "Gak ada waktu buat menjelaskannya. Cepat, kita susul Adam." Ujar Yaya sembari bergegas keluar dan bahkan coba menarifk Jafar agar megikuti mereka. "Kalian duluan, saya panggil satpam dulu." Tahan Jafar beralasan. "Ya udah, cepat ya!" Yaya dan Menik menghambur keluar dengan panik. Tanpa mereka sadari bahwa Jafar justru tersenyum sinis. Ia malah tampak duduk santai setelah itu dan tidak melakukan apa-apa. 'Justru malah bagus jika bocah sok berani tersebut menghajar Pak Robert. Dengan begitu, Ia akan terkena sangsi dan bisa dikeluarkan dari sini.' Pikir Robert senang. ... Adam berjalan dengan emosi yang siap meledak. Beberapa orang yang menatapnya heran saat berpapasan, sama sekali tidak dihiraukannya. "Mas, kamu kenapa?" Saat itu, seorang karyawan wanita yang sebelumnya memperingatinya pagi tadi menyapanya,
"Bang, ada masalah." "Masalah apa, Jas?" Terdengar suara ragu dari seberang telpon, "Itu Bang, mas Adam memukul salah seorang manajer di perusahaan, Robert Januzi. Manajer Personalia." "Terus bagaimana situasinya?" "Saat ini mas Adam ditahan di pos security dan pria yang dipukulinya sedang diurus oleh tim medis perusahaan." "Hmn.. tapi, ada masalah sedikit bang." Ucap Anjas ragu, lalu melanjutkan, "Pria yang dipukuli mas Adam berniat melaporkan hal ini kepada polisi. Saya sudah coba mendamaikan mereka, tapi Robert tidak bisa ditenangkan dan tetap bersikeras menaikkan kasus ini." "Hmn, apa dia berniat cari mati? Tenang saja, biar saya yang urus. Kamu cukup pastikan mereka berdua masih berada di perusahaan, mengerti?" "Paham, Bang. Mengerti!" Anjas menyapu keringat dingin di keningnya, begitu Ia menutup ponselnya. Ia tidak menyangka, baru hari kedua putra bos besarnya bekerja di sana dan sudah menimbulkan masalah. Beruntung, security perusahaan sedang patroli untuk memeriksa kea